Oleh: Herawati Hartiyanti Lestari, S.Hum
Betapa hati ini pilu saat mengetahui berita yang disuguhkan media beberapa hari terakhir ini. Tidak hanya seorang guru, seorang pekerja bahkan seorang rakyat biasapun bisa dibuat terkejut dengan apa yang terjadi pada generasi muda kita hari ini.
Seperti yang tengah beredar di jagat dunia maya dan menjadi perbincangan sebagian warganet, seorang pelajar di Gresik yang merokok di kelas beredar dalam sebuah video. Didalam video tersebut nampak pelajar tersebut menantang gurunya karena mencoba memperingatinya. (KOMPAS, 10/02/2019)
Belum lagi sebelumnya juga telah terjadi kasus yang menyebabkan belasan pelajar SMP di daerah Ciasem Kabupaten Subang diamankan polisi, karena didapati miras didalam tasnya saat jam sekolah (GalamediaNews, 07/02/2019). Ini hanya beberapa kasus yang muncul ke permukaan seperti halnya gunung es. Masih banyak kenakalan remaja yang terjadi pada kaum pelajar kita hari ini yang tidak terberitakan.
Sungguh menyedihkan, seorang pelajar yang ia disekolahkan oleh orangtuanya dengan penuh harapan dan cita-cita. Mereka bagian dari pemuda yang dalam genggamannya tonggak perubahan suatu bangsa. Nyatanya hari ini mereka belum sesuai dengan yang diharapkan semua orang. Siapa yang patut disalahkan? Orangtua yang mendidiknya, atau justru sekolah yang menjadi tempat pendidikannya?
Sesungguhnya begitu tidak adil jika kita hanya menyalahkan salah satu pihak yang terlibat didalamnya. Karena permasalahan hidup adalah sebuah sistem yang memiliki hubungan antara satu dengan yang lainnya. Begitupun yang berkaitan dengan fakta kita hari ini. Ada beberapa hal yang saling berhubungan yang menjadi penyebab semua kenakalan remaja hari ini.
Pertama, pendidikan yang diberikan kepada anak di sekolah formal maupun non formal masih kurang memberikan dampak yang memuaskan. Salah satu penyebabnya bisa dikarenakan mata pelajaran keagamaan yang turut memberikan peran penting dalam sebuah pembinaan, nyatanya hanya disajikan lebih sedikit jamnya daripada mata pelajaran yang lain. Itupun prosesnya hanya dijadikan tempat untuk mentransfer ilmu. Padahal seharusnya para pelajar tidak hanya dicekoki teori, namun dipastikan pelaksanaan dan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, pola asuh orangtua yang masih belum berperan penuh sebagai madrosatul uula. Karena pada hakikatnya pendidik utama seorang anak adalah orangtuanya, terlebih lagi adalah ibunya. Ketika sekolah hanya menjadi lembaga yang dipilih orangtua untuk mendidik seorang anak, maka pembinaan didalam rumah bersama orangtuanyalah yang paling berperan utama.
Ketiga, kontrol masyarakat juga menjadi salah satu faktor penyebabnya. Bagaimana tidak, dengan kesadaran masyarakat yang kurang terhadap nilai-nilai keagamaan dan norma yang berlaku, itu turut menjadi penyebab kenakalan remaja itu tetap tumbuh subur dilingkungan masyarakat. Karena yang akan terjadi adalah pembiaran dan menganggap semuanya lumrah begitu saja.
Terakhir, yang keempat adalah peran negara. Bagaimana seharusnya negara berperan dalam pencegahan kasus-kasus seperti ini agar tidak terus berulang. Negaralah yang harus berperan aktif dalam proses pencegahan kenakalan remaja ini. Dari mulai pembinaan terhadap masyarakat tentang nilai-nilai keagamaan dan norma-norma yang berlaku.
Kemudian penutupan usaha-usaha penyedia barang yang menyebabkan kenakalan remaja terus terjadi juga harus dilakukan. Dalam kasus ini, penutupan pabrik miras misalnya. Hingga pada pemberlakuan hukum yang tegas dan memberikan efek jera bagi para pelaku tindak kriminal. Sehingga mencegah masyarakat untuk tidak melakukan hal serupa.
Setidaknya empat hal itulah yang bisa digunakan sebagai bahan evaluasi semua pihak pada hari ini. Semoga dengan segala perbaikan yang telah diupayakan, mampu berperan nyata dalam mengurangi tindak kenakalan remaja pada pelajar yang terjadi seperti saat ini. Sehingga tercapailah segala harapan dan cita-cita semuanya.