Harga Pangan Melambung Akibat Krisis Pangan, Islam Solusinya


Oleh : Ummu Rina
 (Aktivis Grup Ibu Cinta Quran) 


Harga sejumlah barang kebutuhan pokok disinyalir akan terus mengalami kenaikan. Naiknya harga berlaku pada sebagian komoditas, antara lain : beras, minyak goreng, cabai, ayam, daging, telur, gula, bawang dan juga ikan.

Bila dicermati lonjakan harga mulai terlihat sejak bulan lalu. Harga telur  naik kisaran Rp. 27.000/kg. (okezone.com, 8/12/2018). Beras medium harga komoditi yang jadi bahan pokok rakyat Indonesia juga masih berada diatas eceran tertinggi yang mencapai lebih dari Rp. 10.000/kg.

Sebenarnya lonjakan harga  di pasaran yang terus meningkat telah terjadi berulangkali. Masyarakat kerap mengeluh. Sebab   tak seimbang antara pendapatan dan pengeluaran alias tekor. Ironisnya   keluhan emak-emak ini sempat ditanggapi dingin oleh Kepala Staf Kepresidenan,  Moeldoko. Menurutnya, ibu-ibu rumah tangga tersebut seharusnya bisa lebih mandiri untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya dengan menanam sayur-sayuran di rumah.

"Kalau ada ibu-ibu teriak harga mahal, jengkel saya. Mbok ya ambil 2-3 pohon (untuk ditanam di rumah)," kata Moeldoko dalam outlook Agribisnis 2019 di Ritz Carlton, Jakarta. (detik.com, 13/12/2018). 

Wajar bila timbul anggapan bahwa pemerintah tidak pernah serius dalam menstabilkan harga dan juga menjamin ketersediaan sumber pangan. Akibatnya, ketika harga pangan dunia melonjak, yang terjadi di Indonesia bukan hanya ancaman krisis pangan, tetapi juga ancaman krisis daya beli masyarakat. 

Akar Masalah

Indonesia negeri berjuluk zamrud khatulistiwa. Negeri yang dikenal  dengan lahan pertaniannya yang subur, luas dan iklim yang mendukung. Sayang,  ternyata juga tidak luput dari ancaman krisis pangan. Antara lain karena terjadinya penurunan semangat para petani dalam  memproduksi hasil pertanian. Alasan petani karena tak sanggup bersaing dengan produk impor yang harganya lebih murah daripada  produk  dalam negeri.  Tak heran bila sebagian masyarakat pun jadi resah.

Jujur saja,  selama pemerintah masih mengandalkan pemenuhan  kebutuhan rakyat dari impor maka semakin sedikit masyarakat yang berperan di dalamnya. Risikonya rezim ini bisa dinilai gagal menekan kemiskinan. Tambahan lagi lapangan kerja pun minim tersedia. 

Program bantuan yang sifatnya langsung hanya mengatasi gejala krisis. Tapi tak cukup ampuh mengusir krisis itu sendiri. Bagaimana tidak, rakyat di beri bantuan dan diberi pekerjaan. Namun disaat yang sama problem Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK justru masih menjadi momok yang menakutkan. Ibarat lingkaran setan,  tak jelas yang mana masalah,  mana solusi. 

Harus diakui bila kita jernih mencermati masalah ini berakar pada sistem ekonomi kapitalis.  Seperti diketahui tujuan dari Kapitalisme adalah memberi kebebasan kepada para pemilik kapital atau modal. Sehingga masyarakat menjelma sebagai sumber penghasilan bagi para negara yang menganut sistem ini.  Tak cukup sampai di sini, mereka juga berusaha menanamkan jerat sistem kapitalis kepada negara-negara dunia ketiga yang notabene negeri-negeri kaum muslimin. Semata agar negara tersebut dapat dikendalikan sesuai dengan keinginan mereka.

Di samping itu penggunaan uang kertas juga merupakan bagian dari sistem kapitalisme, yang nyata merugikan masyarakat. Akibatnya volume sirkulasi uang kertas rawan membengkak. Di saat yang sama jadi tidak seimbang dengan jumlah komoditi. 

