Oleh: Siti Ruaida, S.Pd
Setiap tanggal 1 Desember diperingati "Hari Aids" untuk mengingatkan akan bahaya HIV/AIDS, namun penderita HIV AIDS terus meningkat. Penyakit HIV AIDS memang seperti fenomena gunung es , sejak 2002 pertama kali ditemukan di Kalsel ada Sebanyak empat kasus, Kemudian terus meningkat seperti yang dilansir oleh BanjarmasinPost.co.id pada tanggal 16 November 2018, yang diambil dari data Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, tentang jumlah penderita HIV/AIDS di Kalsel. Tahun 2013 ada 185 orang, tahun 2014 ada 250 orang, 2015 ada 276, 2016 ada 513, 2017 ada 1.864 dan hingga Agustus 2018 sudah ada 2.128 penderita.
Angkanya ini diperkirakan akan terus meningkat, walaupun petugas dilapangan berupaya bekerja di lapangan secara aktif dan efektif dalam program penanggulangan HIV/AIDS sebagai upaya untuk membongkar kasus gunung es yang tersembunyi pada tiap daerah. Bahkan program penanggulangan HiV AIDS dilakukan secara komprehensif melalui program layanan berkesinambungan melalui Puskesmas Ramah HiV AIDS dengan mensosialisasikan untuk mendapatkan dukungan semua pihak baik pemerintah, swasta CRS maupun LSM dalam rangka mendukung upaya penanggulangan bahaya HIV AIDS. Bahkan target kedepan di tahun 2019 sudah ada sarana dan prasarana yang memadai dan terintegrasi dalam menunjang Puskesmas Ramah HIV AIDS.
Pemberian informasi tentang HIV dan AIDS kepada generasi muda juga sudah dilakukan sedini mungkin dengan mendatangi sekolah- sekolah kemudian memberikan penyuluhan untuk pencegahan melalui jalur pendidikan, melalui media massa ataupun organisasi kepemudaan dan masyarakat. Juga pemberian informasi melalui media KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) audio-visual yang dianggap sebagai salah satu sarana pembelajaran yang efektif. Karena lebih dianggap mampu menarik perhatian kelompok usia muda produktif juga sebagai bentuk pendekatan terhadap kelompok tersebut karena dianggap rawan dan beresiko tinggi juga telah dilakukan. Pendek kata sudah berbagai macam cara penyuluhan atau pemberian informasi , pencegahan , edukasi dan sebagainya sudah dilakukan dalam upaya menekan laju perkembangan HIV AIDS dan tentu sudah banyak dana yang digelontorkan tapi belum bisa menunjukkan hasil yang diharapkan.Terbukti data pengidap HIV AIDS di Indonesia terus bertambah bahkan mencapai angka 25 juta yang telah menjadi korbannya. Dan lebih celakanya lagi pengidapnya berasal dari kalangan berusia produktif yaitu usia 20 hingga 29 tahun. Penyebabnya sendiri diperkirakan lantaran minimnya pengetahuan tentang pencegahan dan penularan HIV/AIDS. serta sikap dan sifat permisif terhadap perilaku yang melanggar norma agama dan budaya.
Kasus HIV/AIDS memang laksana bom waktu, siap memusnahkan generasi produktif negeri ini. Sosialisasi pencegahan penularan pun menguap tak berbekas. Edukasi tentang hubungan seks yang sehat yaitu dengan menggunakan kondom, penggunaan jarum suntik steril bagi pengguna NAPZA agar aman tetap saja membuat jumlah orang yang terinfeksi virus ini semakin tahun terus meningkat. Hal ini tentu tidak lepas dari pemberlakuan hukum sekuler yàng memisahkan antara agama dengan kehidupan. Kehidupan individu dianggap urusan pribadi yang tidak boleh dicampuri oleh negara, sehingga negara tidak bisa hadir mengurusi urusan perindividu dengan aturan yang tegas. Kita telah menjadi korban sebuah sistem asing yang tidak cocok dengan kita sebagai hamba Allah sehingga wajar HIV AIDS Menghantui Negeri dan Generasi. Bisa dikatakan antara akar masalah dan penyelesaian tidak bisa tersambung. Ajàran Liberalisme yang menjamin kebebasan bertingkah laku adalah akar persoalan yang telah menjadi ladang subur tumbuhnya virus HIV AIDS. Bagaimana tidak hubungan seksual dipandang sebuah kebutuhan bahkan difasilitasi oleh negara dengan adanya lokalisasi. Jika ada keberatan masyarakat terhadap lokalisasi, baru dibubarkan, ataupun dipindahkan. Kemudian muncul lagi turunannya seperti prostitusi online, yang saat ini sudah menjadi sesuatu yang masif dan dianggap sebuah kewajaran dikondisi zaman digital demi memenuhi birahi pria hidung belang, begitu seterusnya tak cukup puas dengan perempuan lewat hubungan tidak sah, muncul lagi kasus LGBT yang merebak seperti jamur dimusim hujan dalam memenuhi nafsu bejatnya. Keberadaan LGBT dianggap hal biasa bahkan dilindungi oleh HAM, sebagai bagian masyarakat yang minoritas, atau kaum yang termajinalkan yang sibuk menuntut pengakuan akan eksistensinya sebagai makhluk yang juga manusia, seperti itu ungkapan yang mereka dengungkan, agar diakui diri dan perilaku menyimpangnya.
