Oleh: Rokayah (Muslimah Peduli Umat)
Sayidina Umar bin Khaththab r.a adalah satu dari sekian banyak model seorang pimpin dalam kepemimpinan Islam yang demikian menginspirasi dan layak menjadi teladan umat sepanjang zaman. Kisah-kisah heroik kepemimpinannya tercatat dalam tinta emas sejarah peradaban Islam yang tak akan pernah bisa dihapus oleh kekuatan musuh manapun yang menghendaki keburukan atas Islam dan umat Islam. Jangankan rakyatnya dari kalangan manusia, nasib seekor keledaipun tak luput dari perhatian sang Khalifah dengan pernyataannya yang terkenal, “Seandainya seekor keledai terperosok karena jalanan berlubang di kota Baghdad, maka aku sangat khawatir Allah akan meminta pertanggungjawaban.”
Keseharian Sayyidina Umar dan para Khalifah setelahnya memang benar-benar mencerminkan kesadaran ruhiyah yang sangat tinggi. Berbeda dengan gaya kepemimpinan yang lebih sibuk dengan pencitraan dan obral janji-janji,
Rezim yang saat ini sedang berkuasa, sebagian masyarakat menilai, blusukan hanya untuk pencitraan saja agar disebut pemimpin yang merakyat, tapi nyatanya malah sering memberi harapan palsu pada rakyatnya. Berbeda dengan seorang khalifah justru seorang khalifah sibuk dengan rasa takut yang menuntun setiap kebijakan yang mereka tetapkan supaya tidak keluar dari koridor syara’ dan tak menzalimi rakyatnya.
Mereka pun serius bekerja berdasarkan tuntutan syara’, melayani kepentingan setiap individu rakyat seperti halnya seorang penggembala. Memastikan gembalaannya terpenuhi seluruh kebutuhan dengan adil, merawatnya agar selalu sehat terhindar dari penyakit, dan memastikan tak ada serigala ataupun binatang buas lainnya yang akan memangsa gembalaannya.
Adapun dalam soal kehidupan, mereka standarkan diri mereka setara dengan penduduk yang paling lemah, bahkan di bawahnya. Hingga tak mengherankan, seorang Umar yang kekuasaannya telah melintasi jazirah Arab dan ditakuti negara musuh diketahui tak memiliki pakaian selain apa yang dikenakan plus yang dicuci sebagai penggantinya. Keluarganya pun tak punya previlage khusus sebagai trah penguasa. Mereka diperlakukan sama sebagai rakyat biasa.
Hasilnya, rakyat yang ada di bawah kepemimpinan mereka bisa merasakan hidup sejahtera dan mulia. Bahkan selama belasan abad, umat ini tampil sebagai umat terbaik, menjadi pionir peradaban cemerlang di tengah-tengah entitas lainnya. Sementara di saat sama, negara yang mereka pimpin, mampu tampil sebagai negara mandiri dan adidaya yang siap memikul tanggungjawab menyebarkan risalah Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, hingga Islam tersebar ke seluruh dunia melalui salah satu tupoksi politisnya, yakni melakukan dakwah dan jihad fisabilillah. inilah sosok pemimpin ideal yang didambakan ada kembali pada saat ini.