Oleh : Halimatus Sa'diyah (Aktivis Muslimah)
Menanggapi pernyataan Komisioner Komnas Perempuan Imam Nahe’i menyebut poligami bukan ajaran Islam merupakan suatu kelancangan yang tidak dapat dibenarkan.
Dari media DetikNews yang terbit Sabtu (15/12/2018), di restoran Gado-Gado Boplo Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan, Imam mengatakan "Saya berkeyakinan poligami bukan ajaran Islam. Jauh sebelum Islam datang itu praktik poligami sudah dilakukan. Artinya dengan menyebut poligami ajaran Islam itu keliru. Kemudian Islam datang dan ada ayat poligami itu dalam konteks apa, memerintahkan atau mengatur".
Tak lupa dengan salah satu ketua umum PSI Grace Natalie yang secara jelas dalam pidatonya menolak poligami mempertegas bahwa saat ini kaum liberalis sekuler telah sukses menjalankan misi besarnya, menjadikan umat Islam semakin jauh dari aturan syariat.
Kelancangan ucapan yang telah terlontar jauh ini merupakan akibat dari telah mendarah dagingnya paham kebebasan dan pemisahan agama dalam kehidupan. Aturan Allah yang sudah pasti akan membawa kemaslahatan jika ditegakkan menjadi diremehkan bahkan harus ditentang.
Dalam hal ini poligami merupakan syariat Allah yang tertulis di dalam Alqur’an. Seorang muslim harus menyakini bahwa setiap aturan yang Allah turunkan bernilai penuh kebaikan bagi seluruh manusia.
Jika pada hari ini poligami banyak dikaitkan dengan kasus yang tidak enak didengar atau dilihat secara fakta, bukan berarti aturan Allah itu yang salah. Melainkan individu manusia itu sendirilah yang membatnya menjadi salah.
Mereka hanya memakai setengah dari aturan agama dan tidak mau diatur dengan aturan syariat secara kaafah. Belum lagi paham kebebasan menambah polemik kehidupan masyarakat saat ini. Masyarakat diatur oleh sistem yang bukan dengan syariat-Nya. Sehingga hukum yang ada dengan mudah diganti seenaknya sesuai kepentingan pemimpin.
Sedikitnya penjagaan keselamatan dan moral pendidikan, seperti tidak adanya aturan jelas dalam pergaulan laki-laki dan perempuan membuat akhirnya banyak terjadi kasus perselingkuhan. Minimnya ilmu tentang tata cara kehidupan berkeluarga dan membagi peran sebagai orang tua membuat kehidupan keluarga seperti jauh dari bayangan kebahagiaan.
Ditambah peran ekonomi kapitalis yang menciptakan kekayaan hanya dimiliki segelintir orang membuat umat hidup dalam kepayahan, sehingga wajar jika dalam kasus poligami yang terjadi hari ini membuat para pelakunya merasa ditelantarkan baik secara materi maupun moril.
Jadi jelas, bukan aturan Allah-lah yang salah, melainkan manusia yang tidak mau diatur dengan aturan Allah itulah yang salah. Poligami meski secara kasat mata terlihat seperti berpihak sebelah tangan, namun pasti memiliki kebaikan yang teramat banyak.
Apalagi dalam Islam poligami hukumnya boleh bukan sunnah, sehingga seperti halnya makan, minum, bermain yang dibolehkan. Umat bisa memilih apakah ingin melakukan atau tidaknya perbuatan tersebut. Jadi sebenarnya tidak perlu seharusnya dipertentangkan.
Pertentangan terhadap hukum syariat Allah merupakan suatu bukti nyata bahwa kaum liberalis sekuler semakin ingin menghilangkan sisa-sisa hukum Islam yang berpotensi memunculkan kebangkitan. Mengapa kebangkitan? Karena disaat kaum liberalis sekuler hidup tanpa aturan yang jelas, seperti bergaul tanpa ada batasan, hidup dengan hura-hura melakukan dugem, mabuk-mabukan, membiarkan LBGT dan tidak menikah, hal ini akan menciptakan kehancuran bagi generasi mereka sendiri. Sedangkan aturan Islam yang diatur dengan menikah akan terus melahirkan generasi yang baik secara nasab dan penuh kegemilangan.
Barat telah membuat berbagai propaganda yang kini berhasil menjauhkan muslim dari ajaran Islam itu sendiri. Hal ini merupakan keberhasilan yang sama dengan saat mereka meruntuhkan khilafah Utsmani di Turki pada tahun 1924 M.
Kondisi pertentangan terhadap syariat Allah akan terus terjadi sepanjang umat Islam tidak memiliki kekuatan politik khilafah. Keberadaan khilafah di tengah umat hari ini dapat menjadi perisai bagi umat itu sendiri.
Seperti halnya sahabat Umar bin Khattab ketika menjadi kepala negara, ia menerapkan sistem perputaran bagi pasukan yang sedang berperang setiap empat bulan sekali. Kebijakan ini dibuat karena Umar ketika itu pernah mendengar rintihan doa seorang istri yang sedang menahan rindu kepada suaminya yang sedang pergi berperang. Sehingga Umar berfikir untuk membuat kebijakan baru agar dapat menghilangkan kesedihan para istri yang tengah ditinggal berperang.
Begitulah kemuliaan aturan Islam yang diatur dalam bingkai khilafah. Seorang pemimpinnya mampu memahami kebutuhan individu masyarakatnya, sehingga wajar aturan Allah jika diterapkan di muka bumi ini dapat memberikan rahmat bagi seluruh alam. Wallahu’alam.