Oleh: Rosmiati,S.Si
Heboh tabloid Indonesia Barokah mewarnai jalannya pemilu tahun ini. Tentu ini bukanlah hal baru. Pasalnya pada tahun 2014 silam tabloid Obor Rakyat pernah hadir dalam detik-detik menjelang pilpres. Kendati pun kini hadir dengan nama yang berbeda, namun kontennya kurang lebih sama, dimana keduanya kerap menyudutkan salah satu kandidat Capres dan Cawapres. Jika di tahun 2014 pasangan Jokowi-JK yang menjadi sasaran (Kompas.com 4/06/14), di pemilu kali ini Paslon Prabowo-Sandi yang menjadi sorotan utamanya (Republika 27/01/19).
Pihak TKN Prabowo-Sandi pun menyampaikan keberatannya terhadap konten tabloid yang telah beredar di beberapa daerah di pulau Jawa tersebut. Kendati pun merasa dirugikan, namun ini dibantah oleh Bawaslu. Pihak Bawaslu sendiri menolak dan tidak sependapat jika isi dari tabloid barokah itu melanggar aturan main dari proses kampanye. Anggota komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar, mengatakan bahwa tabloid barokah tidak memenuhi unsur pelanggaran kampanye sebab dari penelusuran yang dilakukan pihaknya, tak dijumpai asal muasal dari tabloid itu. Alamat kantor redaksi yang tertera pada tabloid tak ditemukan.
_Lemahnya sanksi hukum_
Tabloid Indonesia Barokah seakan menggantikan tabloid Obor Rakyat yang juga pernah muncul ketika pemilu 5 tahun silam. Dikutip dari Apa Kabar Indonesia Malam yang disiarkan oleh TV One edisi 25/01/19, Saleh Daulay mengungkapkan bahwa biaya pengiriman dari media cetak ini yakni sebesar 1,4 miliar secara nasional. Dan biaya ini belum termaksud biaya cetak dan lain-lain. Selain itu, masih pada sumber yang sama, Agus Sudibyo selaku anggota dewan pers mengatakan bahwa yang mengerjakan media tabloid barokah kemungkinan bukanlah pemain baru di dunia jurnalistik sebab jika dilihat dari cara menulis dan rubrikasinya cukup baik. Berangkat dari aspek ini pula beliau mengutarakan bahwa yang membuat tabloid ini adalah mantan wartawan juga.
Sebagaimana yang dikatakan pada paragraf sebelumnya, bahwa fenomena ini bukanlah hal baru. Di tahun 2014 juga pernah muncul sebuah tabloid yang juga menyudutkan salah satu kandidat. Pelakunya pun telah diberi sanksi hukum dengan 8 bulan kurungan. Namun rupanya hukuman tersebut belum mampu menciptakan efek jerah bagi masyarakat lain untuk tidak melakukan hal yang sama buktinya kejadian itu kembali terulang dalam masa-masa pesta demokrasi tahun ini.
_Jalannya kampanye haruslah sehat_
Setiap 5 tahun sekali bangsa ini melakukan salah satu prosesi dalam kehidupan berdemokrasi yakni memilih pemimpin. Dalam prosesnya disiapkan satu sesi dimana para petarung berhak untuk memperkenalkan dirinya beserta visi dan misinya serta apa-apa saja yang kelak akan dilakukan ketikan terpilih. Dalam konstistusi telah diatur bahwa kampanye harus dilakukan dengan baik tidak dengan meramu bumbu-bumbu narasi yang memicu pertentangan dan merugikan serta saling menjatuhkan. Mencerdaskan kehidupan bangsa itulah amanat konstitusi maka layaknya setiap momen yang diselenggarakan bangsa ini harusnya bermuara pada pencerdasan nalar publik. Ditambah lagi, perkara memilih pemimpin adalah sebuah proses yang sangat krusial dalam kehidupan berbangsa Sebab keberlangsungan hidup bangsa kedepannya akan ditentukan oleh pemimpin.
Kewarasan nalar publik harus senantiasa dijaga dalam masa-masa ini. Konten informasi yang disebarkan ke publik pun harus berangkat dari kebenaran bukan hal yang diada-adakan serta penyampaiannya haruslah berimbang. Sebagaimana ungkapan Agus Sudibyo bahwa pada media tabloid Indonesia Barokah penyampaiannya hanya pada satu pihak dan tidak ada konfirmasi dari pihak yang diberitakan.
Oleh karena dengan maraknya kasus yang terjadi secara berulang-ulang di negeri ini maka pemberian sanksi hukum yang tegas lagi menjerakan kepada pelaku itu diperlukan dan ditingkatkan. Karena sejatinya hukum yang dijatuhkan kepada pelaku tidak hanya sekedar memberikan sanksi melainkan juga sebagai pelajaran bagi masyarakat agar tidak melakukan hal yang sama (menjerakan). Sebagaimana dalam pandangan Islam bahwa sanksi hukum itu diterapkan dalam rangka untuk mencegah (zawajir). Itulah mengapa jika dimasa Rasul dan para sahabat pemberian sanksi dilaksanakan ditempat umum dan disaksikan oleh banyak orang. Bukan untuk menampakan aib dari pelaku tetapi dengan tujuan untuk memberikan efek jera bagi masyarakat sehingga tidak melakukan hal yang sama.
Begitu pula dengan pelanggaran lainnya, dimana para pemimpin kala itu tidak tanggung-tanggung dalam memberikan sanksi hukum. Hal yang diurusi dalam roda kepemimpinan itu tidaklah sedikit, dan mengurus kasus yang kian berulang tentu membuang-buang energi dalam kepemimpinan.
Maka sebaiknya kasus itu dituntaskan saja dengan menjatuhkan sanksi yang benar-benar akan membuat kapok pelaku dan juga masyarakat lainnya. Sama halnya dengan kasus munculnya kembali tabloid menjelang pilpres. Perlu untuk diberikan sanksi hukum yang tegas bagi pelaku jika kelak terbukti melanggar hukum agar kedepannya kejadian ini tidak terulang kembali. Dan kendati pun niatnya ingin bersumbangsi dalam masa kampanye maka sebaiknya memuat konten-konten informasi yang mendidik lagi mencerdaskan serta berangkat dari sebuah kebanaran.
Wallahu’alam bishowab