Oleh Oktavia Nurul Hikmah, S.E. (Alumni Unair)
Sungguh menenteramkan melihat satu demi satu artis menapak jalan hijrah. Sebagai sosok yang senantiasa disorot bahkan diikuti oleh masyarakat, perubahan positif para artis tentu amat menggembirakan. Seolah masih ada oase tersisa di tengah hingar bingar dunia hiburan. Namun, publik dibuat tersentak dengan kasus asusila yang melibatkan sejumlah nama artis. Kasus prostitusi online baru-baru ini yang menyeret nama pesohor berinisial VA, menyingkap fakta yang mengejutkan. Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan menyebut ada 45 artis dan 100 model yang terlibat. Masing-masing dikoordinasi oleh muncikari yang saat ini telah ditetapkan tersangka, yakni ES alias Endang dan TN alias Tentri (news.detik.com, 8/1). Ini baru satu kasus yang terungkap. Dipercaya fenomena gunung es berlaku pada kasus prostitusi.
Miris. Datangnya bencana yang bertubi-tubi melanda negeri ini seolah tak membuat manusia instropeksi. Kemaksiatan terus dilakukan. Padahal, Allah telah memberikan warning kepada manusia. Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Perzinahan menjadi masalah yang sulit diberantas karena beberapa alasan. Pertama, lemahnya keimanan dan ketaqwaan individu. Benteng pertama dari kemaksiatan adalah rasa takut kepada Allah. Sistem pendidikan sekuleristik nyatanya gagal mencetak insan yang taat kepada Allah. Kedua, lemahnya penjagaan masyarakat. Masyarakat punya peran besar dalam melakukan amar maruf nahi munkar untuk mencegah berbagai kemaksiatan. Sayangnya, justru sikap apatis dan individualis yang melanda masyarakat kini. Ketiga, lemahnya penjagaan negara. Sanksi yang tidak menjerakan serta bebasnya tayangan media yang mengumbar syahwat adalah di antara penyebab maraknya perzinahan. Sebagaimana gambaran di dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tidak ada pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pengguna PSK maupun PSK itu sendiri. Ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat penyedia PSK/germo/muncikari berdasarkan ketentuan Pasal 296 jo.
Kondisi ini terjadi karena sekulerisme kapitalisme yang telanjur menjadi nafas negeri. Kehidupan dipisahkan dari pengaturan agama. Hasilnya, terciptalah individu, masyarakat dan negara yang jauh dari aturan agama. Padahal, aturan dari Sang Pencipta tak lain untuk menjaga eksistensi manusia itu sendiri. Saat aturan itu dicampakkan, kehidupan pun menjadi tak karuan. Sementara kehidupan kapitalistik telah melahirkan manusia pemuja materi. Apapun akan dilakukan untuk meraih kesenangan, tak peduli halal haram.
Islam memberikan solusi tuntas untuk memutus mata rantai kemaksiatan. Pertama, Islam membangun keimanan dan ketaqwaan individu melalui kurikulum pendidikan berbasis aqidah. Kekuatan aqidah akan mendorong manusia untuk melakukan perintah Allah sekaligus meninggalkan laranganNya. Manusia terkondisikan untuk menjauhi kemaksiatan disebabkan pemahamannya. Larangan berkhalwat (berduaan dengan non mahram), ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan tanpa keperluan yang dibenakan syariat), menampakkan aurat dan tabarruj (berhias berlebihan) jika ditaati oleh individu, secara otomatis akan mewujudkan pergaulan yang sehat. Kehormatan laki-laki maupun perempuan terjaga. Syahwat pun terkendali dan manusia disibukkan dengan berbagai perkara penting untuk meraih ridha Allah.
Kedua, Islam menciptakan masyarakat yang saling menjaga dalam ketaatan. Aktivitas dakwah atau amar maruf nahi munkar merupakan bagian dari syariat Allah. Setiap individu memahami dirinya adalah bagian dari masyarakat. Karena itu, umat berlomba-lomba untuk memberikan nasihat kepada sesama manusia sebagai suatu ikhtiar untuk mewujudkan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah. Kontrol sosial pun terwujud dengan syariat dakwah ini.
Ketiga, Islam memberikan konsep kenegaraan yang berlandaskan aqidah. Konsep kenegaraan Islam biasa disebut Khilafah atau Imamah, merupakan konsep pengaturan negara berlandaskan pada syariat Islam. Setiap aspek yang menjadi kewenangan penguasa ditegakkan dengan syariat Islam. Mulai dari penyusunan kurikulum pendidikan, pengaturan media informasi, hingga persoalan sanksi. Negara menetapkan kurikulum pendidikan berbasis aqidah untuk mencetak insan bertaqwa. Negara pun mengontrol media informasi agar terhindarkan dari tayangan tak bermanfaat, terlebih yang merangsang syahwat. Sebaliknya, media informasi akan dipenuhi berbagai informasi mengenai kegemilangan Islam dan juga konten-konten yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Berikutnya, negara khilafah akan menetapkan sanksi atas setiap pelanggaran syariat berdasarkan hukum yang sudah diturunkan Allah. Persoalan zina misalnya, pelakunya akan diberikan sanksi cambuk jika belum menikah dan sanksi rajam jika telah menikah. Bentuk sanksi yang demikian akan memberikan efek jera bagi pelaku maupun orang lain sekaligus juga menebus dosa si pelaku.
Upaya menyelesaikan perzinahan dan prostitusi tanpa mencampakkan sistem hidup sekuler kapitalistik adalah mustahil. Inilah saatnya umat kembali pada fitrahnya sebagai hamba Allah. Campakkan sistem buatan manusia dan berpalinglah pada aturan Allah. Mari terapkan syariat, tegakkan khilafah untuk mewujudkan kehidupan bermartabat anti maksiat.