Oleh Lulu Nugroho*
Tantangan dunia pendidikan kini semakin berat. Jika anak usia 13 sampai 16 tahun telah berani melakukan maksiat, maka pendidikan model apa yang sebenarnya paling tepat untuk mencegah terjadinya hal itu. Sementara, setiap pagi orang tua ketika melepas anak-anak pergi ke sekolah, dengan penuh harapan agar mereka menjadi generasi mulia.
Akan tetapi yang terjadi benar-benar jauh panggang dari api. Dunia pendidikan di Kabupaten Kuningan tercoreng dengan beredarnya video tak senonoh sepasang muda-mudi diduga pelajar SMP di wilayah Utara Kuningan. Video berdurasi 1 menit 39 detik tersebut memperlihatkan adegan tak senonoh pelajar SMP di dalam ruang kelas yang tengah sepi.
Video mesum yang diduga diambil secara sembunyi-sembunyi tersebut pun viral dan ramai menjadi perbincangan berbagai grup media sosial WhatsApp dan lainnya.Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan Maman Hermansyah saat dikonfirmasi tentang video mesum sepasang pelajar SMP di Kuningan tersebut mengaku telah mengetahuinya.
Pihaknya pun telah menindaklanjuti kasus tersebut, “Kami sudah memanggil pihak sekolah untuk klarifikasi. Kami masih mendalaminya, bahkan sudah sampai ke pihak kepolisian,” ungkap Maman singkat. Sungguh fakta yang mengerikan. Apalagi jika kita mundur ke belakang melihat data yang berhasil dihimpun media, ternyata kasus ini sangat serius.
Malah akan semakin besar jika tidak mendapat penanganan serius. Sebab terlihat pada tahun 2016, angka dispensasi nikah pada usia di bawah umur, mengalami peningkatan. Dari data Pengadilan Agama Cirebon, sebanyak 157 anak yang menikah pada usia di bawah umur. Sedangkan pada tahun sebelumnya, mencapai 72 kasus.
Koordinator WCC Mawar Balqis, Sa’adah mengatakan, dari data yang ada, didapatkan dispensasi menikah pada usia di bawah umur itu rata-rata 12 hingga 16 tahun. Meningkatkannya angka ini, karena sudah terjadi hubungan badan di luar nikah, sehingga orang tua anak tersebut memaksakan untuk dinikahkan. Selain itu, dari data yang ada, disebabkan karena sudah hamil duluan. (Radar Cirebon 10/10/2016)
Mirisnya, di seluruh dunia pun terjadi kehamilan yang tak direncanakan sebanyak 41 persen atau hampir setengah dari 208 juta kehamilan. Berdasarkan data yang dirilis WHO (World Health Organization), 11 persennya berasal dari remaja perempuan berusia 15-19 tahun. Itu artinya, dalam satu tahun terjadi 16 juta kehamilan pada remaja perempuan. (kumparan 3/10/2017).
Oleh sebab itu, perlu adanya upaya sungguh-sungguh dari seluruh komponen yang ada, tidak hanya menyerahkan persoalan ini pada institusi pendidikan. Tapi juga menggerakkan individu, umat dan negara agar bersinergi untuk mengatasi seluruh permasalahan umat. Mengurainya hingga ke akar masalah. Sebab seluruh masalah terjadi secara sistemik, maka mengatasinya pun perlu solusi sistemik.
Solusi pertama datang dari keluarga. Di sana dibentuk ketahanan keluarga. Menumbuhkan keimanan yang baik agar setiap anggota keluarga siap ketika berinteraksi di tengah umat. Pendidikan dan pengasuhan dengan Islam, membuat anak terbiasa membentengi keimanan mereka.
Selain keluarga, juga perlu solusi dari umat sebagai mekanisme kontrol. Umat yang dibentuk dengan landasan keimanan yang kokoh, akan saling menjaga antara individu satu dengan yang lainnya. Pelaku maksiat akan malu dan takut, saat aktivitas dosanya terlihat. Sebab umat akan langsung bereaksi menyerang mereka.
Begitupun sebaliknya, jika masyarakat melakukan pembiaran, maka akan tumbuh pelaku-pelaku maksiat baru. Maka perlu adanya kesamaan nilai 'baik' dan 'buruk' yang ada di rumah dengan yang ada di tengah umat. Suasana keimanan terwujud di tengah umat, jika negara mengurusi umat menggunakan aturan yang sahih.
Negaralah yang memegang peranan sangat besar dalam mengatasi persoalan umat. Negara memiliki wewenang untuk menjaga keimanan rakyatnya. Melalui kebijakan aturan sosial, konten pornografi dan porno aksi yang masuk melalui media, juga terhadap persanksian. Hukum yang tegas akan membuat pelaku maksiat, takut. Menutup seluruh pintu zina hingga tak ada lagi yang berani mendekatinya.
Sebaliknya negara yang abai, maka persoalan umat akan menggunung. Hal ini akan menjadi bumerang, membebani negara itu sendiri. Solusi pragmatis yang tidak mengakar, hanya akan menghasilkan persoalan baru. Maka kesimpulannya, ri'ayah dan solusi ala liberalisme yang sekarang diemban, sungguh tidak tepat bagi umat Islam.
Liberalisme merusak, dan terbukti menghasilkan persoalan yang tidak ada habis-habisnya di tengah umat. Umat tidak mampu bangkit, sebab hari-harinya dipenuhi masalah yang dihasilkan oleh liberalisme itu sendiri. Ia pun bahkan tidak mampu memberikan solusi hakiki. Maka perlu adanya perubahan mendasar di negeri ini, yaitu mengganti solusi yang biasa diambil umat, dengan solusi Islam.
Juga mengganti asas meri'ayah umat dengan Islam. Sebab Islam memiliki seperangkat sistem kehidupan. Tidak hanya sistem sosial, sistem pendidikan, juga persanksian, diatur dalam Islam. Sebagai sebuah agama, Islam tidak hanya mengatur ibadah, akan tetapi juga seluruh perkara kehidupan yang berjalan di tengah umat. Itulah sebabnya Islam tepat jika dijadikan solusi bagi seluruh persoalan umat. Sebab datangnya dari sang Pencipta.
Allah ta’ala berfirman,
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidaklah beriman, sampai mereka menjadikanmu -Muhammad- sebagai hakim/pemutus perkara dalam segala permasalahan yang diperselisihkan diantara mereka, kemudian mereka tidak mendapati rasa sempit di dalam diri mereka, dan mereka pun pasrah dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa’: 65)
Jika umat ingin menuntaskan persoalan generasi, maka gunakan solusi Islam. Kemudian mengganti pengurusan umat dengan Islam, agar tidak muncul masalah baru. Penerapan Islam sebagai sebuah sistem kehidupan terbukti mampu menjadikan umat Islam sebagai umat yang bangkit. Negaranya menjadi imperium yang menguasai 2/3 dunia selama 13 abad. Maka saatnya kembali pada Islam, pada solusi hakiki bagi umat. Wallahu 'alam.