Oleh: Nur Hasanah, SKom
(Pemerhati Media)
Pembangunan Infrastruktur yang digadang-gadang menjadi kebanggan, terus dipamerkan sebagai prestasi yang layak diberi acungan jempol oleh rakyat. Rakyat seolah harus turut merasa gembira atas keberhasilan pembangunan infrastruktur sebagai karya nyata hasil pembangunan penguasa rezim saat ini, seperti pembangunan Jalan Tol Trans Jawa yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya.
Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi mengatakan salah satu prestasi yang berhasil dicapai pada 2018 lalu, yakni rampungnya Jalan Tol Trans Jawa yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya.
Dalam sambutannya saat menghadiri acara perayaan puncak Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-58 PT Jasa Raharja bertajuk 'Fun Walk HUT Ke-58 Jasa Raharja', Menteri Budi mengatakan hal tersebut merupakan capaian yang luar biasa.
"Bahwa kita berhasil membuat tol Jakarta-Surabaya, satu prestasi yang luar biasa," ujar Budi Karya, dalam acara yang digelar di pelataran parkir Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. (Tribunnews.com Minggu 6/1/2019)
Infrastruktur Jalan Tol Prestasi Penguasa?
Menjadi hal biasa bagi rakyat, menyaksikan pencitraan yang dilakukan oleh rezim yang berkuasa untuk melanjutkan kekuasaannya di periode berikutnya. Termasuk oleh rezim saat ini, yang telah mengakui pembangunan infrastruktur jalan tol sebagai prestasi yang membanggakan. Padahal jalan tol tidak bisa dinikmati oleh semua rakyat, karena untuk menikmati pembangunan tersebut perlu merogoh kocek yang dalam karena tarif harga yang mahal. Untuk melewati jalan tol yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya, rakyat perlu mengeluarkan uang berkisar Rp. 600.000.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, dengan beroperasinya ruas jalan tol dari Jakarta hingga Surabaya akan menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat yang hendak berkendara menuju ibu kota Provinsi Jawa Timur.
“Terkait masalah tarif tol dari Jakarta-Surabaya yang mencapai Rp600.000 menurut saya itu tidak membebankan masyarakat, karena tol ini kan hanya sebagai alternatif dari jalan arteri,” (sindonews.com Kamis 29/11/2018)
Pembangunan jalan tol berbayar adalah bisnis yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Pembangunan jalan tol berbayar tidak bisa dikatakan prestasi penguasa karena bukan pelayanan penguasa kepada rakyat. Jadi untuk mengakui pembangunan infrastruktur sebagai prestasi kerja pemerintah rezim saat ini adalah memalukan dan menyesatkan karena tugas pemerintah adalah melayani rakyat dengan memberikan fasilitas yang baik secara gratis.
Azas manfaat yang diemban Demokrasi meniscayakan pelayanan tanpa pamrih, termasuk pelayanan penguasa terhadap rakyatnya. Apapun yang dilakukan bertujuan untuk mengejar keuntungan, termasuk memanfaatkan rakyat dalam mencapai keuntungan. Rakyat hanya dijadikan konsumen yang pasti dalam hubungan jual beli.
Dalam Sistem Kapitalisme peran pemerintah hanya sebagai regulator dalam membuat aturan. Sayangnya aturan itu tidak berpihak kepada rakyat melainkan lebih berpihak kepada para pengusaha kaum kapitalis. Termasuk kebijakan harga tarif tol yang tinggi dan memberatkan rakyat, jadi rakyat tidak perlu bangga dan menganggap pembangunan infrastruktur jalan tol sebagai prestasi pemerintah.
Kepemilikan Jalan Dalam Islam
Dalam Islam, kepemilikan dibagi menjadi tiga yaitu, kepemilikan pribadi, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Pertama Kepemilikan Pribadi yaitu, Semua harta yang tergolong sebagai kepemilikan pribadi, boleh dimiliki oleh masing-masing inividu. Dalam pengelolaannya, menjadi hak individu untuk di jual belikan atau untuk digunakan sendiri, misalnya rumah, kendaraan, pakaian dan lain-lain.
Kedua Kepemilikan Negara, yaitu harta yang menjadi milik Negara. Dalam pengolahannya dilakukan oleh negara untuk rakyat. Harta yang tergolong Kepemilikan Negara adalah ghanimah (harta rampasan perang), fa’I (harta yang telah ditinggalkan kaum kafir), jizyah (pajak per kapita yang diberikan oleh penduduk non-Muslim pada suatu negara di bawah peraturan Islam) dan kharaz (cukai hasil tanah yang dikenakan ke atas orang kafir). Harta ini diolah negara dan disalurkan untuk kepentingan rakyat.
Ketiga Kepemilikan umum yaitu, harta yang menjadi milik umum. Harta ini tidak boleh diserahkan atau dijual belikan untuk menjadi milik pribadi, misalnya jalan raya, air, masjid, hasil tambang dan fasilitas umum lainnya.
Rasulullah bersabda, "Dari Aisyah berkata; 'Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, tidakkah (sebaiknya) kami bangunkan rumah untuk engkau di Mina (sebagai tempat bernaung)?” Beliau menjawab; “Tidak perlu karena Mina tempat singgah siapa yang datang lebih dahulu.” (HR. Tirmidzi).
Dari hadis ini dapat dijelaskan bahwa Mina merupakan tempat seluruh kaum muslimin. Siapa saja yang lebih dahulu sampai dibagian tempat mina dan ia menempatinya, maka bagian itu adalah bagiannya dan bukan merupakan milik perorangan, sehingga orang lain tidak boleh memilikinya. Demikian juga jalan umum, manusia berhak lalu lalang di atasnya secara gratis, tapi tidak untuk dimiliki.
Begitu lengkapnya Islam mengatur untuk kemaslahatan umat, sehingga tidak ada alasan untuk menolak hukum Islam untuk diterapkan dalam kehidupan, termasuk dalam aturan negara. Sudah nyata pada masa Khilafah selama 13 abad lalu, Islam terbukti mensejahterakan rakyat, sedang kenyataan sekarang, Sistem Demokrasi tidak berfihak untuk rakyat dan menyengsarakan