Semua perilaku menyimpang tersebut, entah dengan PSK ataupun LGBT tidak akan dianggap sebagai pelaku kriminal di sebuah negara sekular walaupun mayoritas penduduknya muslim, karena mereka dilindungi oleh undang-undang. Jadi Jangan bermimpi ada sanksi yang menempatkan pria beristri yang suka "jajan" sebagai pesakitan, karena mereka orang dewasa yang bebas memutuskan sesuatu dan punya dalil pendukung suka sama suka. Lalu bagaimana kalau ternyata pelakunya adalah remaja atau dibawah umur tentu tak ada pasal apapun yang dapat menjerat pelaku seks bebas berusia dibawah umur ini.
Demikianlah sistem sekular yang memisahkan agama dari kehidupan, yang menjunjung tinggi kebebasan dan menganggapnya sebagai harga mati. Yang penting terpuaskan segala nafsu setan mereka. Pembiàran atau tidak adanya pengaturan negara wajar saja membuat orang jangankan memikirkan dosa, memikirkan tentang akibat buruk perilaku seks bebas dan menyimpang seperti terinfeksi virus HIV/AIDS pun dibuat tidak sempat. Sebagai akibat abainya negara dalam mencegah kemaksiatan karena tidak adanya penerapan hukum yang memberi sanksi tegas sehingga memberi efek jera bagi pelakunya.
Islam Solusi Tuntas Selamatkan Negeri.
.
Mengingat bahaya HIV AIDS tersebut tentu harus ada upaya yang lebih solutif yang mampu mengungkap dan menyelesaikan permasalahan yang hanya akan bisa diselesaikan dengan solusi yang paripurna yang hanya akan bisa kita dapatkan dari sang pencipta dan sang pembuat keteraturan. Dalam hal ini hanya Islam yang mampu memberikan solusi yang yang bersifat preventif (pencegahan) maupun solusi yang bersifat kuratif.
Solusi preventif hanya akan bisa dilaksanakan dengan menghilangkan praktek seks bebas, mengharamkan laki-laki dan perempuan berkhalwat, perilaku yang merusak masyarakat dengan pornoaksi dan pornografi, mengharàmkan zina, melarang penyimpangan seksual (LGBT), mengharamkan narkoba dan minuman keras serta pemberian sanksi yang tegas bagi pelaku pelanggarnya. Dan yang tidak kalah penting adalah kewajiban amar ma'ruf nahi munkar sebagai bentuk kepedulian, penjagaan dan kontrol terhadap lingkungan tempat tinggal kita seperti yang Allah perintahkan, bahkan Allah menuntut tanggung jawab kita apabila ada kerusakan atau kemaksiatan disekitar kita itu adalah tanggungjawab kita untuk meluruskan dan bahkan Allah memperingatkan dengan keras bahwa doa-doa kita tidak akan diijabah jika kita melakukan pembiaran terhadap kemaksiatan. Hal ini mengingat pentingnya kepedulian dan peran kita dalam menjaga lingkungan agar terbebas dari aktivitas maksiat.
Solusi kuratif yang wajib dilakukan oleh negara adalah menerapkan hukum dan sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan agar masyarakat aman dan terjaga sesuai dengan fungsi bahwa negara adalah perisai bagi umat. Untuk para penderita HIV AIDS yang tertular secara tidak langsung dan tidak melakukan kemaksiatan maka wajib dikarantina dan dijamin kebutuhannya dan bisa berinteraksi dengan orang lain dengan pengawasan yang ketat. Maka dengan penerapan aturan dan pemberian sanksi yang tegas bisa disimpulkan bahwa hanya hukum Allah lah yang terbaik dan mampu menyelesaikan persoalan sampai ke akar masalah. Allah yang menciptakan manusia dan Allah juga yang memberikan aturan yang sempurna agar manusia selamat dunia dan akhirat.
Wallahu a'lam
Penulis Pengajar di MTs. Pangeran Antasari Martapura
Member AMK KALSEL
.