Ada Apa di Balik Tarik Ulur Pembebasan Sang Ustadz?


Ummu Zhafran

(Pengasuh Grup Ibu Cinta Qur’an)


Kerbau dipegang talinya, manusia dipegang kata-katanya_peribahasa.

Tiada angin maupun hujan wacana pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir (ABB) tetiba  mengemuka.  Mengutip dari laman online kompas.com, kronologinya dimulai sejak Ustadz ABB dikabarkan akan mendapatkan kebebasan tanpa syarat. Rencana ini awalnya disampaikan Yusril Ihza Mahendra.  Yusril menyebut, Presiden Jokowi memberikan kebebasan ini atas dasar kemanusiaan, mengingat usia Ba'asyir yang sudah tua dan kondisi kesehatan yang semakin menurun.

Kebebasan yang akan diberikan ini berupa kebebasan murni, bukan bersyarat, bukan pula menjadikannya sebagai tahanan rumah. Ini sesuai permintaan Presiden Joko Widodo yang menginginkan proses pembebasan jangan dibebankan dengan syarat-syarat yang memberatkan. (kompas.com, 23/1/2019).  

Kabar ini tentu disambut gembira oleh pihak keluarga Ustadz ABB dan umat Islam pada umumnya.  Sayangnya wacana hanya tinggal wacana.  Bak petir di siang bolong berita batalnya pembebasan pun datang menerpa.  Melenyapkan harapan dan membuat apa yang disampaikan sosok nomor satu di negeri ini seperti kehilangan makna. Wajar bila publik kemudian bertanya. Ada apa dengan penegakan hukum di negeri ini?  Potretnya semakin hari justru semakin kacau dan carut marut.

Hoax vs Fakta

Menarik yang dilontarkan pengamat politik, Rocky Gerung di acara ILC beberapa waktu lalu. Menurut Rocky, Jokowi yang ikut mengucapkan Abu Bakar Ba'asyir bebas juga melakukan hoax, atau membuat berita bohong.

"Saya menganggap yang disebutkan presiden kemarin adalah hoax, jadi presiden sekali lagi bikin hoax, dia dibantah oleh bawahannya dan itu tidak elok sebetulnya," ulasnya. (tribuntimur.com, 30/1/2019). 


Mengapa hoax? Jelas karena pada faktanya rencana pembebasan berdasar ‘alasan kemanusiaan’ yang diajukan presiden tak semudah yang diucapkan.  Terlebih bila mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.  

Faktanya ibarat pungguk merindukan bulan, hal itu  tak tercakup dalam Undang-Undang.  Sebab  yang diakui hanya pembebasan bersyarat.  

Benar saja Presiden Joko Widodo yang mengawali wacana pembebasan Ustadz ABB atas nama kemanusiaan, akhirnya malah berucap, “Ada mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini namanya pembebasan bersyarat, bukan pembebasan murni, pembebasan bersyarat. Nah syaratnya harus dipenuhi, kalau enggak, kan saya enggak mungkin menabrak,” sebut Presiden kepada media di Istana Merdeka. (antaranews.com, 22/1/2019).

Demi Mendulang Suara?

Inkonsistensi pemerintah tak pelak mengundang tudingan.  Bahwa ada kaitannya dengan motif politik. Demi suara bisa terdongkrak.  Melansir dari laman tribuntimur, komentar Rocky Gerung pun menguak,

 “Mau dibantah dengan cara apa pun, presiden ingin menunggangi suara Islam, karena statistik menunjukkan, pemilu adalah tergantung pada suara Islam, jadi kita tidak perlu menganalisis sesuatu yang kasat mata sebetulnya, yaitu bahwa jumlah suara untuk memperoleh kekuasaan berkurang karena cara memasaknya keliru."(Selasa, 30/1/2019).

Luar biasa.  Lagi-lagi rasa keadilan serasa terhina.  Semata meraih ambisi berkuasa, mempermainkan ulama pun tega.  Belum lagi umat yang juga ikut merana.  Menyaksikan Islam kembali disudutkan di beranda nusantara.  Sebab Ustadz sejak awal ber-azzam untuk kemuliaan Islam semata.  Sedang terorisme – yang dituduhkan kepada Ustadz -  tak dikenal dalam Islam dan kitab sucinya.

Tak Bersalah, tapi...

Telah santer diketahui Ustadz Abu Bakar Ba'asyir divonis penjara selama 15 tahun oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 16 Juni 2011 lalu. 

Namun tak banyak yang  mengikuti jalannya persidangan berikut hasilnya.  Maka publik dibuat terpana menyimak penegasan dari Kapolri Tito Karnavian. Jenderal polisi bergelar profesor terorisme itu menegaskan Ustadz ABB tidak pernah terbukti terlibat dalam aktivitas terorisme mana pun baik kasus Bom Bali atau kasus bom lainnya.

“Tapi khusus untuk Ustadz ABB, tidak terkena dan tidak terkait atau tidak terbukti apalagi dikaitkan dengan bom Bali. Beliau tidak terkait dengan kasus bom Bali, hanya saat itu kasus KTP. Ada juga yang mengaitkan dengan JW Marriott dan lain-lain, beliau tidak terkait. Fakta hukum tidak menyatakan beliau terkait,” ujar Tito. (kiblat.net, 30/1/2019).

Bila demikian mengapa Ustadz masih mendekam di balik jeruji? Bukankah pembebasan bersyarat harusnya bagi mereka yang salahnya terbukti? 

Sehingga tak berlebihan jika dicermati secara teliti.  Ada skenario besar senantiasa membayangi.  War on terrorism yang sering kali dibidikkan pada Islam dan umat Islam  semakin menunjukkan jati diri.  Ditambah lagi seperti yang dikatakan Rocky Gerung beberapa waktu lalu di ILC terorisme merupakan ‘jualan’ tempat internasional berinvestasi. (ILC, 29/1/2019). Akibatnya sedikit banyak merongrong segenap energi umat yang jadi potensi terbesar negeri ini.  Padahal sedari dulu umat Islam bahu membahu memberi kontribusi.  Membangun peradaban dengan niat suci demi Ridho Ilahi.  Tertulis dalam sejarah dengan rapi.  

Maka hentikan segala politik  basa basi itu.  Usah pula ragukan ikhlas dan sabarnya umat yang berjuang untuk kebaikan negeri tapi kini sering dirundung pilu.  Juga Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang berjuang karena Allah tanpa pernah ragu.  Semata demi kemaslahatan umat meski dibalas dengan ‘goresan sembilu’.   Simak  kutipan beliau yang memecut haru.  

“Membela negara karunia Allah sebenarnya. Arti bela negara itu supaya negara itu dibumbui oleh hukum Allah selama semua itu membela negara, jadi saya ini ingin membela negara ini supaya bangsa Indonesia semuanya selamat. Jadi jangan salah paham, saya bukan memusuhi negara, tapi justru membela negara karunia Allah," (tribunnews,18/1/2019).  Wallaahu a’lam.








 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak