Oleh : Nay Beiskara (Komunitas Pena Islam)
Peralihan tahun 2018 ke tahun 2019 diwarnai dengan banyak kabar duka. Masih segar dalam ingatan bagaimana rentetan musibah datang bertubi-tubi. Mulai dari gempa lombok pada Juli 2018, gempa dan tsunami di Palu dan Donggala pada September 2018, gempa di Aceh, Bulukumba, dan Malili pada Oktober 2018, gempa di wilayah Kulonprogo, Yogyakarta pada November 2018, tsunami Selat Sunda yang menerjang Lampung, Banten dan daerah sekitarnya pada Desember 2018, dan yang terbaru, Merapi di Yogyakarta telah memperlihatkan aktivitasnya kembali pada Januari 2019. Subhanallah, begitu banyak musibah yang dialami negeri zamrud khatulistiwa ini hingga menimbulkan kerugian yang tak sedikit. Mulai dari kerugian materil hingga nyawa.
Memang, secara geografis Indonesia berada dalam kawasan "Ring of Fire", yakni cincin api. Apabila satu bergetar, maka akan menggetarkan yang lainnya. Sebagai manusia yang beriman, kita diperintahkan melihat suatu kejadian alam bukan hanya dengan logika saja, namun dengan kacamata keimanan jua. Dari sinilah setiap pribadi dituntut untuk bermuhasabah, bahwa ada sesuatu yang keliru telah dilakukan oleh setiap jiwa. Apapun peran yang dijalaninya, baik peran domestik maupun publiknya.
Pemimpin yang tidak menerapkan syariah. Pejabat, tokoh, dan ulama yang cenderung kepada harta hingga rela menggadaikan prinsip agamanya. Masyarakat yang individualis dan acuh tak acuh terhadap masalah sekitarnya. Mendiamkan kemaksiatan bertebaran di mana-mana. Para istri tak lagi mau tunduk pada perintah suaminya. Para suami tak lagi mampu mendidik dan menjaga istri dan anak-anaknya. Para ibu lebih memilih berkarir di luar rumah hingga lalai terhadap kewajibannya. Para ayah yang tega telantarkan keluarganya. Para remaja lebih bangga bergaya hidup ala Barat yang hanya mengejar kesenangan (leisure) duniawi semata. Semua tingkah laku manusia hari ini, sungguh telah mengakumulasi kemarahan Sang Penguasa Jagad Raya.
Mengapa terjadi demikian? Tak lain karena mereka telah jauh dari tuntunan Rabbnya. Alquran dan As Sunnah mereka tinggalkan. Sistem Islam yang Allah titipkan untuk diterapkan, mereka campakkan. Sebaliknya, mereka berlaku congkak dengan menetapkan aturan berdasarkan hawa nafsu mereka. Islam dianggap telah kuno dan tak mampu menjadi problem solver bagi setiap permasalahan. Jadilah Islam dikebiri menjadi sekadar aturan ibadah mahdhah saja. Islam berlaku hanya di ranah privat saja, sedang tidak di ranah publik.
/Saatnya Manusia Berubah/
Segala yang terjadi lebih disebabkan kejahilan dan kemaksiyatan manusia. Kaum muslimin di berbagai negeri semakin terpuruk. Jumlah mereka banyak, namun tak sedikit pun memiliki daya dan kekuatan melawan arogansi pihak-pihak yang membenci kaum muslimin.
Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati,” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud).
Bila manusia mau berpikir logis, jernih berdasarkan hati nurani mereka, baik muslim maupun non muslim akan melihat bahwa saat ini kekacauan terjadi di segala tempat. Zaman boleh modern, namun modernitas yang diraih tak mampu wujudkan manusia yang bermartabat dan berakhlak terpuji. Intelektualitas yang tinggi tidak mampu menjamin moralitas yang baik. Perilaku amoral menjangkiti pergaulan sebagian besar masyarakat. Ketidakpedulian sosial semakin menjadi-jadi. Hukum buatan manusia yang diterapkan di negeri-negeri muslim tak mampu menjadi penebus dan pencegah kemaksiyatan. Kekuasaan para penguasa dijadikan legalitas tuk membuat undang-undang yang sama sekali tidak pro terhadap warga negaranya. Terlebih lagi, kebebasan yang diusung oleh sistem Kapitalis Sekuler ini, semakin memberikan ruang bagi ide-ide dan gaya hidup yang jauh dari akidah Islam untuk berkembang. Rakyat kian terjerumus dalam lembah kemiskinan dan keputusasaan. Pada gilirannya, mereka menjadi masyarakat yang sakit.
