Oleh. Reni Tresnawati.
Akhir-akhir ini isu penggunaan konsultan Asing jelang pemilu, ramai diperbincangkan. Perdebatan soal konsultan Asing mencuat usai calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) menyebut ada salah satu tim sukses yang menyewa jasa soal konsultan politik asing dalam pilpres 2019. Tentu saja hal itu dituduhkan kepada saingannya nomor urut 02 Prabowo Subianto. Sementara kubu Prabowo membantah tuduhan tersebut. Seperti yang dikutip Kompas.com dan CNN Indonesia. 7/2/2019.
Menurut Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaedi, tidak ada aturan khusus dalam Undang-undang Pemilu mengenai konsultan politik, baik dari dalam maupun luar negeri. " Secara regulasi boleh menggunakan konsultan (baik asing maupun domestik) atau tidak. Itu menjadi ranah internal pasangan calon ", kata Veri saat di konfirmasi. Seperti dilansir Kompas.com 4/2/2019.
Undang-undang no 7 Tahun 2017 tentang pemilu. Tak ada larangan peserta pemilu menggunakan jasa konsultan asing. Undang-undang pemilu hanya melarang peserta pemilu menerima dana dari asing untuk kepentingan pemilu.
Dalam sistem politik demokrasi, membuka celah lebar-lebar intervensi asing, dalam urusan pemilihan pemimpin. Tanpa sadar itu sama saja dengan membuka jalan menguatkan penjajahan. Terbukti asing dengan leluasa keluar masuk negara Indonesia tanpa hambatan. Yang akhirnya Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia dikuasai asing, bahkan sekarang Sumber Daya Manusia (SDM) asing menguasai negeri ini. Itu disebabkan karena Indonesia terlalu berbaik hati terhadap asing, sehingga mereka dengan semena-mena mengeruk SDA yang ada di negeri ini.
Dengan bebasnya negara asing dipersilakan keluar masuk, secara tidak langsung Indonesia sudah menjadi jajahan asing. Jika dulu negeri ini dijajah secara fisik tapi sekarang dijajah secara pemikiran, ini yang lebih parah. Indonesia menjadi pembebek negeri asing. Apalagi sejak Barat menawarkan kerja sama yang menguntungkan antara Indonesia dengan asing. Indonesia semakin terpuruk dan porak poranda.
Melihat Indonesia yang sedang terpuruk, Barat pun menawarkan bantuan keuangan untuk Indonesia agar bangkit lagi, dan pemerintah pun bak gayung bersambut, diterimalah bantuan itu. Dengan dalih memberikan bantuan dalam hal keuangan, barat pun mulai menampakkan belangnya, melihat keuntungan yang ada di negeri Indonesia. Wal hasil bantuan itu berubah menjadi pinjaman yang harus dibayar oleh pemerintah Indonesia.
Rakyat pun dijadikan tumbal untuk membayar utang negara yang sudah menumpuk. Rakyat harus membayar pajak, dipaksa ikutan BPJS, dll. Slogan kekuasaan dan kedaulatan berada di tangan rakyat tidak terbukti. Malah yang ada rakyat menderita dan sengsara karena ulah para penguasa yang tidak bertanggung jawab. Saat ini justru penguasa yang berkuasa dan kedaulatan berada di tangan pengusaha.
Sistem politik demokrasi kebalikan dengan sistem politik Islam. Dalam politik Islam, justru mencegah atau menutup rapat-rapat asing masuk ke negara khilafah, karena jika asing masuk ke negara khilafah, maka akan membuka celah jalan penjajahan. Salah satunya dengan menetapkan sistem pemilihan pemimpin yang terikat dengan fungsi penerapan syariat kaffah. Dengan demikian asing tidak semena-mena keluar masuk negara khilafah. Rakyat pun akan sejahtera dan menemukan keberkahan. Wallahu a'lam.