Oleh Lulu Nugroho*
Agresi militer Israel sepanjang tahun 2018, meninggalkan korban syahid yang sangat besar di sisi kaum muslim. Begitu pun korban yang luka akibat banyaknya rumah yang hancur. "Total ada 295 warga Palestina terbunuh, dan lebih dari 29.000 orang terluka," kata Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan di Wilayah Terjajah Palestina, Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA).
“Ini adalah jumlah kematian tertinggi yang tercatat dalam satu tahun sejak konflik di Gaza pada 2014, dan jumlah korban terbanyak sejak Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan Mendokumentasikan jumlah korban di Wilayah terjajah Palestina pada 2005 “. Ada 7000 orang anak Palestina yang turut menjadi korban, mereka adalah yang paling lemah dan menderita akibat agresi Israel. (Al-ain.com/ Adara Relief Internasional 1/1/2019).
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB atau yang dalam Bahasa Inggris disebut Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) adalah sebuah kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dibentuk pada Desember 1991 oleh Resolusi Majelis Umum No. 46/182.
Resolusi ini dibuat untuk memperkuat respon PBB dalam membantu menangani keadaan darurat dan bencana alam yang kompleks, dengan mendirikan Departemen Urusan Kemanusiaan PBB. (Wikipedia)
Konflik Palestina telah terjadi lebih dari 100 tahun. Tak terhitung banyaknya korban keganasan Israel. Penembakan sniper zionis, menyasar remaja, bahkan anak-anak dan perempuan. Terjadi sejak tahun 1948, saat Israel memulai penjajahannya di tanah Palestina hingga hari ini. Bahkan jumlah tahanan Palestina pun mencapai angka jutaan.
Amal Ahmed Saada, seorang tahanan perempuan yang dibebaskan pada tahun 2016. Ia mengatakan bahwa penjajah Israel masih menahan sekitar 70 tahanan Palestina, termasuk 7 tahanan perempuan di bawah umur 16 tahun. Sejumlah 20 tahanan perempuan ditahan di penjara Damoon, dan 50 lainnya di Penjara Hasharon di Wilayah yang dijajah. ”Ada 70 tahanan Palestina di penjara Zionis Israel, termasuk perempuan dibawah umur karena tuduhan palsu.” Ungkap Amal.
Sejalan dengan hal itu, baru-baru ini mantan Menteri Pertahanan Israel, Avigdor Lieberman, Sabtu (09/02/2019), menyerukan pemberlakuan hukuman mati terhadap tahanan Palestina. Dalam sebuah status Twitternya, Lieberman menuliskan, “Hal yang tidak masuk akal, ketika seorang wanita berumur 19 tahun dibunuh atas dasar nasionalisme, kemudian pelakunya dibiarkan hidup di penjara.” (suarapalestina.com 10/2)
Sungguh mengerikan, dalam penjara mereka mengalami penyiksaan yang luar biasa. Tidak hanya itu, mereka juga mendapat pelecehan seksual, penghinaan, dan siksaan secara psikis. Kondisi penjara pun sangat minim. Tidak memenuhi standart internasional terkait hak-hak narapidana.
Penderitaan perempuan dan anak-anak Palestina di penjara-penjara Israel belum berakhir. Panjajah Zionis Israel terus melakukan penangkapan warga palestina termasuk perempuan dan anak, tanpa henti. Luka Palestina akan semakin menganga demi mempertahankan tanah air, keimanan mereka terhadap Islam, dan Masjid Al Aqsa yang merupakan milik umat Islam sedunia. (Albasaernewspaper.com)
Ilaa mataa? sampai kapan, membiarkan Palestina berjuang sendirian?. Seolah negeri ini sebagai single fighter. Berjuang seorang diri, tanpa saudara yang membela. Gambaran umat terpecah belah, yang menjadi santapan musuh-musuh Islam. Hal seperti ini tidak akan terjadi di saat ada Daulah. Khilafah dengan negara imperiumnya, tidak akan membiarkan umat tersakiti.
