Berbohong untuk kekuasaan atau kekuasaan untuk berbohong ?

             Oleh : Istiqomah (penggiat opini)




      Tahun 2018-2019 memang menjadi politik bagi Indonesia,tapi jangan sampai kita ikut-ikutan masuk kedalam sirkulasi "politik fitnah" bahkan "politik hoax". Untuk beberapa bulan ini, memang menjadi trennya para politikus untuk saling umbar dan adu janji. Seperti halnya baru-baru ini kita semua ketahui,dalam debat capres yang kedua kemarin telah terjadi kebohongan.  Rakyat, khususnya warganet kembali di buat heboh oleh Jokowi pasca debat capres 2019 putaran kedua, 17 februari lalu. Pasalnya banyak kesalahan data dan kebohongan yang di sampaikan oleh presiden sekaligus kandidat capres 01 ini, seperti data kebakaran hutan yang di sampaikan, bahwa sepanjang masa beliau memerintah negeri ini tidak pernah terjadi kebakaran hutan.

      "Kebakaran lahan gambut tidak terjadi lagi dan ini sudah bisa kita atasi. Dalam tiga tahun ini tidak terjadi kebakaran lahan, hutan, kebakaran lahan gambut dan itu adalah kerja keras kita semuanya," kata Jokowi di panggung debat kedua, di Hotel The Sultan, Senayan, Jakarta, Minggu (17/2/2019)
(https://m.detik.com/news/berita/d-4432372/jokowi-bilang-tak-ada-karhutla-3-tahun-terakhir-begini-faktanya)
      Padahal data-data tersebut tidaklah valid alias hanya hoax kebohongan belaka yang disampaikan demi untuk meraih suara dan simpati rakyat belaka. BNPB Badan Nasional penanggulangan bencana merekapitulasi bencana alam termasuk kebakaran hutan dan lahan karhutla, bahkan di tahun 2019 ini tercatat sudah terjadi beberapa kali karhutla.(detikNews.co)
 
            Api membakar semak belukar dan pepohonan akasia di kawasan hutan konservasi, Medang Kampai, Dumai, Riau, Minggu, 3 Februari 2019. Kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di kawasan hutan konservasi itu sudah berlangsung selama tiga hari akibat cuaca panas dan diperkirakan kebakaran mencakup 10 hektare kawasan hutan itu. (ANTARA.co)

      Merujuk laporan capaian KLHK pada 4 tahun pemerintahan Jokowi, seperti dikutip dari situs resmi KLHK, untuk Januari sampai Agustus 2018 saja 194.757 hektare hutan di Indonesia terbakar. Angka tersebut justru naik jika dibandingkan dengan luas hutan yang terbakar di tahun sebelumnya, yaitu 165.528 hektare.(Tempo.co)

Berulangnya Karhutla untuk kesekian kalinya menunjukkan rezim neolib dan berbagai program yang dijalankan telah gagal dan sia-sia belaka.  Semua ini berawal dari pengelolaan lahan dan hutan gambut yang dilandasaskan pada pandangan sekuler (hak konsesi) dan diadopsinya agenda hegemoni climate channge/EBT, yang salah satuinya minyak sawit sbg dasar biofuel.  Keduanya adalah aspek ygh niscaya ketika rezim hadir sebagai pelaksana sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme.Karennya soslusi satu-satunya  agar karhutla segera berakhir adalah bersegera meninggalkan sistem kehidupan sekuler dan bersegeralah pula kembali pada pangkuan Khilafah yang dalam naungan nya karhutla pengelolaan hutan dan lahan gambut didasarkan pada paradigma yang Shalih demikian juga akan mendudukkan program EBT(hegemoni climate channge).

Selain itu masih banyak lagi kebohongan kebohongan lainnya seperti masalah konflik agraria dan infrastruktur  yang memicu letusan konflik lahan .

       "Tadi kan disebutkan Pak Jokowi tidak ada satupun konflik agraria, padahal konflik agraria di era Jokowi 41 orang tewas dan 546 dianiaya. Jadi kebohongan ini dilakukan secara telanjang. Ini tentu tak baik untuk publik," ungkap koordinator juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak usai debat kedua di The Sultan Hotel, Jakarta, Minggu (17/2/2019) malam.

(https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190104084604-20-358395/konflik-agraria-di-era-jokowi-41-orang-tewas-546-dianiaya)


      Mengapa pemimpin yang seharusnya menjadi keteladanan bagi rakyat dengan mudahnya memberi janji dan berbohong didepan rakyatnya sendiri ? Memang pada masa saat ini sudah bukan hal yang tabu lagi, bila untuk meraih kursi kepemimpinan segala cara pun dihalalkan, termasuk dengan jalan kebohongan ,demi mendapatkan simpati dari rakyat.

        Kebohongan tetaplah kebohongan, semanis apapun ia dibalut pada awalnya ,  maka tetaplah akan pahit di akhirnya. Kepemimpinan yang seperti itu di dasari kebohongan tidaklah akan menjadi sebuah keberkahan dalam berbangsa dan bernegara.

       Kebohongan-kebohongan yang terjadi, ini juga merupakan hasil dari produk demokrasi, dalam sistem demokrasi ia tidak pernah melihat apakah itu halal ataukah haram. Yang sejatinya kepemimpinan itu memberikan keteladanan dalam kesesuaian ucapan dan perbuatan, dan kelak akan dipertanggungjawabkan kepada sang pencipta,semua itu pun terabaikan bahkan telah dimusnahkan di dalam sistem demokrasi saat ini. Yang terpenting saat ini hanyalah jabatan  ,kepentingan segelintir orang,dan reputasi yang gemilang. Nasib rakyat pun dikesampingkan, rakyat hanya diberi janji-janji palsu, mereka  merakyat saat membutuhkan suara rakyat untuk meraih kursi kepemimpinan, dan  rakyat akan terabaikan ketika mereka para penguasa telah berhasil menduduki masa jabatan. Sejatinya kepemimpinan itu bukanlah diraih dari sebuah penipuan ,pengaburan fakta janji-janji manis atau dinilai dari bisa tidaknya menjawab pertanyaan dalam sebuah perdebatan,perdebatan yang saling memberi janji tertinggi demi memuaskan ego sesaat, untuk menyenangkan rakyat semata serta memberi harapan harapan palsu. Yang pada akhirnya hanya sekedar janji tanpa adanya bukti. Rakyat pun akan kembali kecewa dan seterusnya akan seperti itu. Tiada akhir yang jelas apabila sistem yang dipakai masih tetap sama yaitu demokrasi.


             Islam tidak hanya mengatur tentang kepemimpinan dan bagaimana pemimpin yang amanah yang harus diwujudkan dalam Islam namun juga sebuah sistem kepemimpinan yang amanah. Pemimpin yang amanah di dalam Islam telah Rasul saw contohkan didalam dirinya rasul sendiri. Telah dicontohkan pula dengan khalifah -khalifah setelahnya, Abu Bakar As Siddiq, Umar Bin Khattab,Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Tholib. Prinsip dasar kepemimpinan beliau adalah keteladanan. Dalam kepemimpinannya beliau mengutamakan Uswatun Hasanah, karena  seorang pemimpin harus bisa bertanggung jawab kepada semua rakyatnya dan bertanggungjawab pula kepada sang pencipta yaitu Allah Subhanahu Wa Ta'ala .
         
            Pemimpin sudah bukan lagi sebagai sang pengendali yang bisa memanipulasi data untuk membohongi masyarakat, tetapi pemimpin justru akan membimbing masyarakat untuk taat kepada perintah Allah subhanahu wa ta'ala, sehingga menjadi sebuah keberkahan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
        Kepemimpinan yang awalnya saja menjadikan kebohongan sebagai dasar untuk meraih dan mendapatkan jabatan, bagaimana mungkin, bisa memimpin rakyatnya dengan baik dan bertanggung jawab. Kebohongan tidak akan pernah membawakan keberkahan .Wallahu A'lam Bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak