Kemiskinan meningkat ?Islam solusinya

Oleh: A.n Yuli'azizah

 Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel, Jumat (1/2) kemarin merilis angka kemiskinan di Banua. Berdasarkan data terakhir mereka, penduduk miskin di Kalsel pada periode Maret hingga September 2018 ternyata bertambah enam ribu orang.


Pada Maret 2018 misalnya, BPS Kalsel mencatat warga miskin di Banua berjumlah 189 ribu orang. Sedangkan, September 2018 meningkat menjadi 195 ribu orang.


Jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret–September 2018 jumlah penduduk miskin di perkotaan mengalami kenaikan 2 ribu orang. Sedangkan di perdesaan mengalami pertumbuhan 4 ribu orang.


Kepala BPS Kalsel Diah Utami mengatakan, untuk mengukur angka kemiskinan mereka melihat dari pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.


"Dengan pendekatan ini, kemiskinan dilihat dari ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran," katanya.


Dia mengungkapkan, jika penduduk memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan maka dikategorikan sebagai warga miskin.


"Garis kemiskinan di Kalimantan Selatan sendiri sebesar Rp436.163 perkapita per bulan," ungkapnya.(Prokal.co.banjarmasin.2/2 2019).


Berbicara masalah kemiskinan dan bagaimana pemecahannya  saat ini seakan seperti mengurai benang kusut .Diurai disini malah kusut di sana. Sangat sulit untuk diurai. Berbagai cara yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dalam mengentaskan kemiskinan seakan jalan di tempat. Dari tahun ke tahun selalu saja ditemui  adanya warga yang hidup dalam kemiskinan. Bahkan di tengah sulitnya hidup saat ini angka kemiskinan dan juga pengangguran baik di Kalsel maupun provinsi lainnya cenderung mengalami kenaikan.



Makna Kesejahteraan


Asumsi yang dibuat Pemerintah dalam menentukan garis kemiskinan adalah mereka yang memiliki pengeluaran di bawah Rp 436.163 perkapita perbulan (sekitar Rp 14 ribu perhari). Penentuan ambang batas kemiskinan tersebut patut dipertanyakan . pasalnya, standar Pemerintah dalam menentukan angka kemiskinan tidak logis. Bayangkan, setiap orang dengan pengeluaran Rp 15 ribu rupiah perhari, misalnya, dianggap telah sejahtera. Mereka dianggap bukan orang miskin. Padahal jelas, dengan Rp 15 ribu perhari, orang hanya bisa makan sekali sehari. Itu pun alakadarnya. Lagi pula, manusia hidup tak cuma butuh makan. Apalagi cuma sekali sehari. Manusia hidup juga butuh pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, biaya transportasi, dll. Faktanya, semua itu tidak gratis.Jelas standar kemiskinan Rp. 14 ribu perhari sangat merendahkan orang miskin. Dan Jika yang digunakan adalah standar kemiskinan dari PBB yaitu sekitar Rp 27.550/ hari ,maka pastilah jumlah warga yang terkategori miskin akan melejit .


Standar Islam


Dalam Islam, kemiskinan tidak dinilai dari besar pengeluaran atau pendapatan, tetapi dari pemenuhan kebutuhan asasiyah (pokok) secara perorangan. Kebutuhan pokok itu mencakup sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan pendidikan secara layak. Allah SWT berfirman :

" Kewajiban para ayah memberikan makanan dan pakaian kepada keluarga secara layak (TQS al-Baqarah [2].


"Tempatkanlah para istri di tempat mana saja kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian.

Janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka (TQS ath-Thalaq [85]: 6).


Bahkan dalam Islam, orang baru dikatakan kaya atau sejahtara jika memiliki kelebihan harta di atas 50 dirham. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:

“Tidaklah seseorang meminta-minta, sementara ia kaya, kecuali pada Hari Kiamat nanti ia akan memiliki cacat di wajahnya.” Ditanyakan kepada beliau, “Ya Rasulullah, apa yang menjadikan ia termasuk orang kaya?” Beliau menjawab, “Harta sebesar 50 dirham...” (HR an-Nasa’I dan Ahmad).

Mengomentari hadis di atas. Syaikh Abdul Qadim Zallum menyatakan, “Siapa saja yang memiliki harta sebesar 50 dirham—atau setara dengan 148,75 gram perak, atau senilai dengan emas seharga itu—yang merupakan kelebihan (sisa) dari pemenuhan kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal; juga pemenuhan nafkah istri dan anak-anaknya serta pembantunya—maka ia dipandang orang kaya. Ia tidak boleh menerima bagian dari zakat (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwâl fî ad-Dawalah al-Khilâfah, hlm. 173).

Jika satu dirham hari ini setara dengan Rp 50 ribu saja, maka 50 dirham sama dengan Rp 2,5 juta. Kelebihan harta di atas 2,5 juta itu tentu merupakan sisa dari pemenuhan kebutuhan pokoknya (makanan, pakaian, perumahan; juga nafkah untuk anak, istri dan gaji pembantunya.


