Oleh : Siti Latifah (Mahasiswa Ma’had LIPIA)
Indonesia sudah memasuki tahun politik, yang mana sebentar lagi akan diadakan pagelaran pesta demokrasi, warga Indonesia khususnya para pemuja demokrasi bersemarak untuk bersama-sama merayakan pesta ini. Demokrasi akan tumbuh subur bahkan menjamur ketika dipupuk dengan suara rakyat, begitu juga sebaliknya, demokrasi akan tumbang dan binasa ketika suara rakyat sudah tak lagi mem back-up nya, sehingga suara rakyat adalah hal yang sangat penting untuk mendongkrak kekuasaan.
Para capres dan cawapres baik dari kubu petahana maupun oposisi berusaha menarik simpati rakyat untuk menyumbangkan suara mereka kepada masing-masing paslon. Dalam sistem demokrasi yang notabenenya menghalalkan segala cara demi meraih bangku kekuasaan, termasuk membangun opini di masyarakat dengan kebohongan atau hoax. Sebagaimana dilansir dari GELORA.CO - Sebuah video beredar di lini masa media sosial twitter. Dalam video tersebut nampak ibu-ibu berbaju kuning bertuliskan 'We Are Alumni For Jokowi' dalam acara Alumni UI mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin yang berlangsung di Gelora Bung Karno, Sabtu, 12 Januari 2019. Yang mengejutkan ternyata ibu-ibu tersebut merupakan pendukung Jokowi (PROJO) yang berasal dari Cibitung.
Sebelumnya kabar adanya deklarasi dukungan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) untuk pasangan calon presiden Joko Widodo dan wakil presiden KH Ma'ruf Amin diprotes keras Ketua Umum Iluni UI, Arief Budhy Hardono. "Iluni UI menegaskan secara kelembagaan tidak akan dan tidak pernah terlibat dalam politik praktis," kata Ketua Umum Iluni UI, Arief Budhy Hardono, dalam surat somasi yang ditandatangani pada 12 Desember 2018.
Dari fakta tersebut, seharusnya kita bisa mengetahui, mencerna dan berfikir bagaimana mungkin ada kebaikan yang dihasilkan oleh sistem yang rusak dan merusak, sebagaimana kita analogikan tidak akan pernah ada buah yang manis dan harum tumbuh dari akar yang busuk.
Saat ini masyarakat difokuskan hanya pada dua opsi saja, yaitu paslon nomor urut satu dan paslon nomor dua. Masyarakat seakan dikaburkan pada opsi lain, yang mana opsi tersebut berusaha di tenggelamkan dan disterilkan dari benak masyarakat. Opsi tersebut adalah kepemimpinan dalam islam. Sebagaimana yang kita ketahui dan yakini bahwa Rosulullah SAW adalah seorang kepala negara, beliau juga mencontohkan kepada kita bagaimana belian menjalakan roda pemerintahan dengan sistem yang khas dan unik yang bersumber dari Wahyu Allah SWT. inilah yang membedakannya dari sistem pemerintahan yang lain.
Sebagai ummat islam seharusnya mengikuti apa-apa yang di lakukan (disyariatkan) Rosulullah dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal sistem kepemimpinan, yang mana tak ada lagi diskusi atau musyawarah kecuali hanya sami'naa wa atho'naa (kami dengar dan kami taat). Sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al-Ahzab : 21, Artinya: “Sungguh pada diri Rosulullah terdapat teladan yang baik bagi kalian”.
Dan sistem pemerintahan inilah yang Rosulullah wariskan kepada umatnya. Yang dilanjutkan kepemimpinan oleh para kholifah, sehingga sistem pemerintahan setelah beliau adalah sistem khilafah bukan sistem yang lain. Secara historis, khilafah mampu memayungi 2/3 dunia selama 13 abad lamanya, seluruh agama hidup rukun, damai dan sejahtera di dalamnya. Maka jika Rosulullah telah mencontohkan kepada kita tentang praktik sistem kepemimpinan secara detail, pantaskah kita sebagai ummatnya mengadopsi sistem lain yang tidak beliau contohkan? Kalau ada sistem kepemimpinan yang berasal dari wahyu, mengapa masih memilih sistem yang berasal dari hawa nafsu?. Pantas Sayyidina Umar bin Khoththob ra pernah berkata: "Kita adalah satu kaum yang telah Allah muliakan dengan islam, jika kita mencari kemuliaan dengan selain islam, pasti Allah akan menghinakan kita". Wallahu a'lam
Cakep.. Tingkatin lagi tulis menulisnya..
BalasHapusBahasanya uh keliatan mahasiswa intelek bgt masyaAllah
BalasHapusCakep.. Tingkatin lagi tulis menulisnya..
BalasHapusCakep.. Tingkatin lagi tulis menulisnya..
BalasHapus