drg. Endartini Kusumastuti
(Praktisi Kesehatan)
Di era digital saat ini, dimana media sosial berkembang dengan pesat dan masif, media arus utama tetap sangat dibutuhkan sebagai penjernih dan pemberi informasi terverifikasi. Walaupun, saat ini setiap orang bisa menjadi wartawan dan bisa menjadi pemimpin redaksi, juga bisa menciptakan kegaduhan, membangun ketakutan, serta pesimisme. Saat ini, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 143,26 juta jiwa atau 54,68% dari total populasi. Dari jumlah ini 87,13% mengakses layanan media sosial. Bahkan seringkali yang viral di media sosial biasanya menjadi rujukan dan bahkan tidak jarang menjadi rujukan media-media konvensional. Namun demikian, menurut Edelman Trust Barometer 2018, media konvensional atau media arus utama ternyata tetap lebih dipercaya dibandingkan dengan media sosial.
Penyaji Informasi ataukah Lidah Kapitalis
Kondisi media saat ini, baik itu media sosial maupun media arus utama, makin masif dengan berita yang disajikan. Namun, seiring dengan banyaknya kepentingan, membuat media seolah tak memberikan sisi netralitas dirinya sebagai insan yang mampu memberikan edukasi dan kebenaran informasi. Bahkan seringkali, media malah menjadi bumper bagi pihak tertentu untuk melanggengkan kepentingannya. dikarenakan bekerja sama dengan pemilik modal untuk menyembunyikan fakta di belakang berita yang sedang disajikan. Di era ini, media akan menghadapi dilema yang sulit. Ketika prinsip pemberitaannya mewajibkan dia memberikan informasi yang akurat, di sisi lain, tekanan dari penguasa dan pengusaha seolah tidak mampu membuat insan pers untuk terus meneguhkan jati dirinya sebagai sumber informasi yang akurat bagi masyarakat, mengedukasi masyarakat, dan tetap melakukan kontrol sosial, serta memberikan kritik konstruktif.
Arus deras berita hoax yang beredar di masyarakat seolah tak mampu dibendung. Bahkan makin banyak bemunculan media karbitan yang hanya sekedar untuk eksis di kancah publik. Semuanya tak lain karena asas kebebasan pers di era kapitalis ini amat kental dengan kepentingan pemilik modal. Siapa di belakang media itu, maka dialah yang mampu menyetir pemberitaan yang akan disajikan kepada publik. Alih-alih mengedepankan tujuan edukasi dan sarana informasi, malah menjadi corong bagi kalangan tertentu. Dengan mengesampingkan tentunya fakta-fakta di lapangan tentang segala persoalan yang sedang terjadi di masyarakat.
Dalam sistem saat ini yang mengedepankan materi, akan selalu berusaha memikirkan untung rugi dari sisi manfaat, bukan karena ketakutan akan dosa. Kebebasan media saat ini seolah hanya untuk memenuhi target, promosi atau bahkan sekedar informasi berbungkus pencitraan. Kebebasan pers seolah mendapat angin segar di dalam sistem ini, karena bebas mengopinikan sesuatu dibalik kebenaran, bahkan bisa mengambil sudut pandang yang lain atas suatu kejadian. Miris dan ironis memang, ketika media yang beredarpun hanya memenuhi kepala masyarakat dengan tudingan tendensius tanpa melihat kejadian yang sebenarnya. Berbagai paham asingpun makin mengaliri arus informasi yang berkembang di masyarakat, baik budaya hedonisme, liberalisme maupun feminis gender yang kian menggerogoti umat, tak mampu membedakan mana yang buruk dan mana yang baik untuk dijadikan santapan informasi.
Media Massa dalam Pandangan Islam
Media massa di dalam Islam adalah untuk kepentingan dakwah Islam mempunyai fungsi strategis, yaitu melayani ideologi Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat islami yang kokoh. Media islam menjadi sarana menjelaskan semua tuntunan hidup baik berdasar syari'at, beberapa nilai dan panduan bersikap hingga peningkatan kualitas hidup dengan pemanfaatan iptek. Media juga sarana menunjukkan kesesatan ideologi dan pemikiran di luar islam serta mengungkap cara busuk yang digunakan untuk menjerumuskan manusia pada kehinaan dan kehilangan fitrah manusia. Di samping itu, juga menjadi sarana informasi, edukasi dan persuasi serta hak berekspresi publik dalam rangka amar ma'ruf nahi munkar dan muhasabah kepada penguasa. Oleh karena itu media massa dalam islam akan mampu mewujudkan masyarakat cerdas karena memiliki tuntunan yang jelas dalam semua urusan hidupnya, mampu memilah mana yang benar-salah, juga peduli karena adanya budaya kritis terhadap lingkungan dan berani menasehati penguasa.
Peringatan hari PERS nasional tahun ini yang digelar 9 Februari lalu, hendaknya menjadi kesempatan besar bagi insan pers untuk mengembalikan peran media kepada khittahnya. Ketaqwaan individu dalam insan pers hendaknya menjadi pilar utama untuk menegakkan kebenaran informasi bagi masyarakat. Wartawan maupun kontributor berita akan selalu berpijak bahwa apapun yang disampaikan lewat pena tajamnya akan mampu memberikan wawasan, edukasi dan informasi kepada publik. Sebagaimana sebuah hadits, “ sampaikanlah kebenaran meskipun itu pahit”. Karena masyarakat sebagai pengontrol akan mampu menjadi penyeimbang antara individu sebagai objek aturan dengan penguasa sebagai pengelola kebijakan. Sedangkan negara akan menjadi pengatur urusan warganya dengan memfilter arus informasi yang beredar di masyarakat. Ketiga pilar inilah yang nantinya mampu memberikan wawasan yang luar biasa kepada masyarakat betapa informasi yang beredar bukan sekedar hoax atau kabar bohong, tetapi sebuah kebenaran yang akurat, informasi yang berbobot dan edukasi yang memberikan pencerahan kepada masyarakat. Generasi muda pun akan mendapatkan informasi yang berdayaguna dari media yang beredar. Wallaahu a'lam.