Impor Jagung, Bukti Pemerintah tak Berdaulat Pangan

Oleh : Dini Azra

Kebijakan pemerintah neolib memang tidak pernah berpihak pada kepentingan rakyat kecil, dan lebih memperdulikan pihak asing. Pemerintah terbukti telah mengabaikan nasib petani, dengan keputusannya mengimpor jagung, sebesar 30 ribu bulan Februari mendatang . Dimana waktunya berdekatan dengan masa panen petani yang siklusnya antara Oktober hingga Maret nanti.

Menurut Dirjen. Perdagangan luar negeri Kementrian Perdagangan Oke Nurwan, kebijakan itu diputuskan setelah rapat koordinasi terbatas tahun lalu. Saat pemerintah membuka kran impor jagung sebesar 100 ribu ton. Oke mengatakan dilakukan impor ini atas pertimbangan, melihat kebutuhan pengusaha ternak mandiri, jika ketersediaan jagung lokal yang tidak mencukupi.

Namun, ketua Asosiasi Holtikultura Nasional Anton Muslim Arbi menampik bila Indonesia sedang membutuhkan impor jagung. Produk lokal masih mencukupi, bahkan jumlahnya masih surplus. Sebagaimana pernah dirilis oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2018, yang menunjukkan adanya trend kenaikan baik produksi ataupun konsumsi jagung, serta jumlahnya yang surplus hingga tahun 2021 mendatang. Pada 2019, produksi jagung diperkirakan mencapai 29,9 juta ton dan konsumsi 21,6 juta ton. Jumlah ini diprediksi naik dibanding tahun 2018 dengan jumlah produksi 28,6 juta ton dan konsumsi 20,3 juta ton. Keduanya memiliki neraca jagung surplus sebanyak 6,7 juta ton. 

Anton mempertanyakan keputusan pemerintah untuk mengimpor jagung tersebut, disaat masa panen dan jumlah jagung lokal yang sedang surplus. Keberadaan jagung impor tersebut akan menyulitkan petani dalam menjual hasil panennya. Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam mengurusi pangan. Padahal pada tahun 2014 lalu, Presiden Joko Widodo pernah berjanji akan menyetop impor.

“Kami bingung alasan impor jagung sekarang yang dekat dengan masa panen. Ini, kan, blunder. Kalau seperti ini presiden ingkar janji dong. [Kebijakannya] malah menyakiti petani,” kata Anton. (Tirto.Id/9//2019)

Hal ini membuktikan bahwasanya pemerintah memang gagal merealisasikan kedaulatan pangan, seperti yang dulu dijanjikan. Dan bahwa, pemerintah menggunakan paradigma neoliberal dalam pengelolaan pangan dan pertanian. Dengan adanya impor jagung ini, para petani semakin sulit menjual hasil panennya. Sedangkan korporasi asing justru diuntungkan. Inilah yang disebut sistem ekonomi neoliberal.

 Sistem dimana pemerintah melepaskan kewenangan dalam menangani ketersediaan bahan pokok / pangan. Dan menyerahkan ekonomi pada mekanisme pasar lokal maupun internasional. Sebagai bukti lainnya , pemerintah melakukan privatisasi BUMN ,dan membuka pintu lebar-lebar pada asing dengan keterlibatannya dalam perdagangan bebas. Termasuk juga membuka kran impor bukan hanya jagung, tapi juga gula, garam, kedelai dan juga impor lain selain bahan pangan.

Kedaulatan pangan pada suatu negara tercapai apabila negara tersebut mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara mandiri. Dan juga mampu dengan mandiri menentukan kebijakan pangannya tanpa campur tangan pihak lain. Di dalam Islam kebutuhan pangan wajib disediakan oleh negara, bagi seluruh rakyatnya. Kedaulatan pangan itu menjadi hal yang mutlak . Mengimpor pangan dari asing, bisa menjadi sebab terjadinya penguasaan terhadap kaum muslimin, dan itu hukumnya haram. 

Sebagai pemimpin Islam, seorang khalifah akan menjalankan politik ekonomi Islam dalam mengelola pangan dan pertanian. Sedang secara politik syariah Islam menetapkan bahwa negara harus bertanggung jawab penuh dalam mengurusi hajat masyarakat, dan tidak bisa dialihkan kepengurusannys kepada pihak lain. Karena peran seorang penguasa itu ada dua, yaitu sebagai raain ( pelayan),dan junnah ( pelindung). Sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wassalam telah bersabda ;

" Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya"(HR. Muslim dan Ahmad)

Bisa dibayangkan kondisi ketika sistem Islam yang diterapkan dinegeri ini, maka pihak asing manapun tidak akan berani mengintervensi urusan dalam negeri kita. Rakyat juga terpenuhi kebutuhan hidupnya, dan akan selalu aman terlindungi. Berbeda dengan saat ini, ketika seruan untuk kembali kepada syariah Islam selalu  dimusuhi, dianggap radikal, dan dituduh hendak mengancam kedaulatan NKRI . 

Pemimpinnya lebih memilih tunduk dan patuh kepada para kapitalis barat, dengan sistem neoliberalnya. Neolib sendiri merupakan sebuah gerakan massif yang berpusat di sektor perekonomian, namun dalam upaya mencapai tujuannya, menggunakan seluruh kekuatan yang ada di segala bidang. Seperti kekuatan dibidang politik, militer, sosial budaya, agama, pendidikan, media masa dan lainnya. Negara jadi tak berdaya, karena dijerat dengan hutang ribawi. Sehingga pihak asing, leluasa mengendalikan negara kita menurut kepentingan mereka.

Maka Rasulullah shalallahu alaihi wassalam pun mempunyai doa khusus untuk para penguasa.  Sesuai kriteria penguasa nya , Rosulullah ﷺ berdo'a :

"Ya Allah, siapa yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi ummatku lalu dia mempersulit urusan mereka, maka persulitlah dia.. Dan siapa yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi ummatku lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolonglah pula dia."(Hadits Riwayat Muslim)

Bukti mencintai negeri ini adalah dengan menjaganya dari rongrongan asing, serta mampu menjaga dan melindungi masyarakat , memenuhi hajat hidup mereka, namun tetap dalam keadaan yang merdeka. Tidak ada penghambaan kepada selain Allah Subhanahu wataala. Wallahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak