Oleh: Ariani Percawati
Member Akademi Menulis Kreatif
“ Koruptor ternyata bukan sejenis maling, mereka itu priyayi agung, orang penting. Buktinya mereka akan diperlakukan secara khusus, diminta dengan hormat menggunakan seragam khusus, rancangan model dan warnanya pun berbeda dengan kostum maling pada umumnya.” (Butet Kertaradjasa).
Kutipan di atas sepertinya cocok dengan kondisi di Indonesia, korupsi bak jamur yang tumbuh subur di musim hujan. Pelakunya pun eksklusif, dengan Lembaga Pemasyarakatan yang eksklusif pula, karena mereka adalah para pejabat yang terhormat. Ironisnya di negeri ini adalah maling yang hanya mengambil ayam jika tertangkap maka masyarakat akan ramai-ramai menghakimi dan memukulinya, tetapi jika koruptor tertangkap, siapa yang berani memukulinya? Meskipun uang yang mereka curi milyaran bahkan triliunan.
Hampir setiap hari kita disuguhi berita tertangkapnya pejabat oleh KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), korupsi terjadi dalam setiap sektor termasuk sektor Sumber Daya Alam. Seperti yang diungkapkan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, “Banyak sekali Sumber Daya di Indonesia yang dijual murah oleh para pejabat,” Kata Laode dalam diskusi 'Melawan Korupsi Di sektor Sumber Daya Alam’ di Gedung KPK, Jakarta Selatan pada Jumat, 25 Januari 2019. KPK mencatat, lebih dari dua belas kasus korupsi di sektor Sumber Daya Alam. (Tempo.Co).
Temuan KPK ini bukan hal yang asing buat Indonesia, sejak lama Indonesia menjadi objek rebutan para pejabat yang berprofesi sebagai makelar penjualan aset negara. Indonesia adalah negara yang kaya akan Sumber Daya Alam, tetapi hal itu hanya dinikmati segelintir orang saja, rakyat masih jauh dari kata sejahtera karena pejabatnya hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri. Tak peduli meskipun merugikan negara dan rakyat. Fenomena ini lumrah terjadi di negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme yang azasnya sekularisme, dan standar perbuatanya liberalisme. Termasuk liberalisme kepemilikan, inilah pangkal kerusakan dan penyebab sulitnya mewujudkan kesejahteraan. Inilah kegagalan Rezim yang lebih berpihak kepada aseng dan asing.
Dalam Islam Sumber Daya Alam ditetapkan sebagai milik umat, haram bagi siapapun untuk memiliki apalagi menjualnya kepada asing. Negara justru diwajibkan mengelola semata-mata demi kepentingan rakyat. Seperti Sabda Rasulullah SAW, “Kaum Muslim Bersekutu dalam tiga hal, Air, Padang, dan Api,” (HR. Ahmad).
Dari rezim ke rezim sepertinya telah gagal menyelesaikan kasus korupsi dengan tuntas. Hukuman yang menjerat koruptor pun sangat ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera. Narapidana kasus korupsi masih bisa hidup tenang dan nyaman bahkan di dalam Lembaga Pemasyarakatan sekali pun. Dan setelah bebas mereka tetap memiliki hak politik, boleh mencalonkan diri kembali sebagai Calon Legislatif (Caleg).
Islam mengatur segala aspek kehidupan, sudah saatnya drama korupsi ini segera diakhiri, agar tercipta keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, dengan cara mencampakkan sistem demokrasi kapitalisme dan kembali pada sistem Islam. Dengan berjuang bersama melalui dakwah sesuai Manhaj Rasulullah SAW.
Wallahu a'lam