Mulyaningsih, S.Pt
Semua orang sepakad bahwa rumah tangga yang ideal adalah ketika sakinah mawaddah wa rahmah telah dicapai. Rasa kasih sayang, kedamaian, ketentraman dan saling percaya akan hadir di antara anggota keluarga. Hal tersebut dambaan setiap insan, terkesan begitu mudah di terapkan namun nyatanya sulit untuk diaplikasikan. Bahkan kenyataan membuktikan bahwa tidak sedikit rumah tangga yang berumur jagung, berujung pada sebuah kata yang amat pahit dirasa. Kata itu adalah perceraian.
Di negeri yang kita cintai ini, ternyata ada fakta mengejutkan terkait dengan keluarga. Setiap satu jam (60 menit) ada 40 rumah tangga mengalami proses perceraian. Kasubdit Kepenghuluan Direktorat Urais dan Binsyar Kemetrian Agama, Anwar Saadi mengatakan bahwa ada kenaikan angka perceraian dari tahun 2009 sampai 2016. Kenaikan tersebut mencapai angka 16-20 persen. Puncak angka perceraian terjadi di tahun 2012 yaitu ada 372,557. Dari fakta tersebut dapat dikalkulasikan bahwa ternyata ada 40 kasus perceraian untuk setiap jamnya di Indonesia.
Fakta lain, Pengadilan Agama (PA) Kelas I Batam, Kepulauan Riau, mancatat sepanjang tahun 2018 jumlah kasus perkara perceraian di Batam mencapai 2.456 kasus. Bahkan, angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2017 lalu. " Pada 2018, kasus perceraian di Batam meningkat, bahkan sampai saat ini masih ada 247 kasus yang belum ada keputusan hingga saat ini," kata Ifdhal Tanjung, Humas PA Kelas I Batam, Kamis (10/1/2019).
Menurut Ifdhal, peningkatan ini naik sekitar 15 persen dari angka 2017 lalu. Sebab di 2017 ada 2.243 kasus perkara perceraian (regional.kompas.com, 10/01/2019).
Dari data-data yang ada, kenyataan berbicara bahwa perceraian terjadi pada usia pernikahan seumur jagung. Hal ini terlihat dari penggugat yang rata-rata berusia di bawah 35 tahun. Yang lebih mengejutkan adalah angka gugat cerai ternyata lebih dominan jika dibandingkan dengan cerai talak. Perbandingan angka gugat cerai dengan cerai talak adalah 70:30, artinya adalah 7 dari 10 orang istri ternyata berani melakukan aksi meminta cerai kepada suami.
Dari realitas yang ada sekarang ini, ternyata Indonesia dalam posisi darurat dari segala lini, tak hanya darurat pelecehan seksual, narkoba, kenakalan remaja, tindakan korupsi dan kini ada sandangan baru yaitu darurat ketahanan keluarga.
Angka diatas tadi dapat mengindikasikan rapuhnya institusi rumah tangga yang ada pada sistem sekuler saat ini. Hal tersebut bukan hanya disebabkan karena faktor internal rumah tangga tersebut, akan tetapi banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya perceraian. Keluarga yang tidak harmonis ini disebabkan oleh adanya godaan globalisasi yang sekarang ini sangat merajalela. Bangunan keluarga menjadi sangat rapuh ketika disandingkan dengan nilai-nilai global ala-ala Barat. Mereka lupa berpegangan dengan agama mereka sendiri, yaitu Islam.
Ternyata hal ini sudah lama terjadi, malah sebelum bingkai rumah tangga terbentuk. Tak sedikit dari para remaja yang senang sekali melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Islam. Misalnya adalah aktivitas pacaran dan pergaulan bebas. Bahkan sampai terwujud aktivitas yang dilaknat oleh Allah SWT yaitu perzinahan. Padahal Allah sudah memberikan kehalalan dari hubungan laki-laki dan perempuan lewat sebuah ikatan suci, yaitu pernikahan.
Dalam pandangan Islam tak ada istilah pacaran dan pergaulan bebas. Karena memang diatur dalam Al Qur'an dan hadist Nabi. Tak hanya itu, tujuan dari pernikahan juga jelas yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Kalau sekarang, sebagian besar tujuan dari pernikahan itu hanya sekedar mencari kesenangan dunia saja seperti terpenuhinya kebutuhan biologis dan materi. Walhasil, keluarga akan semakin terombang-ambing jika tidak ada pondasi dan pegangan yang kokoh.
Permasalahan keluarga di negri ini tak cukup diserahkan hanya pada individu-individu semata, perlu adanya peranan Negara di dalamnya. Negara berkewajiban untuk menjadikan akidah Islam sebagai pondasi dan tuntunan untuk membangun biduk rumah tangga muslim. Tak cukup hanya dengan kursus singkat pra nikah tetapi harus ada pemahaman yang tertancap kuat dalam diri-diri kaum muslim. Hal ini bisa diterapkan dalam dunia pendidikan, melalui kurikulum yang diajarkan sekolah-sekolah. Singkatnya, ketika kurikulum sekolah berdasar pada akidah Islam maka akan mencetak generasi yang bertakwa dan mempunyai pondasi iman yang kokoh. Mereka paham benar bahwa hidup ini semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah semata. Sehingga akan menjadi pemahaman yang berakar kuat dalam diri bahwa ketika dewasa bahwa pernikahan adalah salah satu ibadah kepada RobbNya yang bernilai pahala. Dengan begitu, akan kokoh bangunan rumah tangga.
Disisi yang lain, Negara harus bisa melawan nilai-nilai di luar Islam yang akan merusak keutuhan rumah tangga. Termasuk disini adalah gaya hidup bebas, hedonisme dan budaya konsumtif. Berarti adalah sistem dan tatanan hidup yang selama ini ada harus diganti dengan sistem Islam. Hanya dengan sistem Islam semua dapat diatasi, tidak ada masalah yang tidak bisa dipecahkan.
Akhirnya, keharmonisan biduk rumah tangga perlu peran dari semua pihak. Yaitu ketakwaan individu, masyarakat yang telah takwa serta Negara yang takwa pula. Dengan kata lain bahwa hanya satu-satunya aturan Allah untuk dijadikan sebagai pondasi semuanya. Ketakwaan individu dapat dibentuk dari pembinaan ketakwaan dalam keluarga. Keluarga dapat membentuk ketakwaan individu ini jika memang keluarga memiliki ketahanan yang tangguh. Hal itu hanya bisa terwujud jika Negara menjamin serta memfasilitasi semua kebutuhan dasarnya. Walhasil, Negara perlu perombakan dari segala lini dan perlu mengganti sistem yang ada sekarang. Tentunya dengan menerapkan sistem Islam. Hanya dengan sistem Islam keluarga akan mempunyai pondasi yang kokoh dan akan melahirkan generasi yang tangguh. Dengan begitu maka eksistensi keluarga akan selalu ada dan terjaga karena ada perisai yang melindunginya. Ayo segera berjuang bersama untuk bisa menerapkan sebuah sistem yang mampu melindungi ikatan suci ini. Kalau bukan kita, maka siapa lagi. Dan kalau bukan sekarang maka kapan lagi. Itu anekdot yang bisa menjadi motivasi untuk kita bersama agar mampu menyelamatkan keluarga tercinta kita. Wallahu a'lam ( ).
Mulyaningsih, S.Pt
Pemerhati masalah anak, remaja dan keluarga
Anggota Akademi Menulis Kreatif (AMK) Regional Kalsel