Oleh: Saadah, S.Pd (Aktivis dan Pengajar)
Semua orang terkaget pun para pemilik flatform saat terdengar adanya implementasi dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 tahun 2018 tentang Pajak untuk e-dagang. Pemerintah meminta kepada para pemilik flatform atau mitra-mitra yang terkait untuk membayar pajak mulai April 2019. Termasuk YouTuber dan Selebgram. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani hal tersebut berdasarkan dengan Peraturan Menkeu 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Kalau mereka mendapatkan pendapatan di bawah Rp 54 juta, itu tidak mendapatkan pajak. Tidak masuk di dalam pendapatan tidak kena pajak," kata Sri Mulyani. Tetapi, bagi selebgram dan YouTuber yang sudah terkenal dan mendapatkan penghasilan sampai Rp 500 juta, maka mereka akan dikenakan pajak. (m.suara.com). Di sisi yang lain, Sri Mulyani mengatakan, ada pelaku e-commerce yang meminta kepada pemerintah, khususnya ke Kementerian Keuangan dan Kementerian Kominfo terkait perlindungan konsumen.
Jika kita telaah bersama kebijakan konyol seperti ini hanya akan terjadi di dalam sistem Kapitalis-Sekuler, dimana pajak merupakan sumber penghasilan utama bagi negara Kapitalis objek. Salah satunya Indonesia. Maka tidak heran jika semakin hari kebijakannya semakin menyengsarakan. Rakyat yang harus membayar pajak atas bangunan di dunia nyata, kini harus membayar pula pajak atas usaha yang berbasis elektronik yang dilakukan di dunia maya.
Kebijakan ini jelas menyengsarakan rakyat, ibarat vampir yang haus akan darah begitulah sekiranya zaman Kapitalis yang akan terus menyedot habis darah para rakyat. Mirisnya, pajak ini ditujukan kepada seluruh rakyat Indonesia. Tak pandang bulu, penghasilan, bahkan status. Begitulah kejamnya sistem saat ini yang tengah menguasai bumi khususnya dalam memberlakukan sistem perpajakan.
Berbeda halnya dengan Islam. Islam senantiasa mengurusi rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat, jauh dari kedzaliman. Karena fungsi dari pemerintahannya adalah untuk kemaslahatan umat, artinya tidak mungkin negara memalak atau bahkan membuat rakyatnya sengsara, melainkan berfikir dan membuat rancangan-rancangan strategi agar rakyat dapat hidup sejahtera.
Begitupun dalam hal perpajakan, pemerintahan Islam menerapkan sistem aturan perpajakan sesuai dengan porsinya. Karena faktanya di dalam sistem Islam pajak bukanlah pemasukan utama negara. Dalam negara Islam yakni Khilafah, sumber pendapatan tetap negara didapat dari: (1) Fai [Anfal, Ghanimah, Khumus]; (2) Jizyah; (3) Kharaj; (4) Usyur; (5) Harta milik umum yang dilindungi negara; (6) Harta haram pejabat dan pegawai negara; (7) Khumus Rikaz dan tambang; (8) Harta orang yang tidak mempunyai ahli waris; (9) Harta orang murtad. Inilah pendapatan tetap negara, ada atau tidaknya kebutuhan.
Adapun pajak hanya dikenakan kepada masyarakat yang mampu saja dengan ketentuan-ketentuan khusus lainnya. Begitulah indahnya sistem islam dalam mengatur dan mengurusi permasalahan kehidupan dan umat. Kebijakan yang dibuat tidak menyengsarakan bahkan justru sesuai dengan kebutuhan. Satu-satunya cara agar sistem Islam kembali diterapkan dalam kehidupan dan bernegara adalah dengan adanya institusi yang dapat menerapkan Islam secara kaffah yakni Daulah Khilafah Islamiyyah. InsyaAllah.
Wallahualam bi shawwab.