Derita Uyghur Tanpa Khilafah


Oleh: Ummu Azizah Fisikawati 


Tak hentinya kaum Muslim tersakiti. Kaum Muslim terus menjerit. Darah mereka mengalir, nyawapun melayang tak berarti. Suara mereka merintih menahan pilu dan derita yang di alami. Dunia seakan menutup mata. Pemandangan yang kian menyiksa menggoreskan luka. Para pemimpin muslim membisu tak berdaya, tak ada pasukan yang bergerak membebaskan mereka, semua diam tak ada keberanian membela. Sampai kapan derita kaum muslim akan berakhir tanpa perisai kaum muslim semakin teraniaya.



“Dari pemberitaan media internasional, perlakuan diskriminatif dan tindakan represif pemerintah China terhadap Muslim Uighur sebenarnya sudah berlangsung cukup lama. Tapi sayangnya belum ada negara-negara Muslim, termasuk Indonesia, yang berani mengecam tindakan pemerintah China,” ujar Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.



Fadli yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, mengecam itu dan mendesak pemerintah Indonesia untuk bersuara membela Muslim Uighur di Xinjiang yang sedang mengalami pelanggaran HAM dalam pernyataannya diterima hidayatullah.com, Sabtu (15/12/2018).



Pemerintah Komunis dan Fasis Cina memaksa suku bangsa Uyghur untuk menjadi komunis dan ateis. Anak-anak Uyghur dipaksa untuk berbicara bahasa Cina, berpakaian pakaian tradisional Tiongkok, mengkonsumsi makanan haram, beribadah dan sujud ke patung Confucius, menghafal arti bendera Komunis, dan akhirnya menjadi melebur berasimilasi.



Derita Uighur telah kasat mata. Sungguh disayangkan sikap penguasa negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia. Kemudahan utang luar negeri Indonesia kepada China diduga membuat pemeritahan Presiden Joko Widodo ogah menyuarakan protes atas kasus dugaan pelanggaran HAM  yang terjadi pada kelompok muslim Uighur di Xinjiang, China.



Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) Syafti Hidayat menduga, hubungan kedekatan antara kedua pemerintahan RI-China saat ini yang membuat Jokowi enggan melakukan protes.



“Karena kedekatan pemerintah Jokowi dengan China. Jokowi tak mau hubungannya terganggu dengan China gara-gara kelompok muslim Uighur,” ucapnya saat berbincang dengan redaksi Eramuslim.com, Jumat (14/12).



Disaat negara-negara kafir ramai mengecam keras atas penindasan yang terjadi di Uighur Cina. Pimpinan negeri ini, Indonesia, bahkan tidak berani mengambil sikap, terkesan pura-pura buta dan tuli, hal ini tidak lain karena indonesia diduga tersandera hutang terhadap Cina. Jelaslah Pemerintah saat ini pro terhadap Cina dalam beberapa kerja sama dengan Cina yang lebih banyak memberi uang, maka pemerintah Indonesia tidak memiliki kekuatan untuk mengintervensi.



Kini kaum Muslim mempunyai banyak penguasa, tetapi mereka bukanlah penguasa kaum Muslim yang memimpin negara yang sangat kuat, ditakuti kawan dan lawan. 



Sebagai seorang pemimpim yang menjadi perisai bagi umat. Dalam islam telah jelas bagaimana sikap pemimpin muslim ketika umat muslim terdzholimi. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadits dari jalur Abu Hurairah radhiya-Llahu ‘anhu, bahwa Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama, bersabda:



إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]



“Sesungguhnya seorang imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)



Menjadi perisai bagi umat Islam meniscayakan Imam harus kuat, berani dan terdepan, bukan orang yang pengecut dan lemah, kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya tetapi pada institusi negaranya yang dibangun atas dasar akidah Islam. 



Ketika ada wanita Muslimah yang dinodai kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa’ di Madinah, Nabi shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama melindunginya, menyatakan perang kepada mereka dan mereka pun diusir dari Madinah. Selama 10 tahun tak kurang 79 kali peperangan dilakukan demi menjadi perisai bagi Islam dan kaum Muslim. Ini tidak hanya dilakukan oleh Nabi, tetapi juga para Khalifah setelahnya.



Harun ar-Rasyid, di era Khilafah Abbasiyyah, telah menyumbat mulut jalang Nakfur, Raja Romawi, dan memaksanya berlutut kepada Khilafah. Al-Mu’tashim di era Khilafah ‘Abbasiyyah, memenuhi jeritan wanita Muslimah yang kehormatannya dinodai oleh tentara Romawi, melumat Amuriah, yang mengakibatkan 9000 tentara Romawi terbunuh, dan 9000 lainnya menjadi tawanan, demikian dengan Sultan ‘Abdul Hamid di era Khilafah Utsmaniyyah semuanya melakukan hal yang sama. 



Khilafah dan Khalifahnya sangat ditakuti oleh kaum Kafir, mereka siap menang dan mati syahid, mereka berperang bukan karena materi, tetapi karena dorongan iman, rasa takut di dalam hati mereka pun tak ada lagi, musuh-musuh mereka pun ketakutan luar biasa ketika berhadapan dengan pasukan kaum Muslim. 



Kata Raja Romawi, “Lebih baik ditelan bumi ketimbang berhadapan dengan mereka.” Sampai terpatri di benak musuh-musuh mereka, bahwa kaum Muslim tak bisa dikalahkan. Inilah generasi umat Islam yang luar biasa. Generasi ini hanya ada dalam sistem Khilafah. Khilafahlah satu-satunya pelindung umat, yang menjaga agama, kehormatan, darah dan harta mereka. Khilafahlah yang menjadi penjaga kesatuan, persatuan dan keutuhan setiap jengkal wilayah mereka.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak