Oleh: Nunung Purwaningsih, S.E
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Islam diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW untuk umatNya melalui malaikat Jibril. Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur manusia dengan dirinya sendiri, mengatur manusia dengan sesamanya. Kesempurnaan Islam akan terasa bila aturan aturan Islam diterapkan secara totalitas.
Namun kesempurnaan Islam dan Keindahan Islam tersebut tidak dapat dirasakan bila penganutnya masih meninggalkan ajaran Islam. Begitu pula dengan musuh musuh Islam yang tidak pernah berhenti dengan berbagai macam cara agar Islam ditinggalkan oleh penganutnya serta membuatnya ragu.
Upaya demonologi dan monsterisasi terhadap ajaran Islam terus digaungkan oleh musuh-musuh Islam. Dengan memberikan gelar atau julukan serta menakut nakuti bila melaksanakan ajaran Islam secara totalitas.
Istilah demonologi barangkali masih terasa asing di telinga kita, ia bukan istilah populer sebagaimana terorisme, radikal, dan sebaginya. Dalam kamus Inggris-Indonesia karya John M Echols dan Hassan Shandily, kata demon yang berarti (1) setan, iblis, jin, dan (2) orang yang keranjingan tentang sesuatu. Sedangkan Istilah demonologi dapat kita temui pada Merriam Webster’s Collagiate Dictionary yang menyebutkan bahwa demonologi berarti (1) the study of demons or evil (studi tentang setan atau semangat kejahatan), (2) belief in demons: a doctrine of evil spirit (kepercayaan kepada setan: doktrin tentang semangat kejahatan), (3) a catalog of enemy (daftar musuh).
Menurut Noam Choamsky, bahwa demonologi merupakan perekayasaan sistematis untuk menempatkan sesuatu agar ia dipandang sebagai ancaman yang sangat menakutkan, dan karenanya ia harus dimusuhi, dijauhi, dan bahkan dibasmi.
Dalam teori komunikasi, “demonologi” dapat dikategorikan ke dalam wacana “labeling theory” (teori penjulukan). Dalam teori tersebut, korban-korban misinterpretasi ini tidak dapat menahan pengaruh dari proses penjulukan yang dilakukan dengan sedemikian hebat.
Musuh-musuh Islam memberikan demonologi atau label dengan berbagai macam yakni : Islam radikal, Islam Fundamentalis, Islam moderat, Islam liberal, Islam nusantara, Islam Arab. Dengan adanya label-label itu mereka juga memonsterisasi terhadap ajaran Islam.
Label Islam radikal disematkan terhadap pejuang-pejuang Islam kaffah. Umat Islam ditakut-takuti dengan label radikal. Radikal merupakan bahasa latin. Istilah radikal berasal dari kata radix yang artinya akar. Sejalan dengan hal ini KBBI atau kamus besar bahasa Indonesia mengartikan istilah ini sebagai segala sesuatu yang sifatnya mendasar sampai ke akar-akarnya atau sampai pada prinsipnya. Namun kata radikal sekarang justru dimaknai dengan konotasi negatif yang artinya membahayakan dan ekstrim.
Khilafah yang merupakan ajaran Islam yang telah dianggap sebagai monster bila diterapkan. Ketakutan barat terhadap Khilafah membuat mereka melakukan berbagai macam cara. Upaya merintangi tegaknya Khilafah terus dilancarkan dengan Isu "war on terorism (perang melawan teroris) dan war on radicalism (perang melawan radikal). Barat membuat propaganda anti radikalisme yang menyasar siswa, mahasiswa, dosen, instansi pemerintahan.
Sebagai pejuang Islam kita tidak boleh gentar dan harus terus berjuang dengan merapatkan barisan serta membina dan menyadarkan umat, mencerdaskan umat dari upaya-upaya barat yang telah memberikan demonologi dan monsterisasi terhadap ajaran Islam.
Umat Islam harus terus berjuang menumbangkan seluruh narasi barat dan membangun narasi Islam dalam pemikiran dan perasaan kaum Muslim. Dengan demikian akan terjadi gelombang kesadaran umat akan pentingnya mendakwahkan dan memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah yang akan memberikan kebaikan bagi seluruh manusia dan alam semesta.