Kondisi ini tentu akan menimbulkan gelembung ekonomi yang  berisiko inflasi. Inflasi inilah yang kemudian menyebabkan harga-harga melambung tinggi. Hingga tidak terjangkau oleh masyarakat. Imbasnya tentu dirasakan oleh masyarakat di level ekonomi menengah ke bawah. Ditambah lagi dengan tingkat pengangguran yang tinggi dan berujung pada maraknya berbagai tindak kriminalitas.

Solusi Islam

Cukupnya ketersediaan pangan adalah hal yang sangat penting.  Berpengaruh pada terwujudnya ketahanan pangan.  Bila ketahanan pangan terwujud tentu berimbas pada kemandirian suatu negara. Oleh katena itu Islam sangat memperhatikan hal ini.  Mulai dari hulu hingga ke hilirnya. Kebijakan pra panen serta pasca panen. Dengan kata lain Islam menetapkan pengaturan kebijakan di sektor pertanian. Mencakup sektor produksi (pra panen),  pengolahan hasil pertanian (pasca panen) serta sektor perdagangan hasil produksi. 

Pada sektor produksi, Islam memberikan dorongan ruhiyah yang besar untuk bertani atau berladang.

Dari Anas bin Malik  ra.  bahwa Rasulullah  saw pernah bersabda, 

Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian hasil tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan (tanaman tersebut) menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Bukhari hadits no.2321)

Maka tujuan kebijakan yang diambil semata untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini negara wajib menjamin ketersediaan pangan melalui program Intensifikasi (pemberian modal bantuan berupa bibit unggul,  pupuk,  dan alat pertanian) dan ekstensifikasi (pemberian lahan, perluasan lahan, dan sebagainya). 

Seperti yang dilakukan pada masa Khalifah Umar Bin Al Khatab ra. Beliau memberikan bantuan modal pada para petani di Irak. Juga dalam bentuk pinjaman tanpa bunga seperti pada masa Khalifah Umar Bin Abdul Aziz ra. dan utang itu baru dikembalikan dua tahun setelahnya. 

Khalifah juga akan mengembangkan iklim yang kondusif bagi kegiatan penelitian dan pengembangan. Sains dan teknologi di antaranya. Khususnya di bidang pertanian. 

Sektor pasca panen dan perdagangan hasil produksi tak kalah pentingnya.  Antata lain dalam hal mengantisipasi harga di pasar, Islam mewajibkan negara  melakukannya dengan cara :

1. Menjaga stok dan permintaan   dan jasa tetap seimbang.

2. Menyuplai barang dan jasa jika terjadi permintaan yang tinggi.

3. Jika terjadi permintaan yang tinggi karena penimbunan dan penipuan jenis lainnya maka pemerintah akan memberikan sanksi kepada pelaku diantaranya menjual kembali barang penimbunan tersebut dan tidak memperpanjang akad kerjasama dengan pelaku

4. Jika kenaikan harga terjadi karena inflasi (jumlah mata uang bertambah karena daya beli masyarakat rendah), maka pemerintah dapat menjaga mata uangnya dengan standar emas dan perak (dirham dan dinar) yang nilainya tetap.

Perlu diingat bahwa kenaikan harga terjadi karena stok terbatas dan permintaan meningkat. Maka keseimbangan antara stok dan permintaan haruslah terjaga. 

Selain itu Islam juga mengharamkan untuk mematok harga. Sebaliknya harga dibiarkan mengikuti mekanisme pasar karena pematokan harga akan menyebabkan terjadinya inflasi. Dalam sirah dikisahkan saat harga barang-barang naik, para sahabat datang kepada Nabi SAW meminta agar harga-harga tersebut dipatok, supaya bisa terjangkau. Tetapi permintaan tersebut ditolak oleh Nabi, seraya bersabda, 

Allah-lah yang Dzat Maha Mencipta, menggenggam, melapangkan rezeki, memberi rezeki dan mematok harga,” (HR Ahmad dari Anas).

Konsekuensinya saat stok berkurang, pemerintah akan berupaya agar stok kembali normal. Hal ini pernah dilakukan saat kepemimpinan Umar ra. Tepatnya ketika wilayah Syam mengalami wabah penyakit sehingga produksinya berkurang, lalu kebutuhan barang di wilayah tersebut disuplai dari Irak.

Hanya saja kebijakan di atas tak bisa lepas dari penerapan Islam secara kaffah dan menyeluruh. Dengannya stok pangan akan cukup dan  harga berada di kisaran stabil-stabil saja. Wallaahu a’lam bishshowwab.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak