Oleh: Sumiati (Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif )
Karakter Manusia memang demikian jika tanpa dibimbing wahyu maka akan terus menerus tidak terarah. Ketika ada orang yang berbicara tentang keburukan seseorang sebagai contoh untuk dijadikan pelajaran, orang yang selalu berprasangka buruk dia akan merasa bahwa dirinya sedang disindir. Apapun yang orang lain katakan selalu berakhir dengan prasangka yang buruk. Dalam pandangan orang yang seperti ini biasanya orang lain tidak ada yang benar, mereka salah dan hanya dia yang benar. Bahkan ketika dirinya salah sekalipun, dia tidak mampu melihat kesalahannya tetapi dia terus menerus menyalahkan orang lain.
Mengapa demikian? Dikarenakan keimanan yang rapuh dan ilmu yang dangkal. Sehingga dia tidak mampu menimbang benar dan salah. Yang akhirnya dia semakin terpuruk akibat kebodohannya. Dalam hatinya yang dia ingat hanya "orang lain selalu salah dan hanya dia yang benar". Bahkan bahayanya karakter buruk ini jika putra putri kita meniru apa yang dilakukan orang tua. Sungguh kasihan anak-anak yang diberikan contoh prilaku buruk. Dan disamping orang tua mendapatkan dosa investasi berikutnya orang tua kerepotan mendapatkan anaknya selalu bermasalah dengan teman-temannya baik teman main atau teman disekolah. Yang akhirnya kasus demi kasus menambah daftar panjang masalah kehidupan hingga hidup terasa semakin sempit dan semakin rumit.
Hati yang berpenyakit selalu berprasangka buruk kepada orang lain akan sulit menghadapi kehidupan.
Kapanpun masalah akan datang, jangankan orang lain salah, tidak salah sekalipun dia akan selalu berprasangka buruk kepada orang lain yang menyebabkan orang lain bosan atas sikapnya yang memungkinkan enggan untuk sekedar berteman dengan orang yang demikian.
Jika memelihara sikap seperti ini maka yang rugi adalah diri sendiri.
Bagaimana hidup akan lebih baik jika tiada henti menjalani kehidupan dengan mengedepankan nafsu ego yang menyesatkan. Sebagai contoh jika anak mengadu pada orang tua bahwa dia didzalimi temannya dengan diejek ataupun apa saja sejenis keburukan, maka orang yang memiliki karakter diatas akan sangat sulit untuk bijaksana. Karena sikap yang pertama muncul adalah marah dan berkata bahwa orang lain telah nakal terhadap anaknya. Bukan introsfeksi diri yang dilakukan melainkan langsung berprasangka buruk.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ ﴿١٢﴾
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. "
(Q.S.49:12)
Kalaulah orang tua selalu demikian dimanapun berada tinggal dimanapun masalah serupa akan terus menghampiri anak maupun diri kita sendiri. Ujian yang Allaah SWT berikan akan sama tidak ada peningkatan karena ujian yang pertama tak kunjung lulus disebabkan tidak pandai mengambil ibroh selalu diperbudak nafsu. Hingga diri dikuasai setan.
Hidup adalah perjalanan menuju akhirat. Sudah semestinya yang disiapkan adalah amalan akhirat. Seberat apapun ujian harus tetap fokus pada tujuan. Kalau bukan diri kita sendiri yang memaksa diri dan keluarga kita untuk tunduk pada Allaah SWT tentu siapa lagi? Mendengar nasihat, belajar sabar, belajar ikhlas, jangan selalu menyalahkan orang lain, fokus pada perbaikan diri, jangan selalu berprasangka buruk kepada orang lain, InsyaAllah hidup lebih berkah. Kembali kepada Islam kafah yang menjadi solusi bagi setiap permasalahan. Merubah pola fikir kita hingga akan terlihat dari raut wajah ketika mendapat masalah dan terlihat dari tutur kata yang makin bijak.
Wallahu a'lam bishawab.