Guru Di Era Demokrasi

Oleh : Dara Millati Hanifah, S.Pd   


 

        Selasa (12/02/2019), media sosial dihebohkan dengan video siswa SMP yang menantang gurunya ketika dalam proses pembelajaran. Sungguh, ironi potret pendidikan saat ini. Di mana murid tidak menghargai guru. Kejadian ini sering terjadi, baik di kota maupun di daerah.

        Oktober 2018 lalu, seorang siswa SMAN 7 Kendari, mengancam gurunya dengan keris karena kesal dituduh merusak sebuah motor di sekolah. Sementara Februari 2018 lalu, seorang guru SMAN 1 Torjun, Sampang, tewas setelah dipukul di pelipis oleh muridnya yang tidak terima ditegur.

      Senin (11/02), seorang petugas kebersihan di SMPN 2 Takalar, Sulawesi Selatan, dikeroyok sekitar empat orang siswa. Pengeroyokan terjadi karena salah seorang siswa tidak terima dipukul oleh petugas kebersihan, yang sebelumnya diejek oleh siswa tersebut.

        Psikolog dan salah satu komisioner Komnas Anak, Elizabeth Santosa, biasa dipanggil Lizzie, kepada VOA Indonesia mengungkapkan semakin seringnya kekerasan pada guru atau petugas di sekolah, karena munculnya kesadaran akan hak-hak individunya. Ini di mulai sejak akhir 1990an, salah satunya adalah kemajuan teknologi sehingga informasi mudah diakses anak.

       “Saya di Jakarta, (dulu) saya dipukul sama guru, tidak ada yang bisa saya dilakukan. Gak bisa lapor. Tapi sekarang, anak kesenggol sedikit, guru bisa dilaporin. Ini karena mereka sudah sadar kalau setiap orang punya hak,” kata Lizzie.

       Ditambah dengan berubahnya didikan orang tua, juga berpengaruh karena banyaknya informasi yang diterima. “Contohnya, orang tua berpikir anak itu tidak boleh dipukul, tidak boleh dikerasin. Kalau dipukul, anak bakal trauma. Jadi, sekarang orang tua terlalu protektif. Berdasarkan pengamatannya, guru-guru saat ini ‘cenderung khawatir’ untuk bertindak tegas pada murid. “Semua guru ketakutan karena takut dituntut balik.”

      Lizzie, menyebut bahwa salah satu cara untuk meredam fenomena ini adalah dengan mengajarkan anak untuk berpikir kritis. Hal ini dilakukan agar bisa menyaring informasi yang anak terima, “disaring terlebih dahulu dan tidak diambil bulat-bulat, sehingga berbagai hak yang mereka tahu (dari sosmed, TV) juga diikuti kesadaran adanya batasan dan tanggung jawab.”

       Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, melihat bahwa guru berperan dalam kasus seperti ini, sehingga diminta ‘introspeksi diri’. "Bagaimana dia bisa tampil berwibawa, disegani oleh siswa. Karena guru itu adalah teladan. Contoh, kalau guru sudah diinjak oleh anak seperti itu, bagaimana dia bisa menjadi contoh siswa-siswanya," paparnya kepada wartawan di Jakarta.

       Ia menekankan guru berkewajiban menjamin anak-anak yang memiliki perilaku khusus seperti itu harus ditangani dengan baik. (Www.voaindonesia.com. 12/02/2019)

         Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa, pendidikan saat ini tidak menjamin akan kenyamanan seorang guru dalam mendidik anak didiknya. Padahal Islam sangat memuliakan seorang guru. Sebagaimana Rasulullah sallallahualaihi wasallam bersabda;

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan pandangannya).” (Riwayat Ahmad)

      Karena kemuliaannya itu, seorang siswa harus menghormati gurunya. Adab terhadap guru  merupakan hal yang mutlak dalam proses pendidikan, karena keberkahan ilmu tergantung pada adab. Sungguh, rusaknya pendidikan dimulai dari hilangnya adab murid kepada guru. Sebab pendidikan bukan hanya soal transfer informasi, tetapi juga penanaman nilai.

        Adapun bentuk penghormatan kepada guru adalah berbicara sopan santun kepadanya, merendahkan diri kepadanya, mengucapkan salam, serta menjabat tangannya, mengerjakan apa yang dimintanya tanpa mengeluh, tidak mendebatnya secara berlebihan, tidak menggunjingnya di belakang, dan sebagainya.

        Namun, di era demokrasi ini yang hanya mementingkan individu, tidak akan memberi kenyamanan bagi seorang guru. Hanya sistem Islamlah yang menjaminnya. Dan itu akan terjadi hanya ada dalam naungan khilafah.

Wallahu 'alam bisshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak