Oleh : Kunthi Mandasari
Pernyataan Wali Kota Semarang menjadi kontroversial. Pasalnya bagi masyarakat yang tidak memilih pasangan nomor urut 01 tidak boleh menggunakan jalan tol.
"Disampaikan ke saudaranya di luar sana, kalau tidak mau dukung Jokowi jangan pakai jalan tol," kata Hendrar, Wali Kota Semarang, (cnnindonesia.com, 02/02/2019).
Terlebih keluar klaim bahwa keberadaan jalan tol trans Jawa karena kerja keras Jokowi. Pernyataan yang menggelitik dan tanpa dasar.
Jalan merupakan bagian infrastruktur untuk publik. Keberadaannya wajib disediakan oleh negara. Karena sudah menjadi tanggungjawab negara. Jadi, keberadaan tol merupakan hal yang lumrah, bukan sebuah prestasi. Apalagi keberadaan tol sebagai jalan yang berbayar. Bukan disediakan gratis untuk masyarakat umum. Setiap orang yang menggunakan harus mengeluarkan biaya yang tidak murah. Pasalnya tarif yang dipatok sangat tinggi, yang memberatkan pengemudi.
Dari tol yang diklaim sebagai prestasi, justru tak ada manfaat yang dirasakan rakyat secara luas. Yang ada justru berimbas pada penurunan omset pedagang yang ada di sekitar jalur Pantura.
Karena sekuler yang menjadi pijakan. Baik dan buruk ditakar dengan manfaat. Contohnya klaim tehadap tol yang sebagai prestasi, karena di sana bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Jadi penguasa bermental pedagang kok dianggap berprestasi? Pasti ada yang salah dari cara pemahamannya. Sehingga tertanam anggapan bahwa sebagai penguasa berarti berkuasa. Bisa membuat kebijakan seenaknya. Tak heran jika rela berdesak-desakan untuk mendapatkannya.
Menjadi penguasa itu sebuah amanah, ada banyak tanggung jawab besar. Tidak bisa berleha-leha karena harus mengabdikan diri menjadi pelayan rakyat. Dan setiap kebijakan serta perbuatannya pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Dan seorang muslim yang taat, paham akan konsekuensi tersebut. Seperti kisah yang sudah masyur, tatkala Umar bin Al Khatab terpilih sebagai khalifah, justru yang keluar kalimat istirja'. Bukan euforia seperti yang ada dalam sistem demokrasi.
Demokrasi merupakan sistem rusak yang merusak. Yang lahir dari akal yang terbatas. Jika keberadaannya terus dilanggengkan, maka tinggal menunggu kehancuran saja. Tidak ada kemuliaan di sana, karena yang dijanjikan semu belaka.
Sudah saatnya mencampakkan sistem ini. Dan beralih pada sistem Islam, yang telah terbukti membawa keberkahan. Mampu menuntaskan seluruh problematika. Dengan akidah Islam yang terpancar dari berbagai lini. Menjadikan syariat Islam sebagai satu-satunya solusi.