Kisah terkenal ketika Khalifah Abdul Hamid II menolak Theodore Hertzl yang meminta sebagian wilayah Palestina untuk pemukiman bangsa Yahudi. Sekalipun diiming-imingi materi berlimpah, tapi Khalifah tetap menolak,
"Selama aku masih hidup, takkan kubiarkan siapapun merampas tanah kaum muslimin. Aku tidak akan memberikan 1 inci-pun dari Palestina kepada Yahudi. Sebab Palestina bukan milikku, ia milik umat. Dan umat telah menumpahkan darah saat mempertahankan tanah ini".
Dalam Islam, nyawa umat sangat berharga. Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Tapi kini, umat meregang nyawa. Kekosongan kepemimpinan umat, terjadi sejak runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmani. Negara adi daya dengan luas wilayah sepertiga dunia, meliputi tiga benua sekaligus, akhirnya runtuh setelah berdiri kokoh selama 13 abad. Padahal umat selamanya harus memiliki raa'in dan junnah. Tanpa itu, hilanglah izzul Islam wal muslim.
Khalifah terakhir, Sultan Abdul Hamid II berjuang hingga akhir untuk mempertahankan kemuliaan umat. Menolak tunduk pada ideologi kufur. Menolak berbagai tawaran manis bangsa Yahudi yang menginginkan wilayah Palestina. Hingga akhirnya kehancuran negeri ini tidak bisa dielakkan ketika harus berhadapan dengan konspirasi besar.
Musuh-musuh Islam menyerang bukan hanya dengan militer, akan tetapi menguasai pemikiran umat dengan serangan tsaqofah. Bahkan mereka menghilangkan gambaran daulah. Juga menghilangkan kerinduan umat terhadap kejayaan Islam. Masa-masa kegemilangan yang membuat daulah bersinar bak mentari, tak terbayangkan di benak kaum muslim saat ini.
Hingga akhirnya umat hanya bertumpu pada solusi-solusi pragmatis. Berharap pada PBB, atau melalui jalan perundingan damai dengan musuh-musuh Islam. Padahal sejatinya mereka adalah negeri kafir harbi (darul harb). Negeri-negeri yang tidak berhukum dengan Islam, tidak dinaungi râyah Islam, dan jelas-jelas memerangi umat.
Tidak ada jalan damai bagi Darul Harb. Tidak ada ampun. Selamanya mereka harus diperangi. Melawan mereka dengan kekuatan yang sama, seperti yang mereka lakukan pada penduduk sipil selama ini. Tentara, harus berhadapan dengan tentara lagi. Untuk mengakhiri arogansi penjajahan, maka mereka harus diusir dari tanah Palestina.
Sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Utsmaniyah, tentara Islam sampai ke benteng Vienna di Austria. Setelah menaklukkan Eropa, yaitu Yunani, Bulgaria, Rumania, Albania dan Yugoslavia. Kekuatan tentara Islam, menggentarkan musuh. Hingga berkembang kala itu bahwa tentara Islam, tak terkalahkan.
Saatnya umat bersatu dengan kekuatan penuh. Dilandasi keimanan dan takwa membentuk satu tubuh. Agar bisa mengalahkan seluruh musuh-musuh Islam. Mengakhiri segala bentuk penjajahan terhadap Islam. Mengembalikan kejayaan Islam. Membebaskan muslim Palestina, Uyghur, Rohingya, Suriah dan seluruh muslim yang berada di bawah tekanan ideologi kufur.
Hanya Khilafah yang mampu melindungi umat. Kekuatan yang layak untuk dirindukan dan diperjuangkan kembali keberadaannya.
Muslim meriwayatkan melalui Abu Hurairah tentang sabda Nabi SAW: "Sesungguhnya imam adalah perisai. Di belakangnya orang-orang berperang dan dengannya orang-orang berlindung diri."
Wallahu 'alam.