Oleh: Siti Maisaroh, S.Pd (Praktisi Pendidikan)
Pesta akhir tahun menjadi budaya yang tidak terlewatkan untuk dirayakan. Khususnya oleh masyarakat dinegeri ini (Indonesia), dari kalangan konglomerat sampai kaum melarat sekalipun. Mereka bahkan rela mengeluarkan modal besar untuk memeriahkannya. Padahal Allah SWT telah melarang keras bagi kaum muslim untuk merayakan tahun baru, melalui hadist Rasulullah SAW 14 abad yang lalu, dari Sa’id Al Khudri ia berkata: Rasulullah SAW bersabda “Sungguh kalian akan mengikuti jejak umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke dalam lubang biawak, niscaya kalianpun akan masuk (mengikuti) ke dalamnya. Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah mereka kaum Yahudi dan Nasrani?”, Beliau berkata: “Siapa lagi kalau bukan mereka”(HR.Bukhari dan Muslim). Juga dari Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”. (HR.Ahmad dan Abu Daud).
Mengikis Kepribadian Muslim
Sudah seharusnya seorang muslim menjaga keutuhan kepribadiannya. Pola pikir dan pola sikap sebagai dua aspek pembentuk kepribadian itu sama sekali tidak diperbolehkan keluar dari jalur atau koridor akidah dan aturan Islam. Sedangkan dengan fakta yang terjadi ketika kaum muslim ikut merayakan tahun baru-an yang jelas perbuatan hadharah (peradaban) dari luar Islam jelas ini sudah mengikis kepribadian muslimnya. Padahal kaum muslim, sebagaimana penjelasan para ulama, dilarang ikut serta memeriahkannya. Dalil keharamannya ada 2 (dua); Pertama, dalil umum yang mengharamkan kaum muslimin menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffâr).Kedua, dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffâr fi a’yâdihim).
Sehingga disadari atau tanpa disadari dengan melibatkan diri pada perayaan tahun baru berarti kaum muslim sudah melakukan sesuatu yang dilarang Allah SWT atau telah bermaksiat. Sehingga identitas kita sebagai seorang Muslim kabur, alias tergadai oleh perbuatan yang sejatinya bukan berasal dari ajaran Islam. Juga harus diketahui selain hal itu, bahwa ini adalah propaganda barat kafir dalam menjajah pemikiran kaum muslim, menjauhkan kaum muslim dari budayanya sendiri, sehingga yang terpatri dalam pemikiran dan kebiasaan kaum muslim bahwa tidak mengapa untuk ikut-ikutan budaya barat (kafir). Padahal ini jelas tidak dibolehkan dalam pandangan Islam.
Sekularisme Subur Menjamur
Tidak bisa disalahkan sepenuhnya pada masyarakat, karena peluang yang terbuka lebar bahkan fasilitas yang ada didepan matalah yang membuat niat untuk turut berbuat itu terbesit. Banyak yang berdalih, perayaan tahun baru adalah hal lumrah untuk dibesarkan dan bahkan perayaan yang hanya setahun sekali itu, konon dianggap mampu mendongkrak perekonomian rakyat. Karena tepat dimalam pergantian tahun itu hotel-hotel kebanjiran pelanggan, tempat hiburan penuh pengunjung, pedagang kecilpun kecipratan untung. Roda perekonomianpun berputar. Itulah yang kerap menjadi alasan negara memfasilitasi bentuk-bentuk perayaan tahun baru. Sayangnya, dampak buruk yang mengiringi kegiatan maksiat ini kurang mendapat perhatian yang serius.
Bagaimana tidak, saat negeri yang boleh bangga dengan mayoritas penduduknya muslim ini ternyata harus menyayat perih ketika melihat fakta maksiat dimana-mana, khususnya dimalam tahun baru, dimana ada ikhtilat (campur baur), khalwat (berdua-duaan dengan yang bukan mahram), berzina, pesta kembang api dan tiup terompet, mabuk-mabukan, pesta narkoba dan sebagainya.
Mengapa hal ini dapat terjadi?, dan pemerintah kita seakan kebobolan mengatasi permasalahan langganan ini. Memang disatu sisi pemerintah telah melalukan upaya yang katanya sebuah pencegahan, dengan adanya pemberlakuan sanksi pada pelaku diatas. Tapi disisi lain, pemerintah (negara) sendiri memberikan ruang pada para pelaku untuk melakukan hal itu. Ini akibat dari diterapkannya sistem Sekularisme dinegeri ini, yaitu sistem (aturan) yang memisahkan agama dari kehidupan, mereka (mayoritas penduduk) memang beragama Islam dan mengakui adanya pencipta alam semesta, dan akan adanya hari kebangkitan. Namun hal itu hanya sekedar formalitas belaka. Karena, sekalipun mereka mengakui eksistensi agamanya, tetapi pada dasarnya mereka menganggap bahwa kehidupan didunia ini tidak ada hubungannya dengan sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Sehingga wajar, jika mereka berbuat sesuatu sesuka dan sekehendak mereka sendiri. Mereka hanya memainkan peranan Islam seputar ibadah mahda (urusan diri dengan tuhannya), sembari mempensiunkan agama dalam kehidupan. Sekularisme adalah paham rusak yang dihembuskan dari peradaban Barat dan ianya telah memusnahkan wahyu sebagai aturan tertinggi dan luhur yang harus dipahami oleh setiap muslim. Inilah akar permasalahan dari terjadinya segala tindakan rusak dinegeri ini, yakni sistem Sekularisme buatan tangan manusia yang selalu diagung-agungkan oleh mereka (antek-antek barat).
Demikianlah yang tertuai saudaraku, selama ideologi Islam disingkirkan dari mimbar-mimbar pemerintahan, dikubur dari permukaan kedaulatan, dan dibungkam dari lisan-lisan penyebaran, tentu selama itu pula meski kaum muslim adalah kaum mayoritas, namun ia juga akan selalu terbelakang dan jauh dari sebuah kemuliaan. Islam selalu dikerdilkan dari mata keduniaan. Inilah malapetaka dahsyat yang kaum muslim wajib tahu, dan kita tidak boleh lengah bahkan berdiam diri melihat kemaksiatan yang terjadi.
Kalau bukan kita (kaum muslim) yang bangkit mengeksistensikan ajaran dan budaya Islam, lantas kita akan berharap pada siapa?, padahal lembar-lembar sejarah telah cukup gemblang memberikan kita pelajaran, dimana kaum muslim akan bangkit dan berkemajuan sejajar dengan ketika Islam menjadi sebuah ideologi peradaban. Bagaimana dulu negeri-negeri muslim dihormati sekaligus ditakuti oleh musuh-musuh Islam karena Islam menguasai, nampak eksistensinya dalam setiap lini kehidupan.
Jadi, merayakan tahun baru jelas, bukan budaya seorang Muslim yang harus dipertahankan. Wa Allahu a’lamu bishowab.