Kondisi seperti ini tentu tidak boleh dibiarkan. Saatnya manusia berubah. Namun, bagaimana caranya? Pertanyaan ini harus dijawab dengan kajian yang serius dan mendalam.
Setiap manusia pasti menginginkan kebahagiaan. Secara fitrah, manusia menginginkan kehidupan yang aman, damai, tentram, sejahtera (dalam segala hal), mampu menjalani aktivitas mendasar manusia, dalam hal ini berkaitan dengan ibadah dan pemenuhan hajat hidup mereka. Namun, bila manusia dibiarkan mengatur diri mereka sendiri, maka yang akan terjadi adalah kekacauan. Bahkan, manusia bisa keluar dari fitrahnya. Oleh karenanya, manusia perlu aturan yang memang bersumber dari Sang Khaliq, Pencipta manusia yakni Allah SWT.
Allah SWT bukan saja berperan sebagai Al Khaliq (Pencipta makhluk), tapi juga sebagai Al Mudabbir (Pengatur makhluk). Ia telah menurunkan satu aturan yang diperuntukkan bukan khusus untuk kaum muslimin saja. Tapi, aturan yang juga untuk manusia seluruhnya. Aturan yang tidak melihat latar belakang suku, wilayah, warna kulit, ragam bahasa, pendidikan, jabatan, kepercayaan dan agama, serta adat-istiadat.
Inilah Islam, aturan sempurna dan paripurna untuk seluruh manusia. Yang mampu menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Yang mampu mencegah manusia berbuat keji. Yang mampu memposisikan manusia sesuai fitrahnya. Yang mampu memberikan keadilan bagi siapapun. Yang mampu menyejahterakan dengan standar kesejahteraan yang melampaui batas logika manusia. Dan yang terpenting adalah, Islam mampu menyelamatkan manusia dari panasnya azab neraka di akhirat kelak.
/Terapkan Mabda Islam/
Islam adalah sebuah mabda (ideologi), yakni akidah ruhiyah sekaligus akidah siyasiyah (politik). Aturannya meliputi segala bidang kehidupan, mulai dari politik, sosial, ekonomi, budaya, hukum, dan keamanan. Tidak hanya mengatur hubungan dengan Rabbnya, tapi juga mengatur hubungan dengan diri dan sesamanya. Aturan inilah yang mampu menjamin terselesaikannya problematika manusia. Hukum siapakah yang terbaik, jikalau bukan hukum yang berasal dari Pencipta manusia. Satu-satunya Zat Yang Mahamengetahui hakikat manusia.
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al Maidah [5] : 50)
Karenanya, manusia wa bil khusus kaum muslimin wajib menerapkan mabda Islam. Bukan hanya melihat dari sisi kewajibannya, tapi juga untuk menyelamatkan manusia dari kezhaliman sistem Kapitalis-Sekuler yang diterapkan saat ini. Agar kekejaman sistem buatan manusia yang rusak ini terhenti dan penjajahan negara-negara Barat pengusungnya atas manusia terhapus.
Hal ini dapat diupayakan dengan memahami kembali Islam sebagai mabda. Sebagai aturan hidup dan solusi yang solutif bagi tiap problem hidup manusia. Untuk dapat memahaminya tentu harus melakukan kajian terhadap mabda Islam. Karena tak dapat dipungkiri seseorang akan berbuat sesuatu sesuai dengan pemahamannya. Bila ingin masyarakat berubah dan menerapkan mabda Islam, masyarakat harus terlebih dahulu paham tentang mabda ini. Karena sejatinya mabda Islam merupakan kunci perubahan hakiki manusia. Tanpa mabda Islam, manusia akan terus terpuruk dan terlena dengan perubahan yang semu.
Wallahua'lam bishshowwab.
#MabdaIslam #IslamWayofLife #IslamKaffah #Perubahan #PerubahanHakiki #KunciPerubahan #PerubahanIslam #Opini