Dapat Julukan Negara Paling Santai, Ulama dan Umat Harus Waspada

Oleh: Ummu Ikram (Aktivis Muslimah)


Pariwisata merupakan salah satu sumber penerimaan  yang mampu menghidupi ekonomi rakyat didaerah tersebut, karena itu pemda  beserta masyarakat setempat berbenah serta gencar melakukan promosi untuk memperkenalkan daerah mereka kepada masyarakat luas. Promosi yang mudah, murah, dan meriah  adalah melalui jasa internet karena dapat menjangkau hingga mancanegara.


Akhirnya gayung bersambut  “Indonesia  masuk  dalam daftar teratas menjadi destinasi negara yang paling santai di dunia”. (TribunTravel.com)  Maksud dari julukan tersebut berhubungan erat  karena Indonesia mempunyai banyak destinasi daerah liburan yang dapat membuat relaks serta  memanjakan wisatawan lokal maupun mancanegara.


Namun tidak bisa dimungkiri jika selama ini industri pariwisata kerap berkaitan dengan hal-hal berbau maksiat yang jelas nyata  seperti maraknya minuman keras, wisatawan berpakaian tidak menutup aurat, dan maksiat terselubung jasa penyedia wanita penghibur. Wisatawan asing pun kerap memanfaatkan kelonggaran imigrasi untuk menyelundupkan narkoba dan menjualnya di lokasi wisata. Yang lebih parah lagi aktivitas melakukan perbuatan syirik dengan dalih mengabadikan tradisi leluhur seperti melarung kepala kerbau ke laut yang bertujuan untuk membuat daya tarik wisatawan.  Sungguh  ironi bagai pisau bermata dua, karena di satu sisi dengan menjadikan daerah  sebagai objek pariwisata ternyata dapat menguntungkan bagi Negara dengan bertambahnya devisa, namun di sisi lain segala aktivitas maksiat di balik keindahan objek wisata tersebut malah mengundang murka Allah SWT.


Seharusnya tanggung jawab pemerintah sebagai pelayan dan pelindung  untuk mengatur semua hal yang berkaitan dengan kesejahteraan dan keamanan rakyatnya. Berupa dukungan yang diberikan Negara seperti mampu menjamin kemapanan  ekonomi  serta kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat tidak terkecuali, berikut perlindungan yang menyeluruh agar daerah objek wisata tidak terkontaminasi dengan gaya hidup dari luar ataupun westernisasi yang mampu merusak  akhlaq , juga pemahaman yang dapat merusak pemikiran dan  akidah .


Islam sendiri membolehkan pariwisata, hal ini terdapat dalam surat Yusuf ayat 109. Secara tegas ayat tersebut menganjurkan agar kita menelusuri berbagai negeri. Ini merupakan isyarat bahwa manusia perlu mengenal budaya masyarakat dari berbagai belahan dunia. Karena kebudayaan suatu masyarakat tidak dapat dipahami secara holistik tanpa terlibat langsung di dalamnya.


 Akan tetapi, Ayat ini juga menegaskan betapa banyak umat terdahulu telah dibinasakan Allah karena kedurhakaan mereka kepada ayat-ayatnya. Karena itu, manusia harus menggunakan daya pikirnya untuk menemukan kebenaran, dan sekaligus meyakini kebenaran berita yang disampaikan al-Quran.


Dunia wisata adalah bagian dari kebutuhan jasmani dan rohani, di sini diharapkan  peran ulama untuk memberikan bimbingan ke arah yang baik dan benar, agar penduduk setempat  terhindar dari  segala hal yang berbau maksiat.


 Simbol-simbol kepariwisataan di antaranya dibolehkannya atau bahkan dibiasakannya petugas hotel dan wisata memakai busana muslim dan muslimah, tentu saja akan membuat warga umat Islam umumnya dan masyarakat sekitar pada khususnya, terhindar dari prasangka buruk. Dunia perhotelan pun harus dijauhkan dari hal-hal yang bertentangan dengan nilai dan budaya Islami.


 Selanjutnya diperlukan pengaturan tamu hotel yang harus benar-benar dijauhkan dari penggunaan obat terlarang dan sejalan dengan pencegahan praktik-praktik pergaulan bebas lintas kelamin yang tidak sah. Ini semua secara implisit merupakan bentuk ideal kemaslahatan yang menunjang kepariwisataan. Begitu pula pertunjukan yang disajikan seniman atau pelaku seni pada dunia wisata ditampilkan dalam batas-batas kewajaran dengan memperhatikan nilai adat dan agama. 


Dalam masa khalifah pariwisata bertujuan untuk memberikan dan menanamkan kesadaran atas Kemahabesaran Allah, Dzat yang menciptakannya. Ketika melihat dan menikmati keindahan alam, biasanya kita akan takjub pada titik itulah  potensi yang diberikan oleh Allah ini bisa untuk menumbuhkan keimanan bagi yang belum beriman.


 Sedangkan bagi yang sudah beriman hal ini bisa digunakan untuk mengokohkan keimanannya, dengan merenungi keindahan   ciptaan Allah Ta’ala, menikmati indahnya alam nan agung sebagai pendorong jiwa manusia untuk menguatkan keimanan terhadap keesaan Allah dan memotivasi menunaikan kewajiban hidup. Karena refresing jiwa perlu untuk memulai semangat kerja baru. Terlebih di masa Khilafah objek wisata bukan menjadi sumber devisa, apalagi sumber perekonomian untuk menambah keuangan Negara, tetapi  tujuan utama pariwisata  adalah sebagai sarana dakwah.


Oleh karena itu, ulama dan umat menyadari bahwa kebutuhan terhadap khilafah tidak bias ditunda lagi. Hanya Khilafah yang mampu memberikan pengaturan yang sempurna dan menyeluruh yakni dengan pengaturan Islam rahmatan lil’alamin.

Wallahu ‘alam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak