Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Sebelumnya, peserta BPJS Kesehatan telah diresahkan dengan adanya pembatasan dan pelayanan kesehatan yang berjenjang. Sekarang, peserta BPJS Kesehatan terancam tidak bisa memanfaatkan layanan kesehatannya di sejumlah rumah sakit. Pasalnya, BPJS Kesehatan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu akan bersikap tegas, yakni memutus kerjasamanya dengan rumah sakit yang tidak mengantongi sertifikat akreditasi.
Bagaimanakah dengan kepesertaan BPJS Kesehatan di Kalsel? Kepala BPJS Kesehatan Cabang di Banjarmasin, mengatakan pihaknya tidak ada pilihan lain selain harus menjalankannya. Menurutnya, hal itu mengacu pada Permenkes (Menteri Kesehatan) Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permenkes No 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (banjarmasin.tribunnews.com, 07/01/2019).
Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) mengatakan pihaknya akan mengevaluasi dan membantu rumah sakit yang kontrak kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak diperpanjang. Kondisi akreditasi rumah sakit saat ini, kata dia, sekitar 80 persen di seluruh Indonesia dengan berbagai tipe RS yang berbeda-beda. Dia menegaskan seluruh rumah sakit di Indonesia wajib melakukan akreditasi sebagai salah satu langkah perlindungan pasien, baik untuk syarat bekerja sama dengan BPJS Kesehatan ataupun tidak (kalsel.antaranews.com, 07/01/2019).
Dua dari enam rumah sakit di Kalimantan Selatan yang terancam terkena pemutusan hubungan kerja sama dengan BPJS Kesehatan ternyata sudah mengantongi sertifikat akreditasi. Yakni, RS Mawar Kota Banjarbaru dan RS Syifa Medika Kota Banjarbaru.
Diberitakan, BPJS Kesehatan akan memberhentikan kerja sama dengan enam rumah di Kalsel karena tidak mengantongi sertifikat akreditasi. Berdasar data yang disampaikan BPJS Banjarmasin, keenam rumah sakit itu adalah RSU Marina Permata (Tanahbumbu), RSU Mawar (Banjarbaru), RSUD Abdul Aziz (Marabahan), RSU Syifa Medika (Banjarbaru), RSU Borneo Citra Medika (Tanahlaut), dan RSIA Ibunda (Tanahlaut).
Seharusnya BPJS Kesehatan memutusan kerja sama dengan enam rumah sakit itu per 1 Januari 2019 lalu. Namun belakangan ada kebijakan untuk memberikan waktu tambahan selama enam bulan. Diharapkan dalam waktu enam bulan keenam rumah sakit tersebut sudah memiliki sertifikat akreditasi (banjarmasin.tribunnews.com, 08/01/2019).
BPJS kembali bertingkah, dengan alasan akreditasi rumah sakit tak memenuhi standar maka kerjasama terancam diputus. Inilah kebobrokan sistem Kapitalisme dalam penanganan kesehatan masyarakat yang diserahkan pada pihak swasta. Layanan kesehatan menjadi komoditi yang dihitung berdasarkan untung rugi. Dan negara berlepas tangan atasnya.
Sistem jaminan sosial, baik dalam bentuk ketenagakerjaan, kesehatan maupun yang lain, sebenarnya lahir dari sistem Kapitalisme. Dalam sistem ini, negara tidak mempunyai peran dan tanggungjawab untuk mengurus urusan pribadi rakyat. Padahal, jaminan sosial, khususnya dalam masalah kesehatan adalah kewajiban negara, bukan kewajiban pribadi atau kelompok masyarakat. Kewajiban ini tak boleh diabaikan, apalagi ditinggalkan, kemudian dialihkan kepada pribadi dan masyarakat. Dengan meninggalkan kewajiban ini, negara telah mengkhianati kewajibannya terhadap rakyat. Negara pun medzalimi rakyat dengan mengalihkan kewajiban itu pada rakyat, dan bila telat bayar atau tidak bayar akan dikenai sanksi.
Mirisnya, sejak awal dijalankan hingga kini banyak masyarakat yang belum benar-benar merasakan janji manis program tersebut. Polemik BPJS tak hanya dialami peserta, tapi juga tenaga kesehatannya. Di satu sisi ingin mengoptimalkan pelayanan, namun terbentur dengan dana operasional dan ribetnya tata aturan. Disamping itu, komersialisasi kesehatan justru berakibat pada kemudharatan, bahaya dan kesengsaran masyarakat. Rakyat yang telah sakit, makin bertambah sakit dibuatnya. Jelas kedzaliman ini harus segera diakhiri.
Dalam Islam kesehatan merupakan hak dasar seluruh rakyat. Negara wajib memenuhi kebutuhan akan kesehatan ini hingga tuntas pada setiap individu rakyatnya yang membutuhkan. Tak berhitung untung rugi. Rakyat mendapatkan pelayanan gratis. Fasilitas kesehatan pun akan dilengkapi dan tanpa dipungut biaya. Negara akan mengalokasikan keuangannya untuk kesehatan rakyatnya.
Kesehatan adalah unsur vital dalam kehidupan. Banyak dalil syar'i yang menjelaskan bahwa negara wajib memberikan jaminan kesehatan secara gratis bagi rakyatnya. Dalam Shahih Muslim terdapat hadits dari Jabir bin Abdillah ra, dia berkata, “Rasulullah Saw telah mengirim seorang dokter kepada Ubay bin Kaab (yang sedang sakit). Dokter itu memotong salah satu urat Ubay bin Kaab lalu melakukan kay (pengecosan dengan besi panas) pada urat itu.” (HR. Muslim).
Rasulullah Saw sebagai kepala negara telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa memungut biaya dari rakyatnya. (Taqiyuddin An Nabhani, Muqaddimah Ad Dustur, 2/143).
Ketika Islam diterapkan sebagai sebuah sistem kehidupan, penguasa berkontribusi luar biasa untuk bidang kesehatan. Pemberian jaminan kesehatan tersebut dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang ditentukan syariah. Di antaranya, dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, tambang, minyak, dan gas; sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanimah, fai, usyur, hasil pengelolaan harta milik negara dan sebagainya.
Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”
Jadi, pengelolaan kesehatan sejatinya tidak boleh dibebankan kepada rakyat, apalagi diserahkan pada swasta. Kebutuhan kesehatan itu wajib hukumnya diberikan negara secara cuma-cuma. Sebab, layanan kesehatan menurut Islam merupakan hak rakyat dan telah menjadi tanggungjawab negara untuk menyehatkan rakyatnya.[]
*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi. Berdomisili di HSS, Kalsel.