Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Polisi telah membekuk seorang pemuda, MS (21) pemilik akun sosial media instagram @rezahardiansyah7071. Ia jadi buruan aparat lantaran mengunggah foto-foto menginjak kitab suci umat Islam Al-Qur’an dan menghina ulama Kalimantan Selatan Tuan Guru Muhammad Zaini Abdul Ghani di akun instagramnya (kalsel.prokal.co).
Selain menghina, MS mencantumkan kata-kata bernada provokatif dalam konten unggahannya. MS mengaku motif perbuatannya karena marah pada teman sekelasnya di program pendidikan Kejar Paket B. Sehingga membuat akun palsu dengan identitas pacar temannya itu, atas nama IP. Supaya temannya P ketakutan karena pacarnya ditangkap polisi.
Salah satu konten yang diunggah MS di Instagram yang dinilai menghina agama Islam dan berbau provokasi adalah fotonya seorang pria menginjak Al-Qur’an di mushala dengan keterangan foto ‘Emang pantas diinjak Alqurannya, keberatan?’
MS dijerat dengan Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 UU Nomor 11/2008 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 19/2016 tentang ITE dan Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU ITE (detik.com).
Telah banyak penghinaan terhadap simbol agama tapi seperti dibiarkan saja. Desakan dari masyarakat banyak sehingga akhirnya ramai diberitakan media, khususnya bila menjadi viral di media sosial. Seperti, peristiwa pembakaran bendera tauhid. Bendera Rasulullah, simbol persatuan umat Islam. Milik kaum Muslim di seluruh nusantara, bahkan dunia.
Pembakaran bendera Rasulullah, pelecehan terhadap Al-Qur’an dan simbol-simbol Islam. Mengapa penghinaan terhadap agama terus berulang terjadi? Sebabnya, kebebasan berekspresi mendapat peluang dalam sistem kapitalisme. Kebebasan yang bermakna bebas untuk melakukan apapun, tanpa kecuali terbukti telah menimbulkan banyak keresahan. Sebab, hukuman yang diterima tak seberapa. Tak berselang lama, bakal dibebaskan dari penjara.
Banyaknya penghinaan dan pelecehan terhadap simbol-simbol Islam dewasa ini menunjukkan semakin lemahnya negara dalam menjaga aqidah masyarakatnya. Sekulerisme semakin menyuburkan sikap washatiyah, toleransi, Islam Nusantara, dan sebagainya. Dan tak adanya sanksi hukum yang tegas dan yang membuat jera, mengakibatkan kejadian seperti ini terus berulang.
Al-Qur'an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Al-Qur'an kitab suci yang menjadi pedoman hidup seorang Muslim. Al-Qur'an lah yang menjadi petunjuk hidup yang membawa rahmat bagi seluruh umat. Sejak dulu sampai sekarang, kaum Muslimin sepakat tentang wajibnya memuliakan Al-Qur'an.
Tentu aneh, di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini, jika dalam berkehidupan mengambil asas sekular yang lahir dari sistem Kapitalisme. Menjauhkan tuntunan agama dari kehidupan berpolitik dan bernegara. Padahal Allah SWT jelas menurunkan Al-Qur'an untuk dijadikan pedoman hidup manusia. Namun, penguasa masih enggan berhukum pada aturan-Nya. Bahkan, kerap simbol Islam dan Al-Qur'an dilecehkan.
Allah SWT berfirman:
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS. al-Maidah: 50).
“Jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang penghinaan yang mereka ucapkan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja. Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan rasul-Nya kalian selalu berolok-olok? Tidak usah kalian minta maaf karena kalian telah kafir sesudah beriman. (TQS. at-Taubah 65-66).
Islam merupakan agama yang tinggi dan satu-satunya yang di-ridhai Allah SWT. Banyak dalil tentang hal itu. Maka negara wajib menjaga aqidah umat sekaligus menjaga Islam tetap kokoh berdiri. Pelecehan terhadap Islam dan simbol-simbolnya akan dikenakan sanksi hukum yang berfungsi sebagai penebus dosa dan pembuat jera. Peran negara sebagai perisai umat akan nampak jelas dalam sistem Islam.
Alhasil, hanya dengan bersatunya umat dalam memperjuangkan sistem Islam secara keseluruhan (kaffah), seluruh isi Al-Qur’an bisa diamalkan dan dimuliakan. Maka, perlu perjuangan bersama untuk kembali diterapkannya sistem berlandaskan Al-Quran, dalam bingkai Khilafah Islamiyah sesuai mahhaj kenabian. Persatuan dan kebangkitan umat sangat mungkin terjadi jika dilandasi murninya keimanan dan kecintaan pada Al-Qur’an.[]