Oleh: Heni Yuliana
Hoaks. Hari ini siapa yang tak mengenal istilah ini. Dengan kecanggihan teknologi hoaks gampang sekali tersebar. Dalam kamus besar bahasa Indonesia hoaks berarti berita bohong atau dusta. Rocky Gerung seorang dosen Universitas Indonesia mengatakan bahwa hoaks mengandung 0% kebenaran. Bahkan bisa di bawah itu. Jelas dalam hoaks tidak ada kebenaran sama sekali.
Di Indonesia sendiri pelaku penyebar hoax bisa terancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE. Di dalam pasal itu disebutkan, "Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar."
Gelaran pesta demokrasi 5 tahun sekali begitu seksi sehingga mengundang pihak-pihak tertentu mencipta hoaks. cara-cara menarik simpatik yang jauh dari kata elegan. Berita bohong atau hoaks jadi pilihan.
Acara deklarasi dukungan pada salah satu calon digelar bertajuk "We Are Alumni For Jokowi". Diadakan pada Sabtu, 12 Januari 2019 di Gelora Bung Karno. Acara tersebut mengatasnamakan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI). Padahal acara tak semua yang datang merupakan alumni dari UI. Video yang diunggah di portal Islam.id (12/1/2019) memperlihatkan hal itu.
Padahal sebelumnya Arief Budhy Hardono selaku ketua Iluni UI juga sempat memprotes kabar diadakannya acara tersebut."Iluni UI secara kelembagaan tidak akan dan tidak pernah terlibat dalam politik praktis" ungkapnya pada tanggal 12 Desember 2018 yang lalu.
/Hoaks Menghambat kebangkitan/
Kebohongan semacam itu mudah sekali tercipta di sistem sekular ini. Segala macam cara digunakan demi meraih tujuan. Sepertinya ini yang dimaksud hoaks membangun ala rezim. Bagaimana hoaks bisa diberantas padahal pemerintah sendiri yang menciptanya.
Dipisahkannya urusan politik dengan agama mengakibatnya produksi hoaks meningkat. Hoaks dianggap hal biasa bukan dosa. Hoaks merebak di semua kalangan. Dari orang biasa hingga penguasa. Sehingga dijadikan sarana pencitraan seolah nyata.
Masyarakat disihir dengan kata beracun. Dan data yang membutakan mata. Mereka ditutupi dari kenyataan kalau negeri ini sedang dijajah di semua lini.
Masyarakat menganggap negeri ini baik-baik saja. Sehingga tak ada kesadaran untuk merubah keadaan. Dan para kapitalis. Para pemilik modal. Mereka yang menjadi pemimpin sesungguhnya dalam sistem rusak ini dengan leluasa mengeruk kekayaan alam tanpa ada yang berusaha mencegah.
Padahal perubahan mutlak adanya. Perubahan merapat pada kebenaran. Islam tidak hanya agama spritual semata. Ia merupakan sistem kehidupan dengan seperangkat aturan. Keterikatan pada hukum syara menjadi acuannya. Allah memerintahkan untuk berkata jujur dan melarang dusta.
/Menangkal Hoaks/
Sebagai seorang muslim kita wajib menghindari hoaks. Tidak memproduksi juga tidak menyebarkannya. Karena dosa yang amat besar di akhirat kelak akan menanti kita.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allâh, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. [At-Taubah/9:119]
Dan juga mencipta sistem kehidupan anti hoaks. Sistem yang menyandarkan segala sesuatu dari halal dan haram. Pahala dan dosa. Sehingga tak ada hoaks tercipta. Wallahu 'alam.