Oleh : Iis Kurniati, S.E.
(Ibu Rumah Tangga, Aktifis Dakwah)
Diberhentikannya Muhammad Said Didu dari jabatannya sebagai Komisaris PT Bukit Asam(PTBA), sesaat sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa(RUPLSB), semakin membuktikan kepada kita bahwa demokrasi yang katanya menjamin kebebasan berpendapat hanyalah ilusi belaka.
Mantan Sekretaris Kementrian BUMN ini diberhentikan dengan alasan "sudah tidak sejalan" dengan pemegang saham Dwi Warna(Menteri BUMN).
Pemecatan Said Didu terjadi hari Jum'at, 28 Desember 2018 lalu. Dua hari sebelumnya, tepatnya tanggal 26 Desember 2018, Said Didu membuat kultwit mengenai pembelian saham Freeport oleh PT Inalum.
Beberapa waktu lalu Said Didu menilai, langkah Pemerintah Indonesia melalui PT Inalum untuk mengambil alih 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak luar biasa.
“Kalau kita sampaikan secara objektif. Freeport ini adalah langkah biasa,” kata Said kepada wartawan di Jakarta Pusat, Sabtu (22/12).
Menurut Said, capaian itu tidak perlu diluapkan secara berlebihan karena pemerintahan sebelumnya juga pernah melakukan hal serupa. Yakni, ketika Indonesia mengambil PT Inalum dari Jepang dengan membayar pakai APBN.
“Tidak perlu ada overdosis yang berlebih, karena pernah terjadi juga pada 2013. Jadi (ini) suatu langkah korporasi biasa,” ucapnya.
Menurutnya, langkah pemerintah mengambil sebagian besar saham di Freeport sudah semestinya dilakukan.
Setidaknya ada lima hal terkait pengambilalihan 51,2 persen saham Freeport tersebut.
Yang pertama adalah habisnya kontrak dan harus diperpanjang sebelum 2021. Kedua, adanya kewajiban memenuhi Undang-Undang Minerba. Ketiga, Freeport mau menjual sahamnya. Keempat, PT Inalum bisa mendapatkan utang untuk membeli. Kelima kebijakan pemerintah yang mendukung.
“Jadi lima hal sekaligus terjadi. Apakah ini langkah bagus? Analisis saya ini langkah terbaik dari pilihan yang banyak yang memang ribet,” katanya
PT Inalum (Persero) yang membeli 51,2 persen saham Freeport, yang meminta agar Said Didu dicopot.
Usul itu disampaikan PT Inalum dalam sepucuk surat bernomor 930/L-Dirut/XII/2018 yang ditujukan kepada Pimpinan RUPS Luar Biasa PT Bukit Asam Tbk.
PT Inalum adalah Pemegang Saham Mayoritas Seri B Dwi Warna dan memiliki hak untuk mengusulkan agenda RUPSLB.
Menanggapi pemecatan dirinya, bagi mantan Sekretaris Kementerian BUMN ini, kemerdekaan berpendapat jauh lebih penting dari jabatan.
"Saya tidak punya bakat jadi penjilat," ujar Said Didu.
Tampak jelas apa penyebab dicopotnya jabatan Said Didu itu, adalah dikarenakan suara kritisnya terhadap kebijakan Pemerintah. Siapapun yang tidak pro dengan kebijakan Pemerintah, maka akan ber-resiko kehilangan jabatan. Hal Ini diperjelas dengan apa yang dikemukakan Menteri BUMN yaitu "sudah tidak sejalan". Jadi, jika ingin tetap memegang jabatan, dia harus sejalan dengan pemerintah, tidak mengkritisi kebijakan pemerintah, meskipun kebijakan itu tidak berpihak kepada rakyat dan malah menguntungkan asing.
Sistem demokrasi yang menjamin kebebasan berpendapat, tidak berlaku jika pendapat itu tidak sejalan dengan penguasa. Demokrasi hanya melindungi pendapat yang mendukung penguasa. Karena demokrasi sejatinya adalah sistem di mana yang menentukan kebijakan adalah para kapitalis yang berada di belakang penguasa. Dan penguasa tunduk di bawah para pemilik modal, karena kesepakatan yang saling menguntungkan di antara mereka.
Begitulah sistem demokrasi, di mana segalanya ditentukan oleh para kapitalis, termasuk kebijakan penguasa, akan selalu berpihak kepada para pemilik modal.
Sebaliknya, dalam sistem Islam segala kebijakan yang diambil penguasa adalah demi kesejahteraan rakyat. Karena kebijakan yang diambil bersumber dari hukum syara'.
Termasuk kebijakan tentang pengaturan sumber daya alam, yang merupakan milik rakyat. Islam mengatur pengelolaanya, yang tidak boleh diserahkan kepada individu atau golongan apalagi pihak asing.
Jika ada ketidakpuasan terhadap penguasa, Islam membolehkan mengoreksi penguasa. Salah satu hadits yang mendorong untuk mengoreksi penguasa, menasihati mereka, adalah hadits dari Tamim al-Dari radiyallahu anhu, bahwa Nabi Muhammad shallallaahu ’alayhi wa sallam bersabda:
«الدِّينُ النَّصِيحَةُ»
“Agama itu adalah nasihat”
Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?” Nabi shallallaahu ’alayhi wa sallam bersabda:
«لِلّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ، وَعَامَتِهِمْ»
“Untuk Allah, kitab suci-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin pada umumnya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad. Lafal Muslim).
Rasulullah saw juga menyatakan dengan spesifik kewajiban serta keutamaan melakukan muhasabah (koreksi) kepada penguasa. Al-Thariq menuturkan sebuah riwayat:
قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ قَالَ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ إِمَامٍ جَائِرٍ
“Ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah saw, seraya bertanya, “Jihad apa yang paling utama.” Rasulullah saw menjawab,’ Kalimat haq (kebenaran) yang disampaikan kepada penguasa yang lalim. “(HR. Imam Ahmad).
Karena itu, sudah saatnya kita mencampakkan sistem demokrasi yang selalu berpihak pada para kapitalis, sistem yang menyengsarakan rakyat, dan beralih kepada sistem Islam yang akan mensejahterakan dan menjamin hak-hak rakyat. Karena hanya sistem Islamlah satu-satunya sistem yang baik karena berasal dari Allah subhanahu wa ta'ala yang Maha Baik.
Wallahu a'lam bishowab.