Oleh: Siti Maisaroh, S.Pd.
Buton, merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alamnya. Terkhusus karena Buton sebagai daerah yang dikenal dunia akan hasil aspalnya. Bahkan menurut peneliti, aspal Buton lebih unggul dibandingkan dengan aspal Trinidad Lake Asphalt dari pulau Trinidad di laut Karibia.
Aspal Buton pertama kali ditemukan oleh seorang geolog dari Belanda yang bernama W.H. Hetzel pada tahun 1924. Pertama kali digunakan untuk pembuatan jalan sejak 1926. Indrato Sumantono menyatakan bahwa deposit aspal alam Buton sebesar 650 juta ton. Bahkan ada juga yang memperkirakan 750 juta ton, ini berarti mengandung 80% cadangan aspal dunia, sisanya dari Trinidad, Meksiko, dan Kanada. (situs Indonesia. Tempo, 2016). Pasokan aspal yang melimpah di kawasan Lawele pulau Buton ini tersebar di 43.000 hektar, diyakini tidak akan habis ratusan tahun kedepan.
Namun, sangat ironi sekali. Bagaimana tidak, karena ternyata, potensi sekaligus kekayaan daerah ini belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah pusat. Sekalipun pemerintah Sultra sendiri telah berkomitmen untuk wajib menggunakan aspal Buton. Namun faktanya dalam pembangunan jalan, pemerintah justru mengimpor aspal dari Iran sebesar 1,2 juta ton setiap tahunnya. (Sultrakini.com, Feb. 2016).
Aspal Buton juga pernah berjaya pada tahun 1980-an. Kala itu produksi aspal bisa mencapai 300 ribu ton perhari. Namun kini, Bupati Buton La Bakry mengungkapkan, “Tidak ada satupun kekayaan alam yang ada di kabupaten Buton bisa dinikmati oleh daerah. Semua dikelola oleh swasta dan kewenangannya itu bukan di daerah.” (RakyatSultra/SultraRaya/4/1/2019).
KEJANGGALAN PENGELOLAAN
Pengelolaan aspal yang melimpah ini ternyata menyisakan sejuta tanya. Karena pada faktanya, masih banyak kita temukan jalan-jalan khususnya dikawasan Buton dan sekitarnya yang belum tersentuh oleh aspal daerahnya sendiri. Masih sering kita temukan kubangan, bahkan genangan lumpur tebal saat musim hujan tiba. Ini bukti bahwa hasil dari pengelolaan aspal Buton belum bisa tersalurkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk masyarakat Buton dan sekitarnya.
Ini dikarenakan solusi secara umum seluruh pengelolaan sumber daya alam di Indonesia belum dikelola sendiri oleh Negara. Melainkan masih mengandalkan kerja sama dengan para investor asing dari luar negeri, seperti Cina, Jerman, Inggris dan tentunya Amerika.
Sehingga, kepentingan asing di negeri ini untuk mengeruk bahan baku dari SDA kian menjadi-jadi. Lalu mereka menjual kembali dengan harga sangat tinggi, sedangkan rakyat negeri ini hanya bisa gigit jari karena nasibnya sebagai pembeli.
Belum lagi ditambah solusi andalan penguasa untuk menopang perekonomian Negara yakni dengan menaikan pajak pada rakyatnya dan menumpuk utang pada para capital bermental penjajah. Maka penderitaan rakyat pun kian memilukan.
Sejatinya, akar masalah semerawut dan kacaunya pengelolaan SDA di negeri ini adalah karena diadopsinya system Kapitalisme baik politik maupun ekonomi. Alih-alih mengikuti perkembangan globalisasi, negeri yang kategori berkembang ini justru terjebak oleh negeri-negeri Kapitalis. Diterapkannya system Kapitalisme di negeri ini yang sejatinya berasal dari Barat, membuka lebar peluang penjajahan ekonomi oleh Barat sendiri. Misalnya, terjadinya swastanisasi terhadap perusahaan-perusahaan Negara, liberalisasi arus perdagangan dan modal, deregulasi sector-sektor swasta, penghapusan subsidi, peniadaan control harga, pemotongan atas program-program social dan sebagainya.
Imbasnya sangat terasa bagi rakyat bawah. Karena factor pendidikan yang rendah, dan terbuai oleh manisnya janji-janji kampanye dalam pemilu. Sedangkan utang Negara dan penanaman modal kepada asing telah menguntungkan dan memanjakan Negara-negara korporasi. Tidak berlebihan, jika kita katakan bahwa para penguasa negeri ini lebih memihak kepada asing dari pada peduli pada nasib rakyatnya sendiri. Lagi-lagi, ini karena system Kapitalisme telah membuat negeri ini bertekuk lutut pada negera-negera maju pemilik dollar dan modal besar.
BUTUH SOLUSI
Melihat kerusakan penguasa dalam melayani rakyatnya karena menggunakan system aturan yang salah. Kita tidak boleh bungkam atau malas tahu. Kita harus meluruskan permasalahan dan bergegas mencari solusi tuntas.
Langkah pertama dan mendasar yang harus dilakukan adalah mencabut akar masalahnya, yaitu system Kapitalisme. Lalu menghadirkan system Islam sebagai sebuah system politik dan ekonomi yang mampu menandingi angkuh dan kejamnya system Kapitalisme.
Islam mengatur bagaimana cara mengelola SDA dengan baik dan benar, agar bisa bermanfaat bagi seluruh rakyat. Dalam konsep ekonomi Islam terdapat konsep kepemilikan yang terbagi atas 3, yaitu kepemilikan individu (segala sesuatu yang boleh dimiliki dan dikembangkan oleh individu), kepemilikan umum dan kepemilikan Negara. Air, padang dan api termasuk SDA yang masuk dalam kategori kepemilikan umum, artinya tidak boleh dimiliki oleh individu atau swasta, kecuali dalam jumlah yang sangat sedikit. Tetapi sejatinya harus dikelola oleh Negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk. (Imam Asy Sayukani, Nayl al Authar, hal 1140).
Inilah sedikit gambaran akan konsep ekonomi dalam Islam. Namun, aturan demikian hanya bisa diterapkan dalam system yang utuh dalam pemerintahan yakni khilafah. Karena mustahil, jika aturan mulia ini diterapkan dalam bingkai Kapitalisme. Sehingga kesejahteraan rakyat dalam Islam bukan sekedar omong kosong belaka. Karena telah teruji secara historis ketika dahulu diterapkan selama kurang lebih 14 abad lamanya. Waallahu a’lam.