Oleh : Shafiyyah AL Khansa
“ Hidup tanpa beramal shalih adalah kedunguan dalam mensyukuri nikmat Allah SWT “ (Shafiyyah AL Khansa)
// Detik Muhasabah //
Menyadari apa yang ada hari ini adalah sebuah keharusan untuk melewati fase yang akan datang. Namun menapaki fase yang akan datang tanpa adanya proses muhasabah adalah satu kesalahan yang akan membawa pada penyesalan.
Setiap orang memiliki sisi gelapnya masing-masing. Kita semua memiliki masa lalu yang mungkin tidak pernah sekalipun kita rida untuk membahasnya terlebih ketika masa yang kelam itu dibuka oleh orang lain pasti memicu amarah pada hati yang pernah cedera.
Muhasabah adalah langkah awal menuju jalan penuh cahaya, mengapa demikian? sebab dengan dilakukannya muhasabah kita bisa menyadari apa yang telah kita lewati selama kita hidup di dunia. Dengan muhasabah itu artinya kita sedang menghisab diri kita di dunia.
Dengan muhasabah ini kita akan menyadari bahwa apa yang kita perbuat selama di dunia akan dimintai pertanggung jawaban kelak di yaumil akhir.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).
Dari proses muhasabah ini akan kita dapat sebuah penyesalan hidup yang pernah kita lakukan. Namun tahukah bahwa penyesalan inilah yang akan membawa kita pada sisi yang lebih baik. Sebab penyesalan akan menjadi bermakna ketika kita bisa mengolahnya.
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
النَّدَامَةُ تَوْبَةٌ
“Menyesal adalah taubat.” (HR.Ibnu Majah no. 4252, Ahmad no.3568, 4012, 4414 dan 4016. Hadist ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahiih al-Jaami’ ash-Shaghir no.6678)
Hadis tersebut tentu menegaskan pada kita bahwa sejatinya penyesalan adalah taubat. Dengan pengolahan yang tepat inilah penyesalan mampu menjadi gerbang awal perbaikan.
// Bercita-cita dan Bervisi Akhirat //
“ Kini jiwa ini merindukan surga... “ (Umar bin Abdul Aziz)
Tahukah kamu saat Imam Ahmad ditanya kapan seorang mukmin itu beristirahat? “ Saat ia menginjakkan kakinya di surga. “ itulah jawaban beliau. Menggapai cita-cita Akhirat adalah keharusan seperti yang sudah kita ketahui bahwa kita semua pasti akan mati dan kehidupan yang kekal abadi adalah akhirat.
Salah satu bekal untuk menuju kehidupan akhirat adalah dengan beramal shalih. Bercita-cita akhirat artinya merelakan diri kita untuk menjadikan aktivitas kita terpaut akan akhirat.
“Beramal shalihlah dengan penuh semangat seolah engkau akan mati besok“
(Shafiyyah AL Khansa)
Kelak, setiap insan manusia akan Allah bangkitkan berdasarkan amal di akhir kehidupannya.
Dalam riwayat lain disebutkan,
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607)
Maka, menjadikan hidup dengan bervisi akhirat akan menjadikan kita jauh lebih ikhlas dalam melewati setiap fase kehidupan. Dan juga dengan bercita-cita akhirat akan mendorong kita untuk terus berbuat baik agar kelak tak kita dapati pedih ya siksa neraka dan tak mampu memijakkan kaki di surga. Wallahu’alam