Oleh: Arin RM, S.Si
(Member TSC, Freelance Author)
Prostitusi online kembali heboh dengan tetap melibatkan artis. Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Jawa Timur mengungkap kasus prosititusi online yang melibatkan dua artis ibukota di Surabaya pada Sabtu (5/1). Dalam kasus tersebut, polisi mengamankan lima orang yang terdiri dari artis berinisial VA dan foto model berinisial AS, satu asisten, dan dua mucikari. Artis VA tersebut diperkirakan mendapat bayaran Rp80 Juta dari pelayanan yang diberikan kepada pelanggannya. Sementara foto model berinisial AS disebut-sebut mendapatkan bayaran Rp25 juta untuk sekali kencan (republika.co.id, 06/01/2019).
Namun para artis rata-rata bebas, hanya mucikari yang dipersoalkan. Pada kasus terungkapnya daftar prostitusi artis tahun lalu, yang dipenjarakan adalah mucikari berinisial RA. Sepertinya, kasus terbaru yang dikenal 80 juta ini pun juga mengarah kesana. Sumber yang sama menyatakan, Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jawa Timur menetapkan dua orang tersangka dalam kasus prostitusi onlineyang melibatkan artis. Kedua orang yang ditetapkan tersangka adalah mucikari yang berasal dari Jakarta Selatan, berinisial TN (28) dan ES (37).
Seperti pendahulunya, kasus ini juga mengundang komentar dari sejumlah pihak. Bagi mereka yang peduli moral bangsa dan masih ada secercah taqwa di dada, tentu menyayangkan terulangnya prostitusi. Namun, bagi mereka yang silau dengan gemerlap dunia, tentu akan mengeluarkan jurus pembelaan dan pemakluman sedemikian rupa dengan dalih HAM nya.
Maka belajar dari perulangan kasus yang tak kunjung tuntas, benarlah jika prostitusi ini merupakan buah dari kenakalan pemikiran. Meminjam istilah dari ustadz ternama, Felix Siauw kenakalan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Kenakalan kelakuan yang masih memungkinkan bagi si pelaku untuk menyesal dan kembali ke jalan yang benar; dan kenakalan pemikiran yang menjadikan kemauan untuk terus menularkan perilakunya kendati nyata menimbulkan kerusakan.
Nampaknya, pada kasus prostitusi ini, pelaku atau artis yang terlibat adalah mereka yang nakal secara kelakuan. Artinya ada kemungkinan mereka untuk sadar dan bertaubat. Sedangkan jaringan penggerak prostitusi, terutama kelas online, besar kemungkinan mereka masuk kategori nakal pemikiran. Kendati sejumlah artis dan mucikari dipanggil kepolisian, mereka terus berupaya meregenerasi kader prostitusi hingga muncul nama berbeda-beda di tahun berikutnya.
Itulah yang berbahaya. Otak dibalik jaringan prostitusi ini telah menikmati keluasan kebebasan yang disajikan alam demokrasi. Pada yang berwajib mereka mungkin takut, sebab tetap ada peluang gerak mereka terendus aparat dan berujung pada penangkapan. Namun, pada kalangan masyarakat yang lain, mereka tak ambil pusing. Sebab mereka punya senjata mengatasnamakan hak asasi, mengatasnamakan kebebasan berekspresi. Selama mendatangkan keuntungan materi, tentu akan mereka kerjakan.
Artinya dalam alam demokrasi kapitalis saat ini, memberantas maksiat seolah hanya ilusi. Sebab hanya permukaan yang dibabat, sedangkan akarnya tetap dibiarkan menjalar semakin kuat. Apa yang terkuak media itu yang ditangkap, lainnya masih bisa bergerilya mencari generasi penerus. Oleh karenanya membabat prostitusi ini harus lah dengan mematikan akarnya. Mematikan pikiran tidak yang menjadi konseptor perluasan kemaksiatan di negeri ini.
Caranya adalah dengan mengungkapkan bahaya dari ide kebebasan yang menjadi payung hukum prostitusi. Kemudian mematahkan juga argumentasi berdalih hak asasi yang dijadikan pelindung kegiatan yang bernafas maksiat ini. Dilanjutkan dengan mengembalikan penyatuan agama dalam seluruh urusan hidup manusia. Menjadikan Allah ada dan dipakai aturannya bukan hanya tatkala sholat dan di masjid saja.
Aturan Allah harus dihidupkan dengan diterapkan di setiap lini hidup manusia. Sebab dengan dijalankannya aturan rajam dan jilid bagi pezinna sajalah pelaku prostitusi dan sejenisnya akan jera. Konseptor tak akan lagi punya kader yang mau menjalankan ide rusaknya. Dan untuk menyempurnakan pelaksanaan aturan ini haruslah hadir kekuatan penerapan skala negara. Sebab jika hanya sebatas individu semata, aturan Allah tak nampak sempurna keagungannya. Kalah kuat oleh entitas sekaliber negara.
Keberadaan negara yang menerapkan aturan Allah inilah yang akan memberikan dukungan nyata bagi pemberantasan prostitusi sejak dari pikirannya. Akan menghantam pikiran rusak dan memadatkan pikiran cemerlang Islam pada setiap orang. Sebab negara seperti ini pastinya waspada dengan sabda Nabi "Apabila telah marak perzinahan dan praktek Ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah" (HR. Al Hakim). [Arin RM]