Radhiatur Rasyidah, S.Pd.I
(Pemerhati Politik dan Anggota Akademi Menulis Kreatif, Kalsel)
2019 memanas !
Calon Presiden dan calon wakil Presiden masing-masingnya ingin menampilkan yang terbaik. Tak ingin meninggalkan kesan negatif. Begitu kira-kira.
Apa disangka, ternyata ada wacana yang dikutip dari Tribunnews.com bahwa ikatan Dai Aceh mengundang dua kandidat calon Presiden RI untuk uji baca Al-Qur'an. Salah satu alasannya karena dua Capres sama-sama beragama Islam dan penting bagi umat Islam untuk tahu kualitas calon presidennya.
"Tes baca Al-Qur'an bagi calon pemimpin yang beragama Islam sangat wajar dan sangat demokratis. Justru publi, makin tahu kualitas calonnya, " ujar Ridlwan Habib peneliti radikalisme dan gerakan Islam di Jakarta.
Banyak yang menganggap bahwa itu wajar, dan pastinya baik paslon satu maupun dua, dianggap bisa membaca Al-Qur'an dikarenakan sama-sama beragama Islam. Dalam Islam, membaca Al-Qur'an adalah ibadah yang harusnya dibaca setiap hari.
Setiap muslim tentu didorong untuk senang membaca Al-Qur'an dan menghiasi lisan mereka dengan tilawah. Tidak hanya sekedar kesenangan melainkan juga kebutuhan.
Membaca Al-Qur'an diperintahkan dengan tartil. Namun niat dalam membacanya semata-mata hanya karena Allah, ikhlas mengharap ridha Allah Swt.
Harus diketahui, Al-Qur'an bukan hanya sekedar bacaan. Ia adalah kitab hukum yang berisi petunjuk kehidupan dan hukum-hukum yang menyelesaikan beebagai persoalan hidup manusia.
Membaca Al-Qur'an adalah sunnah, namun mengamalkan isinya atau berhukum dengan hukum-hukumnya adalah sebuah kewajiban.
Kewajiban berhukum dengan Al-Qur'an adalah perkara yang tak bisa ditawar lagi.
Allah Swt berfirman dalam QS.Al-Maidah : 49 yang artinya : "Hendaklah kamu (Muhammad) memutuskan perkara di antara mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepadamu."
Kalau dalam kondisi saat ini, dimana Capres diminta untuk di tes bagaimana bacaan Al-Qur'annya itu merupakan salah satu bukti bahwa dalam demokerasi Al-Qur'an hanya jadi alat permainan politik untuk memenangi persaingan di satu sisi, dan di sisi lainnya keberadaannya tidak dianggap penting.
Karena itu, di negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini, tentu aneh jika dalam kehidupan bernegara ini justru sangat mengelu-elukan sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan dan negara. Di satu sisi, ada seorang politisi mengatakan agar umat jangan baper membawa agama ke ranah politik. Karena menurutnya, hari ini rakyat sedang memilih presiden, bukan memilih nabi, apalagi memilih tuhan.
Ironinya, di sisi yang lain, para politisi sekularitu justru mengeksploitasi agama untuk kepentingan politik mereka. Seperti meminta dukungan ulama, diliput ibadahnya, dan ingin diuji kefasihan bacaan Qur'annya. Tujuannya tidak lain hanyalah untuk menaikkan pamor kelompoknya dan menjatuhkan kubu lawan. Bukan untuk memuliakan Islam, apalagi menerapkan hukum Islam.
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Mengatur segala aspek kehidupan.
Al-Qur'an diturunkan Allah Swt tidak hanya untuk dibaca, tetapi untuk dijadikan sebagai pedoman hidup manusia, yang hukum-hukumnya wajib diterapkan dalam kehidupan.
Karena itu, tantangan yang pas dan perlu untuk pasangan calon adalah "beranikah mereka menerapkan hukum-hukum Al-Qur'an ?!" Bukan hanya sekedar tantangan baca Al-Qur'an.
Wallahua'lam.