ADA APA DIBALIK INVESTASI ASING PADA UNICORN


Nuriya Fakih



Istilah unicorn ramai diperbincangkan selepas debat kedua pemilihan presiden 2019 di Jakarta, Minggu 17 Februari 2019.

Istilah unicorn memang tidak terlalu sering terdengar oleh masyarakat awam. Namun istilah ini cukup populer di kalangan para pelaku startup yaitu perusahaan rintisan.  Unicorn merupakan julukan kepada startup yang memiliki nilai perusahaan (valuasi) lebih dari US $ 1 miliar atau setara Rp 14 triliun (asumsi US $ 1 = 14000) (www.cncbindonesia.com).


Indonesia saat ini memiliki 4 startup unicorn yang menjadi raksasa bisnis baru. Unicorn tersebut terbagi dalam 3 jenis industri yaitu Go-Jek yang merajai sektor transportasi, kemudian ada Tokopedia dan Bukalapak sebagai marketplace yang memberi solusi belanja tanpa menyita waktu dan energi. Serta kehadiran Traveloka yang memanjakan masyarakat yang gemar pelesir.


Kesuksesan perusahaan startup unicorn ini tentunya tidak terlepas dari derasnya gelontoran dana fantastis dari modal ventura. Memiliki model bisnis dan konsep briliant, startup unicorn milik anak bangsa ini sukses menjadi primadona para investor untuk menggelontorkan dana, terutama bagi para investor asing. Hasil riset Google yang dirilis akhir tahun 2017 menunjukkan bahwa nilai investasi di bidang startup teknologi di Indonesia menempati urutan ke 3 terbesar setelah sektor migas dengan total investasi yang masuk berjumlah Rp 40 triliun pada periode Januari hingga Agustus 2017.


Jika ditelisik, Go-Jek misalnya berhasil menjadi unicorn pertama di Indonesia setelah 6 tahun berdiri. Sepak terjangnya semakin berkilau ketika Go-Jek mendapat pendanaan senilai US$ 550 juta pada Agustus 2016 dari konsorsium 8 investor yang digawangi oleh Sequoia Capital dan Warburg. Setelah itu, Go- Jek sukses memperoleh suntikan dana tambahan senilai US$  1,2 miliar dari Tencent Holding dan JD.com pada tahun 2017. Hal ini membuat total pendanaan yang sukses diraih Go-Jek berada di angka US$ 1,75 miliar, nilai valuasi terbesar di antara 4 unicorn di Indonesia.


Tokopedia menyusul menyandang gelar unicorn setelah memperoleh pendanaan senilai US$ 1,347 miliar. Jumlah yang dijabarkan oleh situs Crunchbase.com ini mencatatkan investasi terbesar datang dari Alibaba pada Agustus 2017 dengan angka senilai US$ 1,1 miliar.


Traveloka berada pada urutan ke tiga sebagai startup asal Indonesia yang berhasil menjelma menjadi unicorn. Platform penyedia layanan tiket on line ini berhasil menarik perhatian Expedia, layanan sejenis yang populer di luar negeri yang mengucurkan dana senilai US$ 350 juta pada Juli 2017. Tambahan dana baru ini menggenapkan total pendanaan untuk Traveloka menjadi US$ 500 juta dalam setahun terakhir dan berhasil mengantarkan Traveloka sebagai koorporasi dengan valuasi di atas US$ 1 miliar.


Melihat angka fantastis yang digelontorkan menunjukkan investor asing yang masuk pada startup Indonesia masih percaya pada kondisi ekonomi makro Indonesia.

Ari Adil, Independent Wealth Management Advisor serta Co-Founder and Managing Partner Jagartha Advisor yang turut mengamati fenomena masuknya dana fantastis dari asing pada startup Indonesia ini menilai bahwa para investor asing sangat cermat dan jeli dalam melihat konsep bisnis yang diusung oleh para startup Indonesia (hhtps://swa.co.id).


Executive Director Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan investor asing masuk ke Indonesia karena mereka melihat masyarakat Indonesia sedang bertranformasi ke digital dengan pasar yang besar.

Pendapat yang hampir senada juga dikemukakan CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danu Saputra, menurutnya investor asing tertarik dengan perusahaan startup Indonesia karena berasumsi dan membuat proyeksi jangka panjang yang memungkinan startup Indonesia berpotensi untuk di monetize (www.cncbindonesia.com).

Monetize sendiri adalah istilah yang terdapat di internet marketing. Monetize adalah suatu langkah atau strategi untuk mengkomersialkan suatu konten atau situs secara on line sehingga dapat menghasilkan uang (kamus.iklanin.net)


Uang atau keuntungan materi yang didapat inilah yang menjadi point penting keberanian investor asing  menggelontorkan dana yang tidak sedikit pada startup Indonesia. 

Dalam sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini,  kesempatan yang memberikan keuntungan materi yang besar bagi para kapital akan sangat menggiurkan mereka sehingga peluang itu akan mereka ambil.

Jadi sesungguhnya investasi asing yang dilakukan sejatinya untuk kepentingan kapitalis. Dampak investasi bagi perekonomian Indonesia memang bisa membantu pertumbuhan ekonomi. Namun yang perlu dicermati pertumbuhan ekonomi seharusnya mampu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara umum namun faktanya bukan seperti itu, pertumbuhan ekonomi hanya berkutat pada pemilik modal sehingga instilah orang kaya makin kaya di sistem kapitalis, benar adanya. Masyarakat umum tetaplah dalam kondisi yang sama menjadi konsumen dengan penghasilan rendah. Sehingga menjadi kewajaran ketika rasio gini di Indonesia berdasatkan data BPS ditahun 2018 sebesar 0,384. Itu artinya masih terjadi ketimpangan baik pendapatan maupun pengeluaran di tengah tengah masyarakat. 


Dampak buruk dalam hal investasi asing baik dilakukan dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan dalam negeri sebagaimana yang diatur di dalam Undang Undang Nomor  25 tahun 2017 tentang Penanaman Modal. Ketika penguasaan ada di tangan investor, maka dengan mudah kebijakan perusahaan akan  menyesuaikan  kepentingan investor asing. 

Executive Director of Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, 4 perusahaan startup yang dikuasai asing jelas melanggar cita-cita awal pemerintah untuk menjadikan startup sebagai usaha Indonesia. Heru Sutadi juga tidak sependapat dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara yang menilai pola pikir bahwa pendanaan investor serta merta menjadikan unicorn lokal dikuasai asing sebagai pola pikir konvensional (ekbis.sindonews.com).

Jadi ketika ada investasi asing masuk ke suatu bangsa otomatis kemandirian untuk mengelola dan mengatur usaha secara penuh menjadi terkikis.


Hal ini berbeda pengaturannya di dalam Islam. Islam menuntut adanya negara mandiri yang memiliki kekuasaan penuh terhadap berbagai usaha yang keberadaanya dibutuhnya rakyat sehingga investasi yang melemahkan kedaulatan negara akan ditolak

Jadi ketika suatu bangsa menginginkan kedaulatan penuh baik di dalam dan luar negeri, maka harusnya mengembalikan segala pengaturan negara kepada Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak