Oleh : Ummu Aqeela
Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengatakan pemerintah akan mengevaluasi premi BPJS Kesehatan setelah pemilihan umum 2019. Menurutnya evaluasi ini dilakukan setelah pemilu agar tidak menimbulkan kegaduhan. Selain mengevaluasi ulang premi, JK menilai pemerintah pusat akan mendorong pemerintah daerah untuk berperan dalam mengatur pengelolaan anggaran BPJS Kesehatan. Masih menurut JK, layanan BPJS Kesehatan juga harus dibatasi agar tidak terjadi krisis seperti yang dialami Yunani. Sebab, negara para dewa tersebut terbebani anggaran kesejahteraan masyarakat karena menanggung jaminan kesehatan rakyatnya. Usulan mengenai kenaikan premi BPJS Kesehatan juga pernah disampaikan peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute Umi Lutfiah. Menurut umi, keengganan pemerintah menaikkan besaran iuran membuat BPJS Kesehatan mengalami defisit. Apalagi, jumlah peserta juga bertambah tiap tahunnya dan diperburuk dengan tunggakan iuran peserta mandiri. (Tempo.Co selasa, 13 November 2018)
Menelaah rencana yang akan dilakukan pemerintah diatas pastinya akan semakin membuat masyarakat terutama tingkat bawah menjadi korbannya. Bagaimana tidak, ketikan iuran perbulan yang sesungguhnya membebankan ekonominya mau tidak mau dibayarkan hanya untuk mendapatkan jaminan kesehatan yang itupun tidak menyeluruh. Pembenaran rencana itu terjadi hanyalah kepentingan bisnis lembaga kapitalis yang haus akan materi, bahwa pelayanan yang berupa jasa kesehatan pun dikomersilkan. Ketika setiap individu masyarakat diwajibkan membayar premi tiap bulan dengan berbagai ketentuan yang tidak mudah, juga pelayanan berjenjang yang seringkali mengabaikan kondisi fisik dan psikologis penderita. Demikian pula dengan pembayaran tagihan oleh pihak BPJS Kesehatan terhadap pihak Rumah Sakit yang tidak didasarkan pada kebutuhan pasien sebenarnya di lapangan yang seringkali lebih tinggi. Pada intinya BPJS Kesehatan belum layak dalam menjamin keterpenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana bisa dilihat dari banyaknya kejadian diskriminasi pelayanan terhadap masyarakat. Seolah-olah jika pasien menggunakan layanan BPJS dianggap sebagai orang yang tidak mampu dan tidak berhak mendapatkan pelayanan yang terbaik. Dan itu adalah sebuah pemikiran salah kaprah dalam menyediakan jaminan kesehatan terhadap masyarakat.
Berbanding terbalik dengan pelayanan kesehatan pada masa-masa khilafah tegak. Dalam masa tersebut adalah masa-masa pelayanan kesehatan terbaik sepanjang masa, membawa prinsip kemanusian yang sempurna. Hal ini bisa tercapai karena negara hadir sebagai penerap sistem syari’at Allah secara kaffah. Bertanggung jawab secara penuh dan menyeluruh akan pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik untuk setiap individu masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat atau umat dapat terfokus hanya di ibadah kepada Allah saja, tanpa harus terbebani dengan biaya kesehatan yang mahal bagi si penderita. Ini dapat terwujud dikarenakan negara hadir secara total untuk mengelola segala aset-aset dan sumber daya alam, untuk digunakan sepenuhnya dalam mensejahterakan umatnya, salah satunya memfasilitasi kesehatan secara cuma-cuma. Dan anggaran mutlak dipenuhi tanpa ada batasan dalam pendistribusiannya, dan setiap individu yang menderita sakit akan pulang kembali kerumah masing-masing dengan perasaan terhormat tanpa ada diskriminasi strata didalamnya. Bahkan hanya untuk menikmati fasilitas kesehatan yang begitu sempurnanya, banyak umat yang berpura-pura sakit dengan tujuan ikut menikmati fasilitasnya.
Ini adalah fakta nyata yang terjadi di masa-masa syari’at Islam dalam naungan khilafah. Satu-satunya aturan dari Allah yang tidak diragukan lagi dapat menaungi dan memberi rahmat untuk seluruh umat. Semestinya aturan ini pula yang diterapkan di negara kita yang kaya, bukan aturan buatan manusia yang sudah terbukti sebegitu lama menyengsarakan masyakarat. Karena tidak ada satupun aturan manusia yang bisa disandingkan dengan aturan Allah.
Wallahu’alam bishowab