Oleh : Ade Irma (Aktivis Revowriter)
Pilpres 2019 sebentar lagi akan di laksanakan di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan oleh Capres-cawapres (Calon Presiden-Calon Wakil Presiden), mulai dari kampanye ala blusukan, hingga slogan-slogan yang dilakukan oleh kedua pasangan Capres-cawapres demi menarik perhatian rakyat. Akhir-akhir ini lagi ramai pembahasan terkait usulan Tes Membaca Al-Qur'an Untuk Capres-Cawapres 2019. Seperti yang dilansir oleh TRIBUNNEWS.COM - Ikatan Dai Aceh mengundang dua kandidat calon Presiden RI untuk uji baca Al Quran.
Salah satu alasannya karena dua Capres sama sama beragama Islam dan penting bagi umat Islam untuk tahu kualitas calon presidennya.
"Tes baca Al Quran bagi seorang calon pemimpin yang beragama Islam sangat wajar dan sangat demokratis. Justru publik makin tahu kualitas calonnya," ujar Ridlwan Habib peneliti radikalisme dan gerakan Islam di Jakarta.
JAKARTA - Dewan Ikatan DAI Aceh mengusulkan adanya tes baca Alquran bagi kedua paslon. Mereka mengundang Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga untuk hadir baca Alquran di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, pada 15 Januari 2019.
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai tes baca tulis Alquran tak perlu dilakukan oleh kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Menurut BPN, yang lebih penting ialah pengamalan nilai kitab suci dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Tapi yang sangat dan lebih penting adalah pemahaman terhdap isinya dan bagaimana mengamalkanya secara demokratis dan konstitusonal di NKRI yang berdasar Pancasila dan UUD 45," kata Juru Debat BPN Prabowo-Sandiaga, Sodik Mudjahid saat dikonfirmasi Okezone, Minggu (30/12/2018).
Pada dasarnya Ide tes baca Al-qur'an untuk capres-cawapres dan respon terhadapnya merupakan salah satu bukti bahwa dalam demokrasi Al-Qur'an hanya menjadi alat permainan politik untuk memenangi persaingan di satu sisi, dan keberadaannya dianggap tidak penting di sisi yg lain.
Al-Qur'an adalah wahyu Allah sekaligus petunjuk hidup atas seluruh kaum muslim untuk mengamalkan isinya dengan kaffah. Tidak pilah-pilih dalam menjalankan syariat Allah. Apalagi menjadikan Al-Quran sebagai alat permainan politik. Sebagaimana firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)
Menurut Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah ta’ala berfirman menyeru para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya serta membenarkan rasul-Nya untuk mengambil seluruh ajaran dan syari’at; melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan sesuai kemampuan mereka.” (Tafsir Ibn Katsir 1/335).
Dalam Islam Usulan terkait tes baca Al-qur'an untuk capres-cawapres itu tidak ada salahnya. Hanya saja wajib bagi pemimpin mengamalkan isi didalamnya secara menyeluruh. Bukan hanya sekedar membacanya. Karena pemimpin negara bukan hanya dituntut bisa membaca Al-Quran, tetapi harus siap menerapkan isinya dalam bernegara. Itulah sebenarnya kapasitas pimpinan negara.
Umat butuh pemimpin yang bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Pemimpin yang mendengar, merasakan dan memberikan solusi yang tepat untuk mensejahterakan rakyat. Bukan hanya sekedar ucapan, namun rakyat masih saja menderita dengan segala keputusannya. Tentu umat butuh pemimpin yang paham akan syari'at dan mengamalkan isinya dalam bernegara. Ia paham akan segala konsekuensi atas segala keputusannya. Pemimpin yang paham kelak akan dimintai pertanggungjawaban nya atas apa yang dipimpinnya. Jika pemimpin negara sudah menerapkan sistem Islam dalam negara, tentu Rahmat bagi seluruh alam akan dirasakan. Sejarah sudah membuktikan Islam berjaya 13 abad lamanya dengan kesejahteraan rakyat nya, kegemilangan peradabannya. Dan menguasai 1/3 dunia dan memberikan Rahmat keseluruh alam.
Pemimpin negara yang seperti ini tidak akan ditemukan di sistem sekuler saat ini. Berapapun jumlah pemimpin yang sudah memimpin silih berganti. Keadaan rakyat akan terus seperti ini. Sebab pemimpin tidak menerapkan sistem Islam. Saatnya umat mencampakkan sistem sekuler demokrasi yang menempatkan hukum Allah secara tidak selayaknya. Sebab Al-Qur'an bukan hanya dijadikan ajang tes, tapi untuk diamalkan dalam segala hal, termasuk dalam bernegara. Wallahu a'lam.