Oleh : Widi Yanti, SE (Pemerhati Masalah Sosial)
Indonesia yang terkenal sebagai negeri yang mempunyai tanah yang amat subur. Bagai syair sebuah lagu lawas “Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Pengibaratan bagaimana suburnya tanah di Indonesia. Namun saat dikabarkan bahwa petani tebu seakan menangis mendapati nasibnya yang mengenaskan dari tahun ke tahun. Mulai tanam bibit atau bongkar raton hingga tebang dan pengangkutan hasil panen bertumpu pada tenaga manusia. Biaya pokok produksi murni sudah di atas Rp 9.000 per kilogram karena sebagian besar lahan harus sewa. Kepemilikan lahan generasi baru petani makin sempit.
Ada sejumlah persoalan utama, yakni (1) Anomali cuaca yang akan mempengaruhi rendemen tebu menurun. Akibat tingginya kadar air, tanaman tebu cenderung melakukan pertumbuhan vegetatif sehingga proses pembentukan gula terhambat. (2) Lambannya revitalisasi pabrik gula. Karena penanam modal masih ragu melihat tebu nasional belum mencukupi untuk kebutuhan pabrik. (3) Penyimpangan gula impor. Kebijakan impor gula jumlahnya terus meroket hingga Indonesia menjadi importir gula terbesar di dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari-November 2018, impor gula telah mencapai 4,6 juta ton, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2017, yaitu 4,48 juta ton. (4) Penetapan harga eceran tertinggi gula konsumsi Rp 12.500 per kilogram. Penetapan itu belum disertai regulasi pendukung, seperti mekanisme pembelian gula petani, patokan harga gula petani, dan penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasar data APTRI (Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia), pada 2016, harga tertinggi gula konsumsi Rp11.200 per kilogram (Kg) dan terendah Rp9.250 per Kg. Pada 2017, harga terendah menjadi Rp9.200 per Kg dan tertinggi Rp11 ribu per Kg. Pada 2018, harga terendah sebesar Rp9.150 per Kg dan tertinggi sebesar Rp9.950 per Kg. (5) Perubahan mekanisme kredit petani, belum termasuk beban biaya bunga kredit yang dulu pada kredit ketahanan pangan dan energi (KKPE) bunganya 6 persen per tahun, sekarang diganti kredit usaha rakyat (KUR) menjadi 9 persen per tahun. (6) Pembatasan alokasi pupuk bersubsidi dalam Peraturan Menteri Pertanian no.130 Tahun 2014 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran tertinggi berlaku mulai 1 Januari 2015.
Permasalahan menjadi sangat kompleks dan sampai saat ini belum menemukan titik terang. Melihat keenam hal yang menjadi penyebab derita petani tebu yang sekian lama adalah bukti bahwa kebijakan pemerintah belum berpihak kepadanya. Tuntutan demi tuntutan yang diajukan seakan bagai angin lalu. Kebijakan ekonomi Indonesia berdasarkan sistem Kapitalisme. Dimana pihak yang mempunyai modal besar akan menguasai kebijakan. Mengakibatkan rakyat miskin semakin terpuruk.
Islam sebagai institusi yang tegak berdasarkan aqidah Islam. Memberlakukan aturan Alloh secara menyeluruh dalam bentuk Kekhilafahan sebagaimana Rosululloh mencontohkan di Madinah. Kemudian dilanjutkan pada masa kepemimpinan Khulafaur-Rasyidin. Khilafah mempunyai cara untuk mendorong majunya sektor pertanian. Dengan dimudahkan bagi setiap individu untuk mendapatkan modal dalam pengelolaan lahan milik pribadinya. Negara memberikan modal bagi siapa saja yang tidak mampu, sebagai hibah (hadiah), bukan sebagai hutang. Tidak ada hutang dengan tambahan bunga sekian persen. Semua dikembangkan melalui sektor riil saja. Memberlakukan secara tegas hukum pengharaman riba. Alloh berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 275:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهٰى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُون
َ
Artinya : orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Umar bin al-Khaththab pernah memberikan harta dari Baitul Maal (kas Negara) kepada para petani di Irak, yang dapat membantu mereka untuk menggarap tanah pertanian serta memenuhi hajat hidup mereka, tanpa meminta imbalan dari mereka. Di samping itu, Negara harus melindungi air sebagai milik umum, dan sebagai input produksi pertanian. Karenanya, air beserta sarana irigasinya tidak boleh diswastanisasi. Khilafah akan memberikan kemudahan dalam pengadaan pupuk, bibit, alat-alat pertanian, obat-obatan, pemasaran dan lain sebagainya.
Apabila lahan terbatas maka ada kebijakan khilafah untuk membuka lahan baru. Misalnya dengan mengeringkan rawa dan merekayasa menjadi lahan pertanian. Dan akan diberikan kepada warga yang mampu mengelolanya. Tanah mati adalah tanah yang tidak tampak dimiliki oleh seseorang, dan tidak tampak ada bekas-bekas apapun, seperti pagar, tanaman, pengelolaan, maupun yang lainnya. Menghidupkan tanah mati artinya mengelola tanah atau menjadikan tanah tersebut siap untuk langsung ditanami. Setiap tanah yang mati, jika telah dihidupkan oleh seseorang, adalah menjadi milik yang bersangkutan.
Rasulullah SAW, sebagaimana dituturkan oleh Umar bin al-Khaththab telah bersabda: “Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu adalah miliknya”. [HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Abu Dawud].
Kestabilan harga didapatkan dengan memberi sanksi tegas kepada penimbun. Dengan menyuruh mengeluarkan semua barang yang ditimbunnya dan memasukkannya kepasar. Islam memberikan batasan yang jelas tentang perdagangan dengan pihak luar negeri. Karena Khilafah akan menjalin hubungan dengan luar negeri berdasarkan kriteria bahwa Negara tersebut tidak melakukan permusuhan secara nyata kepada kaum muslimin dimanapun tempatnya. Karena menjalin hubungan dengan Negara seperti ini dihukumi haram. Tetapi jika melakukan perdagangan baik ekspor maupun impor kepada Negara yang menjaga hubungan baik dengan kaum muslimin itu dibolehkan. Dengan syarat dan perjanjian yang jelas. Bukan dengan maksud untuk mendikte salah satu pihak.
Islam sebagai Rahmatan Lil 'alamin memberikan aturan untuk mensejahterakan umat . Derita petani tebu saatnya diakhiri dengan menerapkan syariat Alloh. Lalu apakah kita masih ragu untuk menerapkannya?