Oleh: Surfida, S.pd.I (Praktisi Pendidikan)
Pertarungan politik di negara kita semakin memanas. Setelah masing-masing capres – cawapres mengikuti debat pertama pada tanggal 17 Januari 2019. Dan para capres – cawapres semakin menggencarkan blusukannya maupun kunjungannya ke pesantren-pesantren. Bahkan mereka berebutan untuk meminta doa kepada seorang kiai agar mereka bisa terpilih saat hari pencoblosan tiba.
Namun, itu tidak kalah panasnya dengan saling menuding tentang penggunaan konsultan asing dalam kedua kubu. Isu tersebut bermula saat paslon petahana menuding paslon oposisi menggunakan propaganda ala Rusia, “Konsultannya konsultan asing. Terus yang antek asing siapa?" ujar capres Jokowi di hadapan relawan Sedulur Kayu dan Mebel di Aula De Tjolomadoe, Karanganyar, Jawa Tengah, (CNN Indonesia, Minggu ,3/2/2019).
Mendengar kabar itu, kubu opisisi membantah isu tersebut, malah mereka menuduh kubu petahanalah yang menggunakan jasa konsultan asing yaitu Stanley Greenberg, seorang konsultan Amerika Serikat. (detik.com)
Kubu petahana pun membantah keras tuduhan tersebut, dan menyebut isu Stanley Greenberg merupakan gorengan politik sejak pilpres 2014. mereka balik menuding bahwa kubu oposisi menggunakan kosultan asing yaitu Rob Allyn,(detik.com). Akan tetapi, Stanley Greenberg mengklaim bahwa capres Jokowi masuk dalam daftar kliennya.
Penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU tidak mempermasalahkan adanya konsultan asing dalam kedua kubu. Karena UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilu tidak melarang peserta pemilu menggunakan konsultan asing. UU tersebut hanya melarang peserta pemilu menerima bantuan uang kampanye dari asing. Sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia, "Setahu saya tidak diatur ya. Ya kalau di aturan tidak ada ya," kata Komisioner KPU Ilham Saputra saat ditemui di Kantor KPU, (Jakarta, Kamis, 7/2/2019).
Jika kubu petahana m, sudah dipastikan bahwa mereka mencari sensasi ditengah panasnya persaingan. Karena masing-masin kubu menggunakanya.
*Demokrasi Bolehkan Asing Mengatur Negara*
Kita sebagai rakyat tak perlu kaget terkait penggunaan konsultan asing tersebut, karena selain UU membolehkan, juga didukung sistem yang ada saat ini. Dalam demokrasi memberikan kebebasan kepada rakyat untuk membuat peraturannya sendiri. Demokrasi terkenal dengan empat asas kebebasan yang diembannya, yaitu kebebasan beragama, kebebasan memiliki sesuatu, kebebasan pribadi dan kebebasan mengeluarkan pendapat.
Karena menjunjung tiggi kebebasan itulah, sehingga rakyat diberikan kebebasan membuat aturan dalam negara termasuk UU tentang konsultan asing. Saat kedua paslon memakai jasa konsultan asing, maka sudah dipastikan calon yang terpilih nanti ketika menentukan kebijakan untuk rakyatnya, akan ada campur tangan dari asing. Presiden terpilih akan diintervensi, sehingga mau tidak mau mereka akan mengikut saja jika tidak mengikut, asing akan berusaha untuk menumbangkannya.
Seperti yang diungkapkan oleh seorang pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago menilai, penggunaan konsultan asing oleh pasangan calon dan wakil presiden pada Pilpres 2019 akan menimbulkan masalah di masa datang. "Yang menjadi masalah yaitu kalau nanti kebijakan keputusan itu diintervensi. Nah itu yang jadi masalah. Ketika nanti terpilih tentu akan kepada kepentingan asing," ujar Pangi kepada Okezone, Kamis (7/2/2019).
"Kalau misalnya mereka ada campur tangan konsultan di situ, nanti kebijakan dikendalikan atau ada intervensi-intervensi dari konsultannya ke depan. Itu yang merusak negara kita yang tunduk dengan kepentingan asing," paparnya. (okezone. com).
Ibarat sebuah rumah tangga, jika ada tetangga yang mengintervensi urusan rumah tangganya, maka disitu membuktikan bahwa seorang suami (pemimpin) itu lemah dalam mengambil keputusan sehingga dia meminta bantuan tetangganya untuk mengatur rumah tangganya. Begitu juga dengan Indonesia, asing akan semakin kuat menginjak-nginjak Indonesia, karena asing sudah tau semua seluk beluk Indonesia. Asing akan menggangap bahwa pemimpin Indonesia lemah, sehingga tidak mampu mentukan kebijakan sendiri.
