Oleh Yanti Nurhayati, S.IP. (Muslimah Peduli Umat)
Pelan tapi pasti, kelompok pembenci Islam terus merusak generasi Muslim dengan berbagai macam cara. Akhir-akhir ini di dunia maya ramai diperbincangkan bahkan menjadi kontroversi adanya tanda tangan petisi penolakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Kesannya memang manis, padahal isi RUU itu menjamin kebebasan seks sesama jenis (LGBT) dan perzinaan dengan dasar “suka sama suka”.
RUU PKS sendiri muncul karena didasari tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia. Pada catatan tahunan 2017 Komnas Perempuan, tercatat 348.446 kasus kekerasan yang dilaporkan selama tahun 2017. Angka tersebut naik 74 persen dari tahun 2016 sebanyak 259.150 (www.komnasperempuan.go.id).
Kekerasan seksual tak hanya marak di Indonesia, namun menjadi masalah dunia. Data dari PBB menyebutkan 35 persen perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan secara fisik dan seksual. 120 juta perempuan di dunia pernah dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dan tindakan seksual lainnya. (Serambinews.com)
Tentu saja RUU PKS ini perlu diwaspadai, terutama pasal-pasal dalam rancangan tersebut sarat dengan agenda feminis kaum liberal, sebagaimana yang disampaikan oleh Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustaz Bachtiar Nasir, beliau mengungkapkan bahwa saat ini kelompok feminis radikal telah mengusung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) untuk mengelabui masyarakat Indonesia. Hal itu beliau ungkapkan saat memberi kajian di Insan Cendekia Madani (ICM), Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu, (23/1).
Aroma kebebasan seksual pun mulai tercium, salahsatu contoh pasal yang dimuatnya adalah ada pada pasal 5 ayat (2) huruf b yang dikategorikan kekerasan seksual artinya mendorong setiap orang untuk bebas memilih aktivitas seksual tanpa ada kontrol dari pihak lain. Pihak yang melakukan kontrol seksual justru bisa dipidanakan. Orang tua tidak boleh melarang anak lajangnya melakukan hubungan seks bebas karena bisa terkategori kontrol sosial.
Tentu saja RUU PKS ini wajib di tolak karena frasa pada pasal-pasal RUU PKS tersebut bertentangan dengan syariat islam dan sengaja dihembuskan untuk semakin menjauhkan umat islam dari agamanya terutama merusak generasi bangsa ini dengan melegalkan perzinaan, LGBT dan aborsi. Parahnya, atas dasar hak asasi manusia orangtua tidak memiliki kekuatan untuk melarang anaknya berzina dan suami tidak memiliki hak terhadap istrinya. Naudzubillahiminzalik
Asal muasal maraknya kekerasan seksual adalah tidak dijalankannya syariat Islam untuk mengatur interaksi sosial masyarakat. Aurat perempuan dipertontonkan dimana-mana dengan vulgar. Pornografi menyeruak hingga ke ujung jari (gadget). Anak-anak sejak dini sudah terpapar pornografi. Saat ini bukan lagi zaman dimana orang mencari konten pornografi. Tapi konten pornografi yang mendatangi kita. Tanpa diminta.
Di sisi lain, aturan tentang pornografi dan pornoaksi sangat lemah. Karena definisi porno juga makin liberal. Video seorang anak perempuan yang mengakses pornografi dari gadget saat sedang bersama orangtuanya membuat kita miris. Pornografi sudah sejauh itu menguasai alam pikiran anak kita.
Akibatnya muncul penyakit masyarakat berupa seks bebas. Jika bisa terpenuhi suka sama suka menjadi zina dan prostitusi. Jika tak terpenuhi, menjadi perkosaan. Akibat zina dan perkosaan, muncuk kehamilan tak diinginkan (KTD). Lanjutannya adalah aborsi.
Maka upaya menghentikan kekerasan seksual dengan mengusung kebebasan seksual ibarat mengaduk lumpur. Makin memperkeruh masalah. Kekerasan seksual akan makin marak, seiring kebebasan seksual makin digemakan.
Kekerasan seksual akan terselesaikan tuntas dengan penerapan syariat Islam. Laki-laki dan perempuan diperintahkan menutup aurat ( An nuur 30, 31 dan al Ahzab 59) dan juga menundukkan pandangan (an nuur 30 dan 31). Sehingga pintu pertama zina sudah tertutup.
Islam juga melarang khalwat sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda :”Janganlah sekali-kali seorang laki-laki bersepi-sepi (berkhalwat) dengan seorang perempuan, kecuali [perempuan itu] disertai mahramnya.”
Ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan) juga dilarang sebagaimana hadits dari Abu Hurairah RA : Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan seburuk-buruknya adalah yang paling belakang. Sebaik-baik shaf untuk wanita adalah yang paling belakang, dan seburuk-buruknya adalah yang paling depan.” (HR Muslim, no 440).
Syariat pergaulan ini sangat bagus jika dilegislasi menjadi qanun (undang-undang). Beserta dengan sistem sanksinya. Perilaku liwath (LGBT) juga diberantas, dengan dakwah masif dan juga sanksi yang berat. Penerapan syariat inilah yang akan menyelesaikan persoalan kekerasan seksual. Bukan justru mengusung kebebasan seksual. *
Sudah saatnya kita kembali pada syariat Islam kaffah yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk mengatur hubungan dengan sesama manusia, mengatur pergaulan didalamnya agar manusia memiliki martabat yang mulia. Tidak seperti sistem sekuler kapitalis saat ini yang menjauhkan peranan agama dalam kehidupan yang menghinakan manusia melebihi hinanya binatang.
Wallahu a’lam bishowab