Oleh: Ika (Ibu Rumah Tangga)
Sungguh miris nasib kaum muslimin uighur, di Xinjiang, China akhir-akhir ini. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan telah menerima berbagai laporan dari sumber-sumber kredibel bahwa terdapat 1 juta etnis Uighur ditahan di suatu kamp pengasingan yang terselubung. Mereka dipaksa mengikuti program “Kamp Indoktrinasi Politik” yang di dalamnya diduga terdapat upaya pelunturan keyakinan yang dianut warga Uighur. "Kami mendesak Pemerintah Cina segera menghentikan represi tersistematis itu dan memberikan penjelasan mengenai nasib sekitar satu juta Muslim yang ditahan secara sewenang-wenang di daerah otonom Uighur, di Xinjiang (XUAR), Cina," tulis Amnesty International (AI) dalam rilisnya, Kamis (20/12/2018).
Sementara itu, media, lembaga kemanusiaan, dan organisasi internasional telah berupaya mengungkap bentuk represi terhadap etnis yang memiliki genealogi bangsa Turki ini. Di antaranya adalah pelarangan berbagai bentuk afiliasi agama dan budaya seperti dilarangnya mengenakan hijab bagi perempuan di tempat-tempat publik, menumbuhkan jambang dan jenggot bagi anak-anak muda, berpuasa, atau memiliki buku dan artikel dengan tema Islam. Media Al Jazeera dalam laporannya juga menyebut, orang-orang Uighur bahkan dilarang menyimpan cetakan al-Quran yang isinya belum ‘disesuaikan’ dengan ideologi resmi Partai Komunis Cina.
Dan demi menjaga keimanannya, muslim uighur rela disiksa dan di intimidasi di kamp-kamp konsentrasi dengan sangat keji. Semakin terlihat jelas kezholiman orang kafir yang ingin menghancurkan akidah islam dalam diri umat, mereka dipaksa tidak mengenal Tuhannya, mereka ingin mengganti dan menghilangkan ajaran Nabi Muhammad saw., bahkan sekedar nama saja penguasa china komunis tak suka dengan itu. Siksaan fisik hingga berujung kematian pun mereka terima, jika mereka tidak mau menurutinya, dicopot kuku dan giginya. Disamping itu dalam kamp-kamp konsentrasi itu mereka di cuci otaknya, dipaksa untuk menghina agama mereka sendiri dan mengagungkan komunis.
Demikian sadis dan biadabnya perlakuan penguasa komunis china sudah sampai diluar akal manusia. Dan yang menjadi pertanyaan saat ini adalah dimana ukhuwah kita sebagai saudara seagamanya? Ukhuwah Islamiyah yang diajarkan Rosululloh saw. kepada kita? Bukankah Nabi bersabda jika jiwa seorang muslim ibarat satu tubuh apabila satu bagian tubuh tersakiti maka akan sakit seluruh tubuh lainnya.
Maka untuk memahami permasalahan ini kita harus mengedepankan hukum syara, karena begitulah keimanan kita memerintahkan untuk terikat dengan aturan-aturan Allah SWT. Dan apabila kita kembalikan pada syariat,maka Allah SWT didalam Al Qur’an memerintahkan kepada kita yang artinya, jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan (QS al-Anfal [8]: 72).
Yang menjadi persoalan, mengapa umat Islam khususnya pemimpin mereka di negeri-negeri muslim tak juga kunjung menolong? Penguasa muslim di negeri ini saja, negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia justru berkata tak bisa berbuat apa-apa, karena Indonesia begitu tergantung kepada China dengan utang luar negerinya. Miris!
Realitas ini menambah daftar panjang betapa besar penderitaan umat Islam sekarang. Sebab, Uighur tak sendiri. Nasib serupa juga dialami oleh Muslim Rohingya, Pattani Thailand, Moro Philipina, Palestina, Suriah, dan lain-lain. Semua realitas semakin meneguhkan kesimpulan tentang betapa butuhnya umat terhadap Khilafah. Sistem pemerintahan Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah, yang akan mampu membebaskan umat dari kezholiman yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Hanya khalifah sebagai pemimpin umat yang mampu memimpin dan memobilisasi tentara Islam dibawah panjinya, membebaskan seluruh dunia dari kejahatan sistem kapitalisme dan sosialisme.
Dulu seorang Khalifah Al Mu’tashim Billah, putra dari Khalifah Harun Ar Rasyid. Suatu ketika beliau sedang duduk memegang gelas hendak minum. Datanglah berita bahwa seorang wanita muslimah –hanya satu orang, bukan jutaan orang– yang ditahan dan dianiaya oleh tentara Romawi di ‘Ammuriyah. Wanita tadi berseru: “waa mu’tashimaah” (wahai Mu’tashim, tolonglah aku). Prajurit tadi memukul mukanya sambil berkata mengejek: “Moga saja Mu’tashim datang dengan naik kuda belang hitam-putih.”
Mendengar itu Mu’tashim menyuruh untuk menutup gelasnya, lalu berkata: “Demi kekerabatanku dengan Rasulullah, sungguh aku tidak akan meminumnya hingga aku memeranginya dan membebaskan wanita tersebut”. Beliau kemudian memobilisasi pasukan, padahal cuaca saat itu kurang mendukung hingga para ahli nujum mengatakan bahwa menurut hitungan mereka, hari itu adalah hari nahas yang tidak akan mendatangkan kemenangan. Namun tidakdemikian dengan Khalifah Al Mu’tashim, kemenangan diraihnya karena dorongan keimanan.
Inilah salah satu fungsi penguasa, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah (laksana) perisai, musuh diperangi dari di belakangnya serta (rakyat) berlindung dengannya” (HR Muslim). Penguasa seperti ini tentu tidak mungkin ada dalam sistem sekarang, sistem yang justru terbukti telah memecahbelah umat dengan sekat nasionalisme dan primordialisme.
Wallahu’alam Bi Shawwab.