Ketika Indonesia sudah di intervensi asing, maka janganlah menyalahkan orang - orang yang tidak memilih, itu bukan dikarenakan banyaknya yang golput, tetapi karena aturan yang diterapkan saat ini yang membuat negara dikuasai. Asing dengan senang hati menguasai negara, karena mereka tidak mengeluarkan materi untuk menguasai Indonesia, seperti melakukan penjajahan yang disertai dengan perang atau angkat senjata.
Dengan berbagai kebebasan yang dimiliki Demokrasi, membuat negara ini menjadi milik asing, ditambah lagi para pemimpin saat memimpin lebih pro ke pihak yang membantunya ketika naik dulu. Entah dari pihak asing maupun aseng yang telah lama hidup dinegeri ini. Rakyat hanya diperhatikan saat blusukan saja, dan ini bukan rahasia lagi dalam sisitem demokrasi. Saat asing sudah menguasai negara kita, otomatis SDA dan SDM juga akan dikuasainya.
*Sistem Islam Menutup Rapat Penjajahan*
Jika kita menginginkan pemimpin yang amanah, yang selalu peduli dengan rakyat, maka kita jangan mengharap dalam sistem saat ini. Pemimpin yang amanah itu hanya ada dalam sistem Islam. Mereka memimpin semata-mata hanya menjalankan syariat Islam, dan orang yang menjadi pemimpin tersebut adalah orang yang amanah, cerdas, memiliki ketaqwaan yang tinggi karena saat memimpin bukan untuk memperkaya diri dan keluarga juga para sahabat-sahabatnya.
Dalam Islam melarang umatnya untuk meminta manjadi pemimpin jika ia tidak mampu. Seperti dalam hadist Rasulullah SAW "
Wahai Abdurrahman bin Samurah, jangan engkau meminta kepemimpinan. Sebab, jika engkau diberi kepemimpinan karena memintanya, sungguh akan diserahkan kepadamu (yakni Allah ‘azza wa jalla tidak akan menolongmu). Namun, jika engkau diberi bukan karena memintanya, engkau akan ditolong (oleh Allah ‘azza wa jalla) untuk mengembannya.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Saat ia merasa tidak mampu, ia tidak akan berani mengajukan diri sebagai calon pemimpin. Karena salah satu yang menjadi syarat pemimpin dalam Islam yaitu memiliki kemampuan. Dengan adanya persyaratan tersebut, tidak akan membuka celah bagi orang yang lemah, kurang cerdas dalam mengelola negara untuk mencalonkan diri. Sehingga tidak akan ada yang membutuhkan penasehat dari asing untuk bagaimana memenangkan kursi kepemimpinan, seperti yang dilakukan para capres dan cawapres saat ini.
Pemilihan pemimpin dalam Islam akan dilakukan seperti penetapan kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shidiq. Kekhalifahannya ditetapkan berdasarkan pemilihan dari Ahlul halli wal aqdi, kemudian para shahabat akhirnya sepakat dan berbaiat kepadanya dan mereka ridha dengan kekhalifahannya.
Demikian pula halnya penetapan kekhalifahan Utsman bin Affan radhiallahu anhu, saat Umar bin Khattab memerintahkan agar khalifah sesudahnya ditetapkan setelah diadakan syuro oleh enam orang shahabat utama. Maka kemudian Abdurrahman bin Auf bermusyawarah dengan kalangan Muhajirin dan Anshar. Maka saat dia melihat kecenderungan masyarakat keseluruhannya kepada Utsman, maka beliau berbai’at kepadanya, kemudian sisanya dari tim enam tersebut berbai’at kepadanya, kemudian kaum muhajirin dan Anshar berbaiat kepadanya. Maka ditetapkanlah Utsman sebagai khalifah berdasarkan pemilihan dari Ahlul halli wal aqdi, kemudian para shahabat sepakat dan berbaiat kepadanya serta rela dengan kekhilafahannya.
Demikian pula halnya dengan Ali bin Thalib radhiallahu anhu, beliau ditetapkan sebagai khalifah dengan cara dipilih oleh lebih dari seorang Ahlul halli wal aqdi.Jika pemilihan pemimpin ditetapkan seperti cara para sahabat, maka negara tidak akan mengeluarkan biaya banyak dalam pemilu. Setelah khalifah terpilih, ia akan memilih orang-orang berkompeten untuk membantunya dalam mengelola negara.
Wallahu’alam bishowab