Oleh : Ilma Kurnia P, S.P
(Pemerhati Generasi, Member Revowriter)
PT. Inalum (Persero) akan membayar saham PT Freport Indonesia (PTFI) hari ini sehingga kepemilikan saham Indonesia atas perusahaan menjadi 51%. Saham Inalum di PTFI saat ini 9,36%. Untuk menaikan kepemilikan menjadi 51,23% dibutuhkan dana sbesar US$ 3,85 miliar atau setara Rp 54 triliun. Untuk diketahui, nilai US$ 3,85 miliar tersebut berdasarkan hasil negosiasi Inalum, dengan Freeport McMoRan (FCX) dan Rio Tinto. Angka itu juga lebih rendah dibanding dari nilai yang pernah diajukan FCX ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebesar US$ 12,15 miliar, surat Menteri ESDM ke FCX US$ 4,5 miliar, dan hasil valuasi Morgan Stanley US$ 4,67 miliar. Wakil ketua DPR RI, Fahri Hamzah menanggapi bahwa divestasi 5 persen Freeport oleh Indonesia adalah hasil hutang. Hal tersebut disampaikan melalui akun Twitternya. Fahri menyebut bahwa divestasi 51% adalah hasil hutang, menurutnya tidak layak jika menyebut bahwa hal tersebut dibayar lunas (tribunnews.com 22/12/2018). Untuk mengambil saham PTFI, Inalum menerbitkan surat utang global sebanyak US$ 4 miliar. Dimana, sebanyak US$ 3,85 miliar digunakan untuk membeli saham dan US$ 150 juta untuk refinancing. Obligasi ini terdiri dari 4 masa jatuh tempo dengan rata-rata kupon sebesar 5,99%. Adapun rinciannya, pertama US$ 1 miliar dengan kupon 5,23% dan tenor hingga 2021. Kedua, US$ 1,25 miliar dengan kupon 5,71% dan tenornya hingga 2023. Ketiga, US$ 1 miliar dengan kupon 6,53% serta tenor sampai 2028. Terakhir, US$ 750 juta dengan kupon sebesar 6,75% hingga 2048. Dalam penerbitan obligasi ini, BNP Paribas dari Perancis, Citigroup dari Amerika Serikat, dan MUFG dari Jepang menjadi koordinator underwriter. Sementara CIMB dan Maybank dari Malaysia, SMBC Nikko dari Jepang, dan Standard Chartered Bank dari Inggris sebagai mitra underwriter. Obligasi global ini mendapatkan rating Baa2 dari Moody’s dan BBB- dari Fitch. (Detik finance 21/12/2018)
pengalihan saham mayoritas selesai seiring pelunasan oleh PT Inalum, Freeport tetap diwajibkan membayar denda yang dijatuhkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Freeport harus membayar Rp460 miliar karena menggunakan hutan lindung tanpa izin dari pemerintah. Denda itu wajib dilunasi dalam dua tahun ke depan. Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), limbah yang dihasilkan Freeport selama ini ternyata merusak ekosistem. Nilai kerusakan itu ditaksir Rp185 triliun. Menteri Lingkungna Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menyebut pihaknya akan segera mengkaji lebih lanjut dugaan kerusakan lingkungan tersebut.
Penyebab dari bertahannya kasus Freeport ini diakibatkan karena masih menggunakan Sistem kapitalisme yang telah memberi jalan peluang besar bagi perusahaan asing pemilik modal besar untuk merampok kekayaan alam negeri ini dengan dalih kerjasama ekonomi. Akan tetapi kenyataannya justru rakyatlah yang dirugikan terlebih hutang yang semakin menumpuk menyebabkan rakyat semakin tercekik. Padahal di dalam islam mengatur kepemilikan barang tambang sebagai milik umum, Selain itu islam juga memperbolehkannya mengambil alih pengelolaannya seperti dalam hadis Rosulullah SAW bersabda : “Siapa saja yang menanam di tanah suatu kaum tanpa izin mereka, maka dia tidak berhak atas tanamannyaitu sedikitpun, namu dia berhak atas biaya yang dikeluarkannya (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi). Untuk itu marilah kita kembali pada sistem islam yang sudah jelas akan memberikan rahmat dan keadilan yang tentunya tidak akan merugikan siapapun, karena islam Rahmatan lil alamin. Wallahu’alam bi ash-showab