Oleh : Nurul Putri
(Ummu warabatulbait dan Pegiat Dakwah)
Sepanjang tahun 2018, lebih dari lima bencana alam besar menimpa Indonesia. Sejumlah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, hingga fenomena likuifaksi, menelan banyak korban. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, hingga 14 Desember 2018--sepekan sebelum bencana tsunami di Selat Sunda menerjang--telah terjadi 2.436 kejadian bencana di Indonesia.
Secara umum, tren bencana meningkat selama satu dekade terakhir, dan didominasi oleh bencana banjir, longsor, dan puting beliung. Meski demikian, bencana paling mematikan disebabkan gempa bumi dan tsunami. Berdasarkan data BNPB, kejadian gempa bumi sendiri menyebabkan 572 nyawa melayang tahun ini. Sementara untuk kejadian gempa bumi yang diikuti tsunami, hingga 14 Desember lalu--sebelum tsunami Selat Sunda-- memakan korban jiwa sebanyak 3.397. Dibandingkan dengan tahun-tahun lain selama satu dekade terakhir, jumlah korban jiwa akibat bencana alam di tahun 2018 adalah yang terbanyak.
Tahun ini seperti jadi tahun penuh duka bagi bangsa Indonesia mengingat banyaknya bencana massif mencakup kecelakaan transportasi udara dan laut yang menjadi peristiwa yang sangat mematikan.
Kemudian ditambah lagi dengan adanya Pilpres 2019 mendatang, berbagai isu penting yang dapat diangkat sebagai bahan debat publik bagi kedua Capres. Namun di tengah usaha pemerintah yang masih berkuasa saat ini, tentu akan menyiapkan hal yang menarik, mulai dari isu pembangunan maritim, infrastruktur konektivitas, pengelolaan sumber daya alam dan penggunaan lahan, serta isu impor beras dan ketahanan pangan. Selain itu, kehadiran isu tenaga kerja asing, penanganan bencana, divestasi Freeport hingga masalah pertahanan dan keamanan terkait kelompok kriminal bersenjata (KKB), dan menguatnya Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) juga patut diperdebatkan eksistensinya, mengapa mereka masih tetap aktif hingga saat ini.
Ketika di tahun ini kehidupan begitu jauh dari keberkahan. Alam seakan marah karena bangsa ini sudah begitu melewati batas. terjadi bencana alam, paling tidak ada beberapa yang menjadi penyebab terjadinya bencana tersebut. Pertama, azab dari Allah karena banyak dosa yang dilakukan. Kedua, sebagai ujian dari Allah. Ketiga, Sunnatullah dalam arti gejala alam atau hukum alam yang biasa terjadi. Bisa jadi analisa tersebut semuanya mempunyai kemungkinan yang sama besarnya.
Jika bencana dikaitkan dengan dosa-dosa bangsa ini bisa saja benar, sebab kemaksiatan sudah menjadi kebanggaan, baik di tingkat pemimpin maupun sebagian rakyatnya. Perintah atau ajaran agama banyak yang tidak diindahkan, orang-orang miskin diterlantarkan. Maka ingatlah firman Allah:
“Jika Kami menghendaki menghancurkan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan daiam negeri tersebut, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya,” (Al-Isra'[17]: 16).
Bisa jadi sebagai ujian kepada bangsa ini, khususnya kaum Muslimin agar semakin kuat dan teguh keimanannya dan berani untuk menampakkan identitasnya.
Dengan adanya bencana yang Allah perlihatkan kita sebaiknya sebagai muslim yang taat tetap berupaya mengenali hukum-hukum Allah yang telah ditetapkan atas alam ini, untuk terus melakukan introspeksi terhadap keseriusan kita dalam menaati perintah-perintah Allah SWT dan menyadari kesalahan serta dosa-dosa kita kepada-Nya.
Demikian halnya, suatu dosa besar manakala membiarkan penguasa dengan aturan kufurnya mengatur negeri ini. Aturan yang menyebabkan gagalnya ri'ayah su-unil ummah (pengaturan urusan umat) dari sosok pemimpin. Aturan yang membuat penguasa berpaling dari syariat Allah. Aturan yang menghalalkan turunnya azab Allah karena berbagai kebijakan zalim dan kemaksiatan. Aturan yang membuat pemimpin ingkar terhadap janji-janjinya, bahkan aturan itu sendiri-lah penyebab rezim mabuk dan refresif anti Islam. Menyerang, membulli dan mempersekusi para ulama penegak syariat.
Hampir semua penyebab bencana sedang melanda bangsa ini. Penyebabnya terletak pada masalah kepemimpinan, amanah dan penguasa. Jika suatu bangsa memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat, baik (shalih), cakap/cerdas dan kompeten dan amanah, maka kebangkrutan dan kehancuran sebuah bangsa tinggal menunggu waktu saja. Sebab, pemimpin seperti itu menganggap kekuasaan bukan sebagai amanah untuk menciptakan kesejahteraan dan ketentraman bagi rakyatnya, tetapi sebagai sarana dan kesempatan untuk memperkaya diri dan bersenang-senang.
Akibatnya, perilaku korupsi merajalela, penindasan dan kemiskinan menjadi pemandangan yang lumrah, dan kebangkrutan moral menjadi hal yang sangat sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, memilih pemimpin atau pejabat harus hati-hati dan selektif, sebab mereka akan memanggul amanah yang sangat berat.
Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Jika amanat disia-siakan, maka tunggulah saatnya (kehancuran). Abu Hurairah bertanya; “Bagaimana amanat itu disia-siakan wahai Rasulullah?, Beliau menjawab,”Jika suatu urusan diserahkan pada orang yang bukan ahlinya (tidak memenuhi syarat)”( HR. Bukhari).
Oleh karena itu, sudah saatnya sistem batil ini dicampakkan. Dan umat Islam bersegera kembali menerapkan hukum-hukum Allah yang dipastikan akan membawa keberkahan. Yakni dengan berjuang menegakkan institusi penerap syariat Islam, yang tidak lain adalah sistem Khilafah. Karena Khilafah adalah kepemimpinan umum kaum Muslimin yang akan menerapkan syariat Islam dan mengemban dakwah ke seluruh alam. Sistem inilah yang secara jelas pernah menaungi umat Islam bahkan non Muslim selama bertahun tahun. Dan di masa itu, kesejahteraan dan persatuan hakikipun terwujud. Hingga umat Islam mampu menjadi umat terbaik, memimpin peradaban cemerlang sekaligus menebar rahmat ke seluruh alam.
Mahabenar Allah dengan firman-Nya :
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96).
Wallahu a'lam bi Ash Shawab.