Oleh Nanik Farida Priatmaja, S.Pd
Pujian media internasional The Economist memiliki arti besar bagi negara yang mendapatkannya. Namun sebaliknya, akan meresahkan ketika mendapat kritikan. Pasalnya, media tersebut memiliki 1,5 juta pelanggan dan menjadi salah satu referensi pelaku usaha dan sejumlah kepala negara dunia. Apalagi, banyak kalangan menilai artikel-artikel di media ini merupakan suara para pelaku usaha global.
Media ekonomi berskala internasional yang berbasis di London tersebut mengkritik tajam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan mengedepankan geliat investasi dengan menarik investor. Kritik itu terungkap dalam artikel The Economist yang mengungkapkan beberapa faktor pendorong dan penekan pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Ketika Jokowi menjabat, Bank Dunia menghitung bahwa tingkat pertumbuhan potensial Indonesia adalah 5,5%. Cara terbaik untuk meningkatkan jumlah itu adalah dengan menghidupkan kembali sektor manufaktur, meniru negara-negara Asia lainnya dengan menjadi bagian dari rantai pasokan global," demikian isi artikel The Economist (CNBCIndonesia, 25/1/2019).
Menjawab kritikan media yang didirikan James Wilson sejak 1843 ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution tidak banyak berkomentar. Dia menyadari pemerintah belum berhasil merealisasikan janji kampanye Jokowi meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 7%. "Ya memang tak ada negara yang sesuai (dengan targetnya). Mana ada, coba cari! Kan memang ekonomi global sedang bergejolak", ujarnya. Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika mengatakan pemerintah mengapresiasi kritikan tersebut. "Namun, banyak dari kritik itu yang perlu diklarifikasi karena tidak didasarkan kepada data yang akurat dan peta komprehensif atas kemajuan ekonomi Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis. Meski belum mencapai target, menurut Erani, perekonomian Indonesia masih baik. Terbukti dengan pertumbuhan investasi yang terjaga (Katadata, 27/1/19)
Standar keberhasilan ekonomi Internasional saat ini dipengaruhi penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menilai keberhasilan ekonomi dari beberapa indikator. Pertama, nilai pertumbuhan ekonomi. Tingginya angka pertumbuhan ekonomi suatu negara dianggap sebagai indikator kondisi ekonomi negara yang membaik. Namun faktanya tingginya angka pertumbuhan ekonomi tak sejalan dengan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan hanya dinikmati segelintir rakyat saja. Hal ini nampak dari tingginya indeks kesenjangan sosial. Pada saat yang sama, angka kemiskinan menjulang tinggi dan angka pengangguran pun tak sedikit.
Kedua, pembangunan infrastruktur. Suatu negara selalu membanggakan maraknya pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah negerinya. Namun nyatanya tak semuanya bisa dinikmati rakyat di negeri ini. Fokus pembangunan infrastruktur masih terpusat pada berbagai wilayah yang menguntungkan dari sisi kemampuan menarik investor. Sebaliknya, masih banyak daerah-daerah di negeri ini yang terabaikan secara infrastruktur, minim transportasi yang berkualitas, serta fasilitas pendidikan yang tak memadai.
Ketiga, banyaknya investor. Investasi tinggi dinilai berpengaruh positif bagi perekonomian. Selain meningkatkan aktivitas produksi, investasi asing juga diharapkan dapat menjadi solusi bagi banyaknya pengangguran. Namun, faktanya masuknya investasi asing diiringi membanjirnya tenaga kerja asing. Artinya, investasi tersebut tidak memberikan dampak positif bagi warga negara. Selain itu, investasi asing juga menjadi jalan bagi penguasaan sumber daya alam strategis negara.
Keempat, kualitas tenaga kerja. Negeri ini memiliki jumlah pengangguran yang tinggi. Hal ini akibat minimnya kemampuan individu ataupun negara dalam menyediakan lapangan kerja. Kualitas tenaga kerja dalam negeri pun dinilai masih rendah.
Sungguh ironis jika standar sistem ekonomi kapitalis dijadikan sebagai patokan keberhasilan ekonomi suatu negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Pasalnya telah terbukti gagal mensejahterakan rakyat dan tak menjadikan negeri ini bangkit dari keterpurukan.
Islam yang rahmatan lil alamin merupakan sistem kehidupan yang sempurna. Islam mengatur segala aspek baik sistem ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, politik, kesehatan dan sebagainya.
Sistem politik ekonomi islam berprinsip menjamin terealisasinya pemenuhan kebutuhan primer setiap manusia secara menyeluruh, serta kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya sebagai individu dalam masyarakat. Karena itu politik ekonomi Islam bukan hanya meningkatkan taraf kehidupan sebuah negara semata, tanpa memperhatikan terjamin-tidaknya setiap manusia untuk menikmati kehidupan tersebut. Politik ekonomi Islam juga tak sekadar mengupayakan kemakmuran individu dengan membiarkan sebebas-bebasnya untuk memperoleh kemakmuran dengan cara apapun, tanpa memperhatikan terjamin-tidaknya hak hidup setiap manusia. Akan tetapi, semata-mata merupakan pemecah masalah kehidupan yang berupaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh manusia.
Berikut rincian tujuan sistem ekonomi islam,
1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu papan, sandang, pangan kesehatan dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat. Bukan hanya sebagian individu masyarakat semata.
2. Memastikan kesamaan kesempatan bagi semua warga negara. Tak ada kesempatan bagi investor asing ataupun pekerja asing yang dinilai akan merugikan rakyat dan negara.
3. Mencegah terjadi pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat. Tak ada ketimpangan sosial yang tinggi antara si kaya dan si miskin. Negara akan memberlakukan zakat mal bagi warga negara yang dinilai mampu membayarnya.
4. Memastikan setiap manusia mentaati aturan yang telah ditetapkan negara. Tak ada tebang pilih dalam pelaksanaan syariat ataupun pemungutan zakat.
5. Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Negara akan menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri dengan membuat perencanaan ekonomi yang matang dan berkualitas sehingga terhindar dari krisis ekonomi ataupun ketergantungan dengan negara lain.
Sistem ekonomi Islam berasaskan akidah Islam hanya dapat diterapkan dalam sistem khilafah yaitu sistem kepemimpinan dalam Islam yang mengatur segala aspek kehidupan yang mewujudkan Islam rahmatan lil alamin.
Wallahu'alam Bishowab