Terkadang Butuh Pengakuan


Oleh: Sumiati (Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif )


Pemandangan yang sangat biasa ditengah-tengah kita ketika ada anak yang bicara kasar, tidak sopan, sulit diarahkan, tidak mau mendengar nasihat dan lain-lain. Dia mendapatkan gelar anak nakal. Tentu saja gelar negatif ini sangat tidak baik bagi perkembangan psikologis anak. Sering kali memacu anak semakin sulit untuk diperbaiki, baik orang tua dan guru disekolah akan kerepotan jika menghadapi masalah ini. Biasanya cap negatif yang diberikan pada anak ibarat doa yang dikabulkan oleh Allaah SWT. 


Padahal sejatinya tidak demikian setiap anak baik buruk bergantung bagaimana orang tua mendidik mereka. Jika anak pemarah, pembohong, pemalas, itu pasti kedua orang tuanya pun demikian. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: seorang anak mau menjadi yahudi, nasrani, majusi bergantung pada orang tuanya. Begitupun pepatah mengatakan "buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya".


Ada sebuah fenomena yang cukup menjadi pelajaran berharga. Seorang anak yang sekolah dimana ibunya pun ngajar disana. Yang namanya anak atau haqiqatnya manusia cenderung inginnya yang mudah, instan dan malas. Ketika anak tersebut malas maka guru yang lain segan karena anak guru rekannya. Dan hal ini dimanfaatkan juga oleh anak merasa karena anak guru sehingga tidak disiplin. Hal ini berdampak negatif jika dibiarkan terus menerus berlarut-larut. Dan membuat anak tersebut terkesan nakal dan akhirnya digelari nakal karena susah diarahkan. Nah, hal ini akan berat bagi orang tua , guru dan anak itu sendiri. Terlanjur gelar negatif telah disematkan padanya.


Alih-alih orang tuanya mencari solusi tak kunjung mendapatkannya, akhirnya dipindahkan ke sekolah lain dengan harapan mendapat titik terang untuk kebaikan putranya. Ditempat baru tidak mudah bagi anak itu sendiri beradaptasi dan bagi guru meriayahnya. Harus berlelah-lelah, marah hingga menangis agar anak ini pulih dari cedera mentalnya. Dan akhirnya ditemukanlah cara ampuh, yang selama ini anak tersebut tidak pernah mendapatkan tugas istimewa dari guru dan dipandang sebelah mata. Saat itu guru mempercayakan padanya tugas istimewa. Dan saat itu Allaah SWT memberikan jawaban ternyata anak tersebut menjalankan amanahnya dengan baik.


Dari sanalah ditemukan titik terang sesungguhnya anak tersebut bukan semata-mata nakal namun membutuhkan pengakuan dari orang-orang sekitarnya. 

Luar biasa hal negatif tadi terjadi dikarenakan orang tua dan guru juga orang-orang sekitar tidak tahu bagaimana mendidik anak dengan baik dan benar sebagaimana Rasulullah saw mengajarkan kepada kita karena beliau adalah tauladan sejati dalam segala hal.


لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا ﴿٢١﴾


"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."


(Q.S.33:21)


Hal yang terjadi pada anak tersebut bisa juga terjadi pada orang dewasa yang bergaul berinteraksi. Tatkala tak ada pengakuan maka masalah akan muncul karena naluri manusia menuntut demikian. Apakah hal ini bisa dikatakan tidak ikhlas? Ikhlas adalah amalan hati yang hanya Allaah SWT yang mampu menilai dan mengukurnya. Sebagai contoh sederhana misalnya kita bertanya dan diacuhkan oleh lawan bicara. Kira-kira apa yang dirasakan? Pasti kalaupun tidak marah akan ada rasa tidak nyaman dihatinya. Apakah penanya akan langsung dikatakan tidak ikhlas? Tentu tidak, hal itu wajar sekali terjadi.


Begitupun ketika berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakat ketika selalu disalahkan, apa yang diucapkan dan dilakukan semua salah. Tentu saja hal ini merupakan pembunuhan karakter atau penghambat kreativitas. Karena semua selalu dipandang salah oleh rekannya yang memiliki ego selangit. Tanpa disadari orang yang memiliki ego selangit menjadi duri dalam sebuah hubungan.


Analogi sederhana pembunuhan karakter adalah jika orang tua selalu melarang kepada anak dalam segala hal. Misalnya anak remajanya belajar motor dimarahin "nanti kamu celaka" padahal harusnya orang tua mengajarinya supaya anak paham bagaimana menggunakan motor. Atau anak belajar bisnis orang tua melarang "jangan nanti rugi" nah, hal-hal seperti ini bisa membunuh kreatifitas yang semestinya baik anak maupun rekan butuh pengakuan. 


Jika seluruh permasalahan hidup bersandar pada Islam. Hal ini tidak akan pernah terjadi. Dan setidaknya meminimalisir kekisruhan dalam sebuah hubungan.

Wallaahu a'lam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak