Oleh: Minah, S.Pd.I
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
Bendera dan panji-panji merupakan simbol eksistensi sebuah negara dan masyarakat. Setiap negara yang ada di dunia sejak masa lalu hingga masa kini, memiliki bendera atau panji-panji yang menjadi lambang bagi negaranya. Tidak terkecuali juga peradaban dan negara Islam (Daulah Khilafah Islamiyah).
Kajian tentang bendera (liwaa') dan panji-panji (raayah) dalam khasanah
tsaqafah Islam termasuk topik yang amat langka. Bahkan sebagian besar kaum Muslim tidak terlalu mempedulikan simbol-simbol Islam ini. Di dalam Islam, bendera ini telah menduduki posisi yang sangat tinggi.
Dahulu, bendera ini selalu dipasang oleh tangan yang suci dan mulia, tangan
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wasallam di atas sebilah tombak dalam setiap peperangan dan ekspedisi militer. Begitu mulianya kedudukan bendera ini, Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyerahkan bendera ini kepada beberapa sahabat yang sangat pemberani, seperti Ja’far ath-Thiyaar, ‘Ali bin Abi Thalib, Mush’ab bin ‘Umair.
Para sahabat ini senantiasa mempertahankan bendera dan panji-panji ini dengan penjagaan yang sangat sempurna. Mereka menjaga benderanya dengan sepenuh jiwa dan hati.
Di masa Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallam, panji dan bendera memiliki kedudukan yang sangat mulia, sebab, di dalamnya bertuliskan kalimat tauhid, ‘La Ilaha illaAllah Muhammad Rasulullah’. Telah dikuatkan dalam beberapa riwayat bahwa ada dua bendera dalam Islam. Yang pertama disebut Al-Liwa’, sebagai tanda bagi pemimpin tentara kaum muslimin dan sebagai bendera Negara Islam. Sedangkan bendera lain disebut Ar-Rayah dan digunakan oleh tentara kaum muslimin.
Bendera Al-Liwa’ Rasulullah. Adalah sepotong kain putih dengan tulisan
“Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur Rasulullah” di tengahnya. Bendera Ar-Rayah Rasulullah, adalah sepotong kain wol hitam dengan tulisan “Laa Ilaaha Illallaah
Muhammadur Rasulullah” di tengahnya. Dengan demikian, Liwa’ adalah bendera putih dengan tulisan hitam, sedangkan Rayah adalah bendera hitam dengan
tulisan putih.
“Panji (rayah) Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam berwarna hitam dan
benderanya (liwa) berwarna putih, tertulis padanya: Laa Ilaha IllaAllah
Muhammad Rasulullah.” (HR.Tabrani).
Teringat kisah Rasulullah, pada saat kaum Muslim menyerang dan mengepung benteng-benteng Yahudi Khaibar, tetapi mereka belum berhasil mengalahkan musuh hingga Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Besok akan kuserahkan bendera perang (ar Rayah) ini kepada seseorang yang
Allah dan Rasul mencintainya dan dia pun mencintai Allah dan RasulNya. Allah
akan memenangkan kaum Muslimin lewat tangannya.”
Para sahabat bergembira dengan kabar ini dan semua berharap agar bendera tersebut akan diserahkan kepadanya, hingga Umar ra berkata, “aku tidak pernah berambisi terhadap kebesaran, kecuali pada waktu ini.”
Pada pagi hari itu sahabat bergegas berkumpul dihadapan Rasulullah. Masing-masing berharap akan diserahi bendera komando. Akan tetapi, Rasulullah bertanya, “dimanakah Ali”? mereka menjawab, “dia sedang sakit mata, sekarang dia berada diperkemahannya.” Rasulullah mengatakan “panggillah dia”. Maka mereka memanggilnya.
Kemudian Ali datang dalam keadaan sakit mata lalu Rasulullah meludahi matanya dan sembuh seketika, seakan-akan tidak pernah merasakan sakit.
Beliau menyerahkan panji arrayah dan berwasiat kepadanya. “Ajaklah mereka
kepada Islam sebelum engkau memerangi mereka. Sebab demi Allah, seandainya Allah memberikan hidayah seorang diantara mereka lewat tanganmu maka itu sungguh lebih baik bagimu daripada onta merah (harta bangsa arab yang paling mewah ketika itu.” (HR. Muslim)
Kemuliaan bendera tersebut menjadi salah satu kebanggan bagi para pembawanya. Tak terkecuali para sahabat yang Allah muliakan. Mereka berlomba-lomba untuk menawarkan diri membawa bendera tersebut. Apalagi jika langsung diamanahi oleh Rasulullah. Mereka sangat senang. Mereka akan berusaha untuk menjaga dan melindungi walaupun nyawa taruhannya. Seperti sahabat Rasulullah yakni Mush’ab bin Umair.
Mush’ab bin Umair adalah seorang yang tampan dan kaya raya, namun, setelah dia masuk Islam dan memperjuangkannya dia menjadi orang yang sederhana. Dan rela mempertaruhkan nyawanya demi Islam. Mush’ab termasuk Duta pertama Islam.
Dalam perang uhud, Mush’ab bin Umair adalah salah seorang pahlawan dan pembawa bendera perang. Ketika situasi mulai gawat karena kaum Muslimin
melupakan perintah Rasulullah, maka ia mengacungkan bendera setingi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya. Lalu maju menyerang musuh. Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qumaiah dengan menunggang kuda lalu menebas tangan kanan Mush’ab hingga putus. Sementara mush’ab meneriakkan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.”
Maka mush’ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya hingga putus. Mush’ab membungkuk, lalu kedua pangkal lengan meraihnya kedada lalu berucap “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya
telah didahului oleh beberapa Rasul.”
Lalu orang berkuda tersebut menyerang yang ketiga kalinya dengan tombak dan menusukkannya hingga tombak itu patah. Mush’ab gugur dan bendera jatuh. Ia gugur dan syahid.
Masyaallah, begitu mulianya panji Rasulullah. Dan harus dijaga kemuliaannya. Sudah saatnya umat harus cerdas dalam memahami liwa rayah ini, karena bukan milik suatu ormas, namun liwa dan raya adalah panji dan bendera Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wassalam dan merupakan bendera Umat Islam. Warna yang hitam (rayah) dan putih (Liwa). Dan bertuliskan kalimat Tauhid. Wallahua’lam.