Oleh : Indriana ( Pemerhati remaja)
Hai gaes, baru saja beberapa bulan kita memperingati 1 Desember sebagai hari AIDS Sedunia. Dimana peringatan ini diadakan sejak tahun 1988 itu artinya sudah berlangsung selama 30 tahun. Waaaaahhhh... lama dan panjaaang ya gaes. Peringatan ini gaes tujuannya untuk memunculkan kesadaran terhadap wabah penyakit AIDS yang di sebabkan oleh virus HIV.
Seharusnya nich gaes dengan adanya peringatan ini menjadikan kita semakin waspada terhadap virus yang mematikan dan agar virus ini tidak sampai berkembang luas.
Namun gaes, faktanya peringatan yang sudah berlangsung selama 30 tahun tidak menjadikan angka penderita HIV-AIDS berkurang dan tidak banyak membunuh orang dari tahun ke tahunnya.
Tapi justru sebaliknya angka penderita HIV-AIDS semakin meningkat. Ini terbukti dengan adanya pernyataan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo Jawa Timur ABU BAKAR ABDI telah mencatat jumlah penderita HIV-AIDS selama 2018 sebanyak 214 orang dan 50 penderita meninggal dunia termasuk 2 orang di antaranya masih balita. Antaranews.com (selasa 12/2/2019).
Jadi gaes selama 2018 penderita HIV-AIDS sudah tercatat sebanyak 1009 orang dan setiap tahunnya ada sepertiga dari penderita meninggal dunia. Iiiiiihhhhhh.... serem
Gaes, penyebaran virus HIV-AIDS sudah tidak bisa di bendung dan telah berkembang pesat, tahun 2014 saja provinsi Jawa Timur mendapatkan peringkat ke 2 kasus AIDS di Indonesia sedangkan urutan pertama di raih oleh provinsi Papua.
Maraknya perilaku seks bebas, khususnya di kalangan remaja berbanding lurus dengan inveksi HIV-AIDS, kasus penularan HIV-AIDS terbanyak ada dikalangan heteroseksual 49.3% dan IDU alias jarum suntik 40.4% selaian itu penularannya juga melalui penyalahgunaan narkoba.
Data ini merupakan cerminan betapa bobroknya moral hingga melanggar agama dimana seks bebas, kecanduan narkoba adalah perbuatan maksiat yang dilarang agama namun telah terbukti telah menjadi gaya hidup saat ini alhasil penyakit ini menjadi berkembang.
Sejatinya gaes, pencegahan penularan HIV-AIDS terus gencar dilakukan LSM-LSM telah banyak memberikan edukasi kepada mereka yang rentan terkena HIV-AIDS seperti penyuluhan pada para pelaku seks aktif seperti PSK(pelaku pekerja seks).
Bahkan saat ini pengetahuan tentang HIV-AIDS pun telah dimasukkan dalam kurikulum pendidikan misalnya dikemas dalam materi kesehatan reproduksi remaja (KRR) dan di sosialisasikan ke sekolah-sekolah.
Sayangnya nich gaes materi penyuluhan baik untuk masyarakat umum maupun pelajar minus muatan moral dan agama bahkan sengaja dihilangkan dan sama sekali tabu dibicarakan karena menurut mereka HIV-AIDS sekedar fakta medis yang tidak ada kaitannya dengan moral dan agama. Menurut pandangan mereka tidak semua ODHA adalah pelaku seks bebas, ada anak yang tertular dari ibunya / istri baik-baik tertular dari suaminya.
Jadi dalam logika ini memasukkan nilai-nilai moral / agama hanya akan memvonis ODHA sebagai pelaku tindak amoral karena itu ODHA dibela habis-habisan. Bahkan sengaja dibiarkan dengan masyarakat sehat sehingga upaya pencegahan penularan HIV menjadi tidak ada artinya. Gaes masih ingat nggak??! Pertama kali virus ini ditemukan tahun 1978 di San Fransisco Amerika Serikat pada kalangan homoseksual dan di Indonesia pertama kali ditemukan pada turis asing di Bali tahun 1981.
Kita tau kan gaes bagaimana perilaku seks turis asing, emang sich tidak semua penganut seks bebas.
Ada juga gaes, dalam kampanye pencegahan HIV-AIDS ada istilah ABCD (A : Abstinence /jangan berhubungan seks, B : Befaithfull /setialah pada pasangan, C : Condom / pakailah kondom, D : no use drugs /hindari obat-obatan narkoba). Jika melihat program yg ditawarkan tampaknya bagus namun realitasnya program kondomisasi lebih menonjol padahal orang bodoh pun tau bahwa menyodorkan kondom sama saja menyuburkan seks bebas. Apalagi faktanya justru kondom dibagi-bagikan dilokasi prostitusi, hotel. Apa namanya kalau bukan menganjurkan seks bebas??....Yeakan....yeakan....
Sebesar apapun upaya yang dilakukan untuk mencegah tapi kenyataannya makin meluas juga penularannya kareana solusi yang di berikan tidak menyentuh pada sumber utama HIV-AIDS sehingga mustahil bisa dicegah dan dihentikan.
Hanya dengan Islamlah semua itu bisa diselesaikan.
Islam memandang bahwa media utama penularanya adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus bin kudu menghilangkan praktek seks bebas hal ini bisa dilakukan melalui Pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif dimana setiap individu muslim dipahamkan utk kembali terikat pada hukum Islam dalam interaksi sosial seperti larangan mendekati zina dan berzina, larangan kholwat (berdua-duaan laki perempuan bukan mahram seperti pacaran), larangan ikhtilat (campur baur laki perempuan), selalu menutup aurat dll. Sementara itu pelaku seks bebas segera dijatuhi hukuman setimpal agar jera dan tidak ditiru masyarakat umumnya. Misal pezina dirajam, pelaku aborsi dipenjara, pelaku pornografi-pornoaksi dihukum berat termasuk perilaku menyimpang seperti homoseksual.
Sementara itu penderita HIV-AIDS Negara harus memisahkan dari yang sehat alias dikarantina, membiayai santunan selama dikarantina, menggratiskan biaya pengobatan, diberi akses pendidikan dan keterampilan. Bahkan negara wajib membiayai penelitian untuk menemukan obat agar penderita bisa sembuh dan juga masyarakat di didik dan dipahamkan kembali untuk berpegang teguh pada ajaran agama dengan begitu akan membentuk kehidupan sosial yang sehat dengan begitu kita tidak akan dengar lagi ada balita yang terinfeksi virus HIV.
Wallahua'lam bishshowab