Cara Islam Mengentaskan Kemiskinan


Pertama: Secara individual, Allah SWT memerintahkan setiap Muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya . Rasulullah saw  bersabda:

طَلَبُ الْحَلالِ فَرِيضَةٌ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ

Mencari rezeki yang halal adalah salah satu kewajiban di antara kewajiban yang lain (HR ath-Thabarani).


Kedua: secara jama’i (kolektif) Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah saw. bersabda:

مَا آمَنَ بِي مَنْ بَاتَ شَبْعَانَ وَ جَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَ هُوَ يَعْلَمُ

Tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu (HR ath-Thabrani dan al-Bazzar).

Rasulullah saw. juga bersabda:

أَيُّمَا أَهْلِ عَرْصَةٍ ظَلَّ فِيهِمُ امْرُؤٌ جَائِعٌ، فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُمْ ذِمَّةُ اللَّهِ

Penduduk negeri mana saja yang di tengah-tengah mereka ada seseorang yang kelaparan (yang mereka biarkan) maka jaminan (perlindungan) Allah terlepas dari diri mereka (HR Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah).


Ketiga: Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk tentu menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah saw. bersabda:

فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).


Di Madinah, sebagai kepala negara, Rasulullah saw. menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada zaman beliau ada ahlus-shuffah. Mereka adalah para sahabat tergolong dhuafa. Mereka diizinkan tinggal di Masjid Nabawi dengan mendapatkan santunan dari kas negara.

Saat menjadi khalifah, Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab biasa memberikan insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Beliau juga membangun “rumah tepung” (dar ad-daqiq) bagi para musafir yang kehabisan bekal.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz membuat kebijakan pemberian insentif untuk membiayai pernikahan para pemuda yang kekurangan uang.

Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah dibangun rumah sakit-rumah sakit lengkap dan canggih pada masanya yang melayani rakyat dengan cuma-cuma.

Hal di atas hanyalah sekelumit peran yang dimainkan penguasa sesuai dengan tuntunan syariah Islam untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya.


 Saat ini kemiskinan yang menimpa umat lebih merupakan kemiskinan struktural/ sistemik,yakni kemiskinan yang diciptakan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara /penguasa.Itulah sistem kapitalisme-sekulerisme. Sistem ini lah yang telah membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang. Di negri ini termasuk Kalimantan Selatan didalamnya telah lama terjadi privatisasi sektor publik seperti pertambangan ,air , minyak bumi dan mineral. Akibatnya ,jutaan rakyat terhalang untuk menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan tersebut yang sejatinya adalah milik mereka.


Disisi lain rakyat seolah dibiarkan untuk hidup mandiri. Penguasa/negara lebih banyak berlepas tangan ketimbang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Bahkan penguasa saat ini baik pusat maupun daerah lebih banyak disibukkan dengan melakukan pembangunan infrastruktur berupa jalan tol, kereta api, bandara dll.


Di Kalsel sendiri untuk tahun 2019 ini ,pembangunan sejumlah infrastruktur baru , akan segera di laksanakan mulai dari pembuatan jembatan, jalan, hingga gedung.


Walaupun pembangunan segala infrastruktur ini dimaksudkan untuk memberi manfaat kepada masyarakat luas  dan dapat membuka lapangan pekerjaan   akan tetapi cara ini tidak bisa dijadikan solusi untuk dapat mengentaskan  kemiskinan secara keseluruhan. Karena andaikan banyak warga yang bisa mendapatkan pekerjaan dan memiliki pendapatan  sehingga bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya , tetaplah tidak mencukupi pemenuhan seluruh kebutuhan hidupnya sebagai manusia secara layak  mulai dari kebutuhan sandang,pangan dan papan. Ditambah lagi kebutuhan akan pendidikan ,kesehatan dan keamanan ,yang saat ini pemenuhannya hampir secara keseluruhan dengan berbayar. Contoh misalkan dibidang kesehatan , dimana warga diwajibkan membayar iuran BPJS setiap bulan. Artinya ,warga sendirilah yang menjamin biaya kesehatan mereka, bukan negara.


Karena itu saatnya kita mencampakkan sistem selain Islam yang telah terbukti mendatangkan musibah demi musibah kepada kita. Sudah saatnya kita kembali pada syariah Islam yang berasal dari Allah SWT . Hanya syariah-Nya yang bisa menjamin keberkahan hidup manusia.

Lebih dari itu ,penerapan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh kehidupan adalah wujud ketaqwaan yang hakiki kepada Allah SWT. Wallahu 'a'lam.


Penulis aktiv pada:

Pengasuh MT .Nurul Hijrah Banjarbaru ,Kalsel

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak