Oleh : Sri Yana
Setelah debat Capres kedua antara Capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto pada Ahad, 17 Februari 2019 muncul pernyataan Capres Joko Widodo yang menyatakan bahwa dirinya hanya takut pada Allah SWT. (politik.rmol.co)
Sebagaimana Allah SWT berfirman :
اِنِّيْٓ اَخَافُ اِنْ عَصَيْتُ رَبِّيْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ
"Aku benar-benar takut akan azab hari ini yang besar (kiamat) jika mendurhakai Tuhanku."(QS. Yunus: 15)
Dari ayat diatas bahwa seorang pemimpin sudah sejatinya harus takut pada Allah SWT karena sungguh besarnya tanggung jawab sebagai pemimpin, bisa mendapatkan azab dari kepemimpinannya, jika tak sesuai dengan syariat Islam. Oleh karenanya sebagai pemimpin seharusnya harus berlaku adil kepada umatnya. Karena umat lah selalu mendambakan pemimpin yang bisa meri'ayah (memelihara) umat agar merasa nyaman atas kepemimpinannya. Sudahkah pemimpin meri'ayah rakyatnya? Riayah adalah upaya mengayomi umat agar kepemerintahan di negaranya dapat berlangsung dengan baik. Mengayominya bukan sekedar ucapan saja, tetapi harus diaplikasikan dalam perbuatan. Karena perbuatan yang dilakukan pemimpin akan dijadikan role model bagi umatnya.
Jadi, ucapan pemimpin di rezim ini, yang menyatakan bahwa Capres Jokowi benar- benar takut kepada Allah SWT belum dapat dibuktikan. Sebab di sistem demokrasi ini, sulit bagi seorang pemimpin untuk benar-benar takut kepada Allah SWT, karena yang dipakai adalah aturan buatan manusia. Dan sudah kita ketahui bahwa manusia memiliki sifat- terbatas, lemah dan bergantung pada yang lain. Berarti aturan tersebut tidak pantas digunakan oleh manusia yang dapat menimbulkan kekacauan. Maka diperlukannya aturan yang berasal dari Allah, sebagai sang Kholiq yang menciptakan manusia. Ibarat kerbau yang mandi di lumpur. Apakah kerbau menjadikan bersih? Sudah pasti kerbau masih kotor. Itulah keadaan pemimpin sekarang yang ada di sistem demokrasi. Bersamaan ini juga, sebentar lagi pesta rakyat akan digelar, yang mana para Capres akan saling bertarung untuk mendapatkan kursi kepemimpinannya.
Umat senantiasa akan menilai kinerja pemimpinnya dalam segala aspek kehidupan, yaitu : dalam bidang ekonomi, pendidikan, politik, sosial, dan sebagainya. Apakah ia sudah menjalankan roda pemerintahan dengan baik atau belum? Jika belum, salahnya dimananya. Oleh karena itu diperlukan kepemimpinan dari seorang penguasa, dengan adanya ormas Islam yang mengoreksi agar roda pemerintahan berjalan dengan baik. Tapi nyatanya kini ormas ini dibubarkan karena takutnya kepemimpinannya di koreksi. Padahal kritik atau koreksi tersebut akan memperbaiki keadaan negara yang sedang carut marut di bawah naungan demokrasi. Sudah sejatinya demokrasi sesegera mungkin dicampakkan dari negeri ini.
Di samping itu, adanya kriminalisasi terhadap khilafah ajaran Islam. Padahal khilafah merupakan istilah Islam yang juga wajib ada, Sebagaimana aturan shalat, puasa, zakat, dan haji. Karena khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia untuk menerapkan syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Dan khilafah juga merupakan ajaran yang dibawa nabi Saw yang wa itjib kita teladani. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰٓىِٕكََةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَة
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,"Aku hendak menjadikan khalifah (pemimpin) di bumi..."(QS. Al Baqarah: 30)
Hanya dengan sistem Islam lah yang dapat membuktikan bahwa pemimpin atau khalifah dapat terjamin kebenarannya bahwa ia takut kepada Allah. Dimana khalifah benar-benar diatur dengan hukum Allah, bukan dengan aturan manusia yang bisa berubah kapan pun.
Selain itu Islam memiliki kriteria seorang pemimpin, yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, yang memiliki sifat- sifat- di bawah ini:
1. Shiddiq berarti jujur, artinya seorang pemimpin harus memiliki kejujuran yang semata-mata hanya meminta ridho Allah SWT.
2. Amanah berarti dapat dipercaya, seorang pemimpin mampu dipercaya oleh umatnya.
3. Fathonah berarti memiliki pengetahuan yang luas, yang harus dimiliki oleh pemimpin ketika menyelesaikan permasalahan umat.
4. Tablig berarti pemimpin yang berani menyampaikan kebenaran, tanpa berkompromi dengan siapa saja yang menginginkan manfaat darinya, karena takutnya kepada Allah.
Waallahu a'lam